Jilid 15

1.5K 35 2
                                    

Tek-ili Hujin juga lantas mendengus, "Hm, kalian tidak lekas minta ampun padaku, memangnya kalian tidak ingin hidup lagi?"

Seketika Suma Tiong-thian merandek, sebab mendadak teringat olehnya akan anak-istri dan keluarganya.

"Aku memang sudah bosan hidup!" teriak Loh Ih-sian, berbareng ia menghantam dengan kalap.

"Kausendiri bosan hidup, apakah orang lain juga bosan hidup?" ucap Tek-ih Hujin.

Seketika Loh Ih-sian melengak dan berhenti menyerang, waktu ia memandang ke sana, Suma Tiong-thian kalihatan lesu, sedangkan Lamkiong Siang-ju tampak sedih. Lamkiong-hujin memandang putra kesayangannya dengan cemas.

Loh Ih-sian terharu. pikirnya, "Aku sendiri sebatang kara, dengan sendirinya mati hidup tidak menjadi soal bagiku. Tapi orang lain berumah tangga dan anak istri Iengkap bahagia, mana mereka bisa meniru dirimu dan menyuruh mereka mati begitu saja?"

Maklumlah, lantaran wataknya yang mudah tersinggung, makanya dia putus asa dan mengasingkan diri Selama 20 tahun, dengan segala daya upaya berusaha mengumpulkan duit, sebaliknya pribadinya sama sekaili tidak terawat. Sekarang hatinya menjadi dingin dan berdiri termangu tanpa bicara.

Tiba-tiba Lamkiong Peng berseru, "Cara bagaimana kau bikin susah Toako kami, ke mana perginya sekarang?"

Tek-ih Hujin tersenyum, "Asalkan kau turut perkataanku, urusan Toakomu tentu akan kuberitahukan padamu, Sekarang hari sudah hampir pagi racun yang kalian minum sudah hampir bekerja. kalian tidak berani bertempur dan juga tidak mau menyerah, apakah memang ingin menanti ajal saja di sini?"

"Hm, jangan kau gembira dalu, segala macam racun di dunia ini pasti ada obat penawarnya" Jengek Lamkiong Siang-ju mendadak

"Ah. tidak perlu kau bicara lagi kutahu maksudmu hanya ingin memancing supaya kuberi tahu seluk-beluk racun ini," kata Tek-ih Hujin dengan tertawa, "Terus terang kukatakan, racunku ini di dunia hanya dipunyai dua keluarga saja, atau dengan lain perkataan juga cuma dua tempat ini saja yang mempunyai obat penawar, salah satu tempat itu justru jauh terletak di luar perbatasan utara sana. biarpun sekarang engkau dapat terbang ke sana juga tidak keburu lagi"

Hati Lamkiong Peng tergerak, didengar-nya sang ibu sedang berkata, "Habis cara bagaimana baru dapat kauberi . . . ."

Belum lanjut ucapannya, "kekk", mendadak seekor burung beo menerobos masuk melalui jendela dan hinggap di atas sebuah peti lalu mengguncangkan sayap untuk merontokkan air hujan yang membasahi bulunya, kemudian bersuara panjang pula satu kali. Meski kecil burungnya, tapi tampak gagah.

"Aha, sudah datang!" Mendadak Lamkiong Siang-ju berseru girang.

Beruang beo itu melayang dan hinggap di pundak Siang-ju serta menirukan ucapannya, "Sudah datang . . ... "

Benar juga segera terdengar suara langkah orang di undakan batu, sesosok bayangan tinggi besar lantas muncul di depan pintu.

Orang yang berperawakan raksasa ini memakai baju satin yang sangat mewah, tapi caranya memakai justru tidak teratur, dari tujuh buah kancing hanya dirapatkan tiga buah saja sehingga dadanya terbuka dan kelihatan dadanya yang bidang dengan simbar (bulu) dada yang hitam lebat.

Rambut orang ini juga semerawut tak teratur, kedua alisnya sangat tebal, mata kiri justru tertutup oleh sebuah kedok mata sehingga menambah keseraman mata kanannya.

Tangan kirinya tampak melambai lurus dan lengan kanan menyanggah pada sebuah tongkat hitam, kaki kanan buntung sebatas dengkul.

Sorot matanya yang tajam itu sekarang sedang menyapu pandang keadaan sekelilingnya. Tergetar hati Tek-ih Hujin melihat kemunculan orang aneh ini.

Amanat Marga (Hu Hua Ling) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang