17. About Confused and Hurt

4.2K 252 40
                                    

"Lama sekali. Dari mana kamu, Nilam?" Teguran itu membuatku terkesiap. Aku yang baru saja kembali dari dapur menatap ke asal suara.

Mataku menyipit. Di sana, di atas tempat tidur, ada sosok Rama yang sedang duduk berselonjor. Dahiku mengernyit. Aku tidak salah lihat, kan? Pikirku dalam hati. Ragu, kakiku melangkah pelan mendekati Rama yang baru saja merubah posisi lagi menjadi bersila.

"Kamu di sini?"

"Kenapa denganmu, Nilam? Dari tadi aku memang ada di sini. Aku baru meninggalkanmu ke toilet selama lima menit saat aku terbangun dan kamu sudah tidak ada. Dari mana, hm?"

"Dari dapur." Tempat tidur sedikit bergerak ketika kunaiki setelah melepaskan sendalku. Kubawa diriku semakin mendekatinya. Tidak kusangka kejadian beberapa jam yang lalu itu memang nyata. Karena buktinya, Rama ada di atas tempat tidur kami sekarang.

"Kenapa lama sekali?" Matanya seakan berusaha menyelami pikiranku yang memang kedapatan terdiam beberapa saat.

Untuk alasan yang tak kuketahui, dadaku berdebar tidak menentu. Susah payah kutelan salivaku. Lalu setelah memandang ke arah lain beberapa saat, dengan tatapan yang tidak fokus, kudapati diriku menjawab pertanyaannya dengan gugup. "Tadi Mbak Lisa ternyata juga ke dapur. Jadi kami sempat berbincang-bincang di sana."

Entah kenapa setelah mendengar jawabanku itu dia justru menundukkan kepalanya dan memandangiku yang sudah berbaring dengan selimut sebatas dada dengan tajam.

Seketika rasa dingin pun menjalari punggungku.

"Apa yang kamu lakukan di sana?" Suaranya terdengar dingin.

"Ram ..., aku hanya membuat susu untuk kuminum saja selain berbicara dan mengupaskan apel untuk Mbak Lisa."

Kami saling terdiam beberapa saat. Aku dengan pikiranku: Yang berkesimpulan bahwa aku sama sekali tidak sedang bermimpi.
Sementara Rama ..., entahlah. Aku mengernyit memikirkan apa yang ada di kepalanya. Aku sama sekali tidak mengetahui sedikitpun apa yang sedang dia pikirkan.

Tatapannya masih sama: Tidak Terbaca.

"Sebaiknya kita tidur lagi," tukasnya, ikut berbaring di sebelahku. Nadanya yang kembali terkesan datar dan dingin itu membuatku heran. Apa lagi kali ini yang membuat jadi begitu? Pertanyaan itu begitu saja berkelana di kepalaku yang meski telah dilingkupi rasa kantuk.

Aku menoleh pada Rama. Sebelah lengannya telah diletakkan menutupi kedua matanya. Sepintas raut wajahnya terlihat mengeras, tapi aku juga tidak yakin akan hal itu. Semua terlalu cepat hingga menimbulkan keraguan dalam hatiku. Bisa saja kelopak mataku yang sudah berat ini menjadikan aku sedikit- lebih banyak menyeleneh. Bibirnya setengah terbuka dan di lain sisi kuputuskan untuk menyerah pada rasa kantuk yang menyerang dengan teramat sangat.

oOo

"Rama tunggu!" Aku menahan salah satu tangannya. Napasku sudah tersengal-sengal mengejarnya turun dari lantai atas.

"Aku siapkan bekal buat kamu, ya?" Bujukku padanya. Rama balik menatapku masih dengan pandangan yang sama seperti semalam. Datar.

"Tidak usah, aku buru-buru," katanya dingin.

Aku tidak tahu dia kenapa. Aku sudah bertanya, tapi dia tidak menjawab melainkan lagi-lagi terdiam sambil memandangiku dengan tatapannya itu.

Between The Game(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang