Jilid 4

2K 34 0
                                    

Kening Ciok Tim bekernyit rapat, katanya pula, "Tapi orang ini sebenarnya kawan atau lawan, sungguh sukar untuk diraba. Jika maksud orang ini tidak jahat, dengan sendirinya boleh kita naik ke atas dengan memanjat tali, kalau sebaliknya ... Wah, keadaan kita saat ini sungguh sangat berbahaya."

Giok-he tersenyum dan menggeleng, "Jika dipandang dari kelihaian orang ini, jika dia bermaksud membikin susah kita, untuk apa membuang tenaga percuma cara begini?"

"Jika begitu biarlah kucoba naik dulu ke atas," sela So-so.

"Biar kutemanimu naik ke atas, jika terjadi apa-apa jadi dapat saling membantu," tukas Ciok Tim, agaknya dia telah melupakan kemungkinan bahaya.

"Bukankah kau bilang berbahaya?" kata So-so, tiba-tiba ia menyesal karena ucapannya terlalu menyinggung perasaan, maka cepat ia menyambung, "Jika ada bahaya kan lebih baik dihadapi seorang saja."

Ciok Tim menunduk kikuk.

Giok-he lantas menyambung, "Simoay sudah naik satu kali, sekali ini biar aku saja yang naik ke atas."

"Betul, sekali ini giliran kita," tukas Liong Hui.

Mendadak Ciok Tim membusungkan dada dan berseru, "Biar kutemani Toaso ke atas!"

Agar kelihatan gagah berani di depan orang yang dirindukannya, biarpun sekarang di atas sana terpasang perangkap maut juga tak terpikir lagi olehnya.

"Boleh juga Site ikut bersamaku," ucap Giok-he.

Segera ia melompat ke atas setinggi dua tiga tombak, diraihnya tali itu dengan kuat lalu ia berpaling ke bawah dan berseru, "Toako, bila aku jatuh harus kau tangkap diriku dengan baik!"

"Jangan khawatir," segera Liong Hui siap memasang kuda-kuda di bawah.

Waktu Ciok Tim ikut melompat ke atas, akhirnya So-so berucap juga, "Hati-hati!"

Mesti lirih suaranya, namun cukup jelas didengar Ciok Tim, seketika ia berbesar hati dan semangat terbangkit, serunya, "Jangan khawatir!"

Di tengah remang malam kelihatan bayangannya semakin cepat naik ke atas, hanya sebentar saja lantas menghilang dalam kegelapan.

Liong Hui mendongak sampai sekian lama, mendadak ia berkata, "Apakah tidak ada sesuatu bahaya di atas?"

"Bukankah Toaso sudah bilang, kepandaian orang itu jauh di atas kita, jika dia mau membikin susah kita buat apa dia bersusah payah menjebak kita," ujar So-so.

"Tapi sudah sekian lama mereka tidak kelihatan," kata Liong Hui, segera ia berteriak, "Hei, adakah kalian menemukan sesuatu."

Namun suasana sunyi senyap tiada sesuatu suara jawaban.

Bekernyit kening Liong Hui, gumamnya, "Wah, masakah mereka tidak mendengar suaraku?"

Sekali ini dia berteriak terlebih keras sehingga anak telinga So-so yang berdiri di sampingnya ikut mendengung. Namun puncak karang di atas tetap sunyi tanpa sesuatu jawaban, hanya desir angin yang mengumandangkan suara Liong Hui itu ke empat penjuru.

So-so juga mulai gelisah, ia sangsi, biarpun puncak tebing ini sangat tinggi dan menjulang ke tengah awan, namun sekeliling tiada barang pengalang lain, masakah suara teriakan mereka tidak terdengar.

Diam-diam ia berkhawatir bagi mereka, tapi tidak berani diutarakannya. Ia coba melirik Liong Hui, di bawah cahaya obor yang redup air muka Liong Hui kelihatan juga berubah.

"Coba, kau bilang Toaso berdua takkan menemukan bahaya, tapi ... tapi mengapa mereka tidak menjawab suaraku?" kata Liong Hui kemudian.

So-so tidak tahu cara bagaimana harus menjawab, sampai sekian lama baru ia menghela napas perlahan dan berucap, "Jika ada bahaya seharusnya mereka juga bersuara memberitahukan kepada kita, tapi sampai sekarang tetap tiada sesuatu gerak-gerik apa pun di atas, sungguh sangat aneh ...."

Amanat Marga (Hu Hua Ling) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang