Kejutan Besar

3.2K 182 3
                                    

Medina terbangun dari tidurnya, ia melihat jam. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, ia berniat untuk sholat tahajjud. Hawa dingin yang menusuk tulangnya tak menghalangi niat gadis itu untuk mencurahkan isi hatinya pada Tuhan. Medina segera beranjak dari tempat tidurnya, sebelum berwudhu ia berniat ke dapur untuk mengambil minum, ia haus. Tak lupa ia mengenakan jilbabnya, ia tidak ingin jika nanti ia tiba-tiba bertemu Karel di dapur saat ia tidak mengenakan jilbabnya.

Saat melewati pintu kamar Karel, gadis itu berhenti sejenak. Ia seperti mendengar suara. Suara yang sangat indah, seperti suara Hensen saat mengaji. Suara tilawah Qur'an yang begitu menyejukkan hati. Namun lagi-lagi Medina mengutuki dirinya, bagaimana mungkin kehadiran Hensen bisa sebegitu menerornya. Hingga ia mendengar suara mengaji Hensen dari dalam kamar Karel, hal yang sangat tidak mungkin terjadi. Kalau pun itu bukan halusianasi, rasanya tidak mungkin jika itu yang melakukan adalah Karel.

Semakin lama suara itu terdengar sangat nyata. Medina menempelkan telinganya pada pintu kamar Karel. Suara itu terdengar sangat jelas. Sepertinya itu bukan halusinasi, suara itu terdengar sangat nyata. Tapi siapa yang mengaji malam-malam begini di kamar Karel. Tubuh Medina terdorong ke dalam kamar Karel saat pintu dibuka. Karel begitu terkejut melihat kehadiran Medina. Begitu juga Medina tak kalah terkejutnya saat melihat Karel keluar kamar dengan mengenakan peci berwarna putih di kepalanya.

"Medina, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Karel terkejut.

"Aku, aku, aku ingin mengambil air minum di dapur." Jawab Medina kemudian berlalu pergi. Namun Karel menarik lengannya, hingga ia tertahan.

"Apa kau mendengar sesuatu dari dalam kamarku?" tanya Karel.

"Aku, em, aku, aku mendengar suara orang membaca Al Qur'an dari dalam kamarmu." Jawab Medina kemudian. "Apa kau...." Medina melirik peci yang menutupi kepala Karel.

Karel menghela nafas panjang. Ia menarik tangan Medina menuruni tangga dan mengajaknya ke dapur. Karel menuangkan air putih ke dalam sebuah gelas dan menyerahakan gelas itu pada Medina.

"Ini untukmu, tadi kau ingin minum kan."

"Dankjewel." Medina nyengir.

Selama hampir lima belas menit keduanya hanya saling diam. Sebenarnya Medina sedang menunggu penjelasan Karel tentang pertanyaannya saat di depan kamar Karel tadi. Namun sepertinya Karel enggan berbicara.

"Karel." Kata Medina kemudian. Karel pun menoleh. "Bisakah kau jelaskan padaku mengenai suara yang kudengar dari kamarmu tadi dan peci yang kau pakai?" Ujar Medina seyara menatap peci yang masih menempel pada kepala Karel.

Karel menghela nafas, kemudian menatap Medina. Membuat gadis itu salah tingkah dan pipinya seketika memerah. Medina tertunduk menyadari itu.

"Aku tidak bisa terus-terusan menyembunyikan hal ini dari orang lain termasuk kau." Jawab Karel sembari terus menatap wajah Medina yang tertuntuk menekuri meja makan. "Aku sudah masuk islam sejak tiga bulan yang lalu. Aku belajar sholat dan aku belajar mengaji sekeras mungkin. Dan yang kau dengar tadi adalah suaraku, meskipun belum lancar tapi aku selalu berusaha semampuku." Lanjut Karel. Sementara itu Medina terbelalak mendengar ucapan Karel. "Kau tahu Medina? Semenjak mimpiku itu aku menjadi penasaran dan ingin tahu tentang islam, aku membeli Al Qur'an dengan terjemahan bahasa Belanda dan aku membaca seluruh isinya. Setelah itu, aku bertemu dengan seorang pria bernama Abdullah, dia muslim Amerika yang sudah lama tinggal di Belanda. Dia juga yang sudah mengajariku sholat dan mengaji serta membantuku masuk islam." Jelas Karel panjang lebar.

"Karel kau serius?" tanya Medina menatap Karel dengan mata berkaca-kaca.

"Untuk apa aku berbohong." Ujar Karel mesih menatap Medina. "Selama ini aku salah, aku telah membodohi diriku sendiri dengan tidak mempercayai adanya Tuhan, sementara aku sudah menikmati seluruh fasilitas yang Dia berikan." Tambahnya.

SYAHADAT CINTA DI APELDOORN (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang