5. Lisa's Jealous

3.1K 169 13
                                    

"Apa yang baru saja kalian lakukan," mbak Lisa menahan tanganku yang ingin menyusul Rama ke pantry. Aku baru saja membuka pintu kamar ketika ia mengejutkanku dengan pertanyaannya itu.

"Mb-Mbak ... sudah pulang?!" tanyaku terbata-bata. Aku semakin gelisah di tempat ketika tidak mendapat reaksi apa-apa selain tatapan datarnya. Mbak Lisa melepas cekalannya di pergelangan tanganku. Tanpa perintah tanganku bergerak memperbaiki tampilan pakaianku yang bisa kujamah. Aku menatapnya takut-takut. Bagaimana kalau dia tahu bahwa ... -entah kenapa aku merasa takut padanya setelah kejadian beberapa jam lalu ... atau kejadian yang 'baru saja' terjadi- .

Sebenarnya ada apa denganmu, Nilam? Apakah yang kau lakukan dengan Rama adalah suatu kesalahan?

Tidak, tidak! Aku tahu itu dengan jelas, dan jawabannya 'tidak!'.

Rama adalah suamimu! Tapi kenapa aku jadi takut begini?

Kuhela napasku berat.

"Ada apa denganmu, Nilam?" tegur mbak Lisa. Mungkin dia juga aneh melihat tingkahku sekarang.

Benar apa yang dikatakan mbak Lisa. Ada apa denganmu, Nilam?! Kamu bertingkah seperti kamu baru saja melakukan suatu kesalahan ...-

"A-aku ..., - o-oh ak- tidak! Aku ingin ... menyusul Rama di pantry."

Kata-kataku sungguh berantakan dan aku tidak dapat mengendalikannya. Termasuk jantungku yang berdebar liar. Oh, Tuhan ...!

Mbak merubah rautnya lebih terlihat santai dan ramah, "Oh, jadi tadi dia akan ke sana. Kamu tidak usah menyusulnya, biarkan Mbak saja. Kamu ...," kepalanya ditelengkan ke samping sembari menatapiku lekat-lekat. "Bisa, kan?" tanyanya lagi kepadaku.

"O-oh, kalau begitu baiklah, Mbak. Aku akan kembali ke kamar. Sebenarnya ada hal lain -juga yang aku harus kerjakan," ucapku tanggap bersiap membalik badan namun lagi-lagi pergerakanku ditahannya. Aku menatap wajahnya.

"Apa kamu sudah berbicara dengannya?"

Aku tahu apa yang dimaksud olehnya. Kuanggukkan kepalaku sekali sebelum menyunggingkan senyum padanya, "Iya, sudah."

Mbak Lisa tersenyum. "Bagus."

"Aku akan menyusulnya sekarang," sambungnya lagi. Aku tersenyum sebelum ia pergi meninggalkanku yang masih berdiri di depan kamar.

Kupikir ... mereka perlu waktu berdua setelah kejadian tidak enak yang terjadi.

Kamu yakin, Nilam?

Tentu saja aku tidak perlu takut! Tidak perlu takut karena sebuah pemikiran yang menodongku bahwa kemungkinan mbak Nilam akan merebut Rama dariku.

Rama itu ... milik bersama.

Kami berdua sama-sama istrinya, sama-sama perlu perhatiannya. Tapi tidak akan ada yang namanya 'perebutan hak' atas suami. Aku percaya sampai detik ini Rama bisa berbuat adil.

Ya! Begitu ... baru benar. Ya, kan?

Memutar kenop pintu, aku sudah berada kembali di dalam kamar. Kulangkahkan kakiku hingga ke samping ranjang dan membungkuk di sana. Saat aku bilang bahwa ada hal lain yang akan aku kerjakan aku tidak berbohong. Kuambil handuk yang tergeletak begitu saja dari lantai. Memasukkannya ke keranjang pakaian kotorku.

Kuingat lagi apa yang sudah aku dan Rama lakukan sekitar 20 menit yang lalu. Ia terlihat begitu bersemangat dan bertenaga. Ketika aku melaksanakan untuk melayani kebutuhannya, dia ...-

... -Bagaimana aku menjelaskannya ...? Dia terlihat seperti bercahaya di atasku.

Tanpa sadar aku tersenyum malu sendiri di tempatku saat ini. Aku bahagia! Teramat bahagia saat itu sampai aku tidak memikirkan hal lain selain kami berdua.

Between The Game(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang