1. Bad Dream (R)

6.8K 292 9
                                    

"Kita cerai," kata Rama, suamiku. Tatapannya dingin. Suaranya terdengar tajam nenusuk sampai ke relung hati.

"Tidak! Aku mohon, jangan." Kabut air mata yang mengganggu penglihatanku perlahan mulai meluruh, meluncur melewati pipiku. Aku menangis meraih betisnya dengan kedua tangan kurus nan rapuhku. Kupeluk kakinya erat. Rama berdiri kaku seperti tak terpengaruh akan isakanku.

Kami saling mencintai. Sungguh. Tapi dengan teganya dia melepaskanku. Menceraikan aku?

Aku menggeleng lemah.

Ku mohon, Tuhan. Tanah mendiang kedua orang tuaku masih basah di sana. Tapi kenapa Kau berikan lagi cobaan berat untukku?
Jika dia menceraikanku, maka tepat sudah aku sebatang kara.

"Kita akan tetap bercerai!" katanya lagi, tegas tanpa mau dibantah. Aku hanya bisa meraung-raung di bawah kakinya, menengadah kepala memohon belas kasihnya. Masih berharap dari sisa-sia cintanya. Tidak peduli jika esok aku harus kehilangan suaraku.

"Kenapa ...."

"Kenapa??" ulangku. Aku harus tahu mengapa dia melakukan ini padaku. Dia ..., dia harus punya alasan kenapa dia ingin menceraikanku.

Apa salahku? Aku tidak berselingkuh, aku bukan istri yang pembangkang. Aku selalu melayani apa pun kebutuhannya. Aku juga bukan istri yang dibenci ataupun tidak akur dengan mertuanya.

Jadi ... di mana letak kesalahanku? Kenapa dia tega sekali, dia suami yang kuhormati dan kucintai sepenuh hati. Kenapa dia setega itu padaku??

Sudah lupakah dia dengan janjinya dulu? Selamanya bersamaku. Selamanya mencintaiku. Sampai akhirnya maut yang memisahkan.

Apa- apa salahku?? Apa yang sudah kulakukan hingga suamiku ingin menceraikanku?

Jika ada, aku berjanji akan memperbaikinya. Asalkan tidak bercerai. Tapi tidak dengan bercerai! Aku tetap harus mempertahankan rumah tanggaku. Semampuku ... bagaimana pun caranya.

"Itu karena kamu tidak bisa memberiku anak!!" ujarnya membuat jantungku berdenyut sakit.

Ya Tuhan, baru kusadari, aku sudah terlalu lama melupakan hal satu itu. Bukankah salah satu tujuan orang menikah adalah untuk memiliki anak? Untuk melanjutkan keturunan? Tapi sampai sekarang aku belum bisa memberikan dia anak. Air mataku mengalir bertambah deras. Sebegitu inginnya dia memiliki anak.

Aku belum mampu memenuhi keinginannya yang satu itu. Tak satupun benihnya tumbuh di rahimku. Seringkali aku merasa gagal ketika banyak test pack yang hanya menunjukkan satu garis merah. Termasuk pemeriksaan secara ultrasonografi yang tak membawa pulang berita apa-apa kecuali 'aku masih belum hamil'.

"Aku mohon, Ram. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji akan cari solusinya. Tapi please, kita jangan cerai," kataku lirih sambil menggelengkan kepala tak menginginkan itu terjadi. Tidak mengindahkan rasa pusing yang tiba-tiba menerjang. Yang ada di pikiranku sekarang adalah bagaimana caranya agar Rama membatalkan niatnya untuk menceraikanku.

"Sudah terlambat, Nilam. Surat gugatan cerai sudah kudaftarkan ke Pengadilan."

"TIDAK!!!"

Mungkin baru saja aku mengalami guncangan emosi. Bukan hanya fisik, tapi juga psikis. Ketika kurasakan sisa-sisa tenagaku harus menguap begitu saja karena kata-kata terakhirnya. Rasanya ... aku bukan saja menjadi lemah. Tapi hancur.

oOo

Betapa bencinya aku dengan rasa sakit yang diciptakan ini! Aku tak sanggup. Tapi, seakan takdir belum puas, dibuatnya aku benar-benar meresapi semua kesakitan ini.
Aku ingin mati saja! Cabut nyawaku. CABUT NYAWAKU TUHAN!!!

Between The Game(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang