Jilid 2

2.3K 34 3
                                    

Pertanyaan si Tojin membuat Liong Hui melenggong, ia pandang Lamkiong Peng sekejap lalu berpaling kembali dan menjawab, "Tidak perlu kau ikut campur!"

Tojin itu mendengus, "Hm, jika hari ini gurumu kalah dan tidak kembali lagi, apakah kau tahu siapa yang akan menjadi kepala Ci-hau-san-ceng yang disegani dunia persilatan itu?"

Liong Hui berdiri tegak tanpa menjawab, sampai sekian lama mendadak ia membentak, "Siapa bilang Suhuku takkan kembali lagi? Siapa yang mampu mengalahkan beliau? Put-si-sin-liong selamanya tak termatikan!"

Suaranya yang kereng berkumandang jauh dan menimbulkan gema yang sahut-menyahut dari empat penjuru lembah gunung.

Mendadak terdengar seorang menjengek dengan suara tajam, "Siapa bilang di dunia ini tidak ada yang mampu mengalahkan Put-si-sin-liong? Siapa bilang Put-si-sin-liong tak termatikan!"

Hati Lamkiong Peng, Liong Hui dan lain-lain sama tergetar, cepat mereka berpaling ke sana, tertampak dari balik kabut sana muncul sesosok bayangan dan akhirnya terlihat jelas ialah Yap Man-jing dengan bajunya yang berkibar tertiup angin laksana dewi kahyangan yang turun dari langit. Pada kedua tangannya jelas memegang dua batang pedang bersinar gilap, sebatang di antaranya bercahaya hijau kemilau, segera dikenali mereka pedang hijau inilah Yap-siang-jiu-loh yang selama berpuluh tahun tak pernah berpisah dengan Put-si-sin-liong Liong Po-si itu.

Seketika Liong Hui melotot, rambut jenggotnya seakan-akan menegak, dengan beringas ia memburu ke depan Yap Man-jing dan membentak, "Suhuku bagaimana? Di mana Suhuku?"

"Di mana gurumu saat ini tentu kau tahu sendiri, masakah perlu tanya?" jawab Yap Man jing ketus.

Tubuh Liong Hui terasa lemas dan hampir saja tidak sanggup berdiri tegak.

Air muka Lamkiong Peng mendadak juga berubah pucat lesi seperti mayat.

Ciok Tim juga merasa seperti dada mendadak digodam orang, sekujur badan serasa kaku, sampai Ong So-so yang berdiri di sampingnya menjerit perlahan terus jatuh kelengar juga tidak diketahuinya.

Kwe Giok-he juga terperanjat dan bergemetar. Sedangkan keempat perempuan berbaju hijau tadi terus berlari menyongsong kedatangan Yap Man-jing.

Sambil meraba pedangnya si Tojin tadi pun bergumam, "Akhirnya Put-si-sin-long mati juga! .... Ai, akhirnya dia mati juga!"

Suaranya, makin lama makin lemah, entah menyesal atau bersyukur? Entah gembira atau berduka?

Dengan sorot matanya yang tajam Yap Man-jing mengawasi mereka dengan tenang.

Mendadak Liong Hui berteriak, "Engkau yang membunuh guruku, bayar jiwa guruku!"

Seperti kerbau gila ia terus menerjang ke depan.

Serentak Ciok Tim dan Kwe Giok-he juga memburu maju. Sedangkan Lamkiong Peng baru maju selangkah lantas menyurut mundur kembali ke samping peti mati sambil memandang sekejap si Tojin, tanpa terasa air matanya menitik.

Dalam pada itu Liong Hui sudah menerjang ke depan Yap Man-jing, sebelah tangannya mencengkeram muka si nona, tangan yang lain terus meraih pedang hijau yang dipegangnya.

Terdengar Yap Man-jing tertawa dingin, segera Liong Hui pun merasakan pandangannya menjadi silau oleh sinar pedang, tahu-tahu keempat perempuan berbau hijau telah memutar pedang masing-masing dan mengadang di depannya dengan membentuk selapis dinding sinar pedang.

Yap Man-jing sendiri lantas menyurut mundur, ia pindahkan pedang hijau pada tangan kanan, mendadak ia membentak, "Kim-liong-cai-thian (nama emas di atas langit)!"

Berbareng ia mengeluarkan sesuatu benda emas dan diacungkan ke atas, kiranya sebilah belati bertangkai ukiran naga terbuat dari emas.

Perlahan ia menurunkan belati naga emas itu sebatas hidung, lalu membentak lagi, "Kawanan naga hendaknya menerima perintah!"

Amanat Marga (Hu Hua Ling) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang