Marhaban

5.2K 241 13
                                    

"Marhaban." Teriak Medina dalam hatinya. Pagi itu ia bangun dengan penuh semangat. Saat ia menyibakkan selimut, udara dingin menjalar ke seluruh tubuhnya, masuk hingga tulang melalui celah pori-pori kulitnya. Ia menatap jam baker di nakasnya, 'Ah rupanya aku bangun lima menit lebih awal dari alarm yang ku setting, itu lebih bagus', Medina segera ke luar dari kamar, ia menuju kamar mandi mengambil air wudhu untuk sholat tahajjud. Sholat tahajjud? Ya betapa syahdunya orang-orang yang bisa merasakan nikmat sholat tersebut, waktu yang tepat untuk mencurahkan isi hati. Di saat orang lain tertidur lelap, orang-orang yang melaksanakan sholat tahajjud sedang bertemu Rabbnya dan menceritakan seluruh hiruk-pikuk dunia ini. Tak jarang pipi banjir oleh cairan putih bening yang mengalir bak sungai dari kelopak mata pemiliknya.

Saat keluar kamar, Medina menjumpai Bu Husain yang sedang menyiapkan hidangan di meja makan. Gudeg, tahu bacem, tembe bacem, dan kerupuk kulit. Ah semua hidangan itu menggelitik penciuman Medina, makanan kesukaannya. Aromanya sungguh menggoda, ia sempat ingin menggagalkan rencana wudhunya. Namun, Rabbnya telah memanggilnya, ia enggan mengabaikan panggilan istimewa itu.

Tak hanya Bu Husain, Pak Husain pun sibuk menyeduh teh di dapur. Aroma serbuk teh khas Jogja kesukaan gadis itu pun lagi-lagi menggodanya. Kepulan asapnya menghasilkan aroma yang sangat luarbiasa membuat Medina terbius. Namun, lagi-lagi terngiang di telinganya, Rabbnya menantinya diujung sajadah.

Medina bersimpuh di hadapan Rabbnya, tangannya menengadah mengharap belas kasih Rabbnya. Ia curahkan segala keluh kesah dan hiruk pikuk dunia. Airmatanya mengalir hingga membasahi mukena putih bersih yang ia kenakan. Dadanya sesak oleh tangis. Gadis itu selalu menikmati setiap perjumpaan dengan Rabbnya di sepertiga malam. Tak jarang ia menangis hingga kedua matanya bengkak. Bukan airmata kepedihan melainkan airmata tulus yang mengharap cinta kasih dari yang Mahakasih.

"Medina, sebentar lagi imsak nduk." Suara lembut Bu Husain yang dibarengi dengan ketukan pintu yang menyadarkan Medina dari kesyahduannya bertemu Rabbnya.

Medina mengakhiri doanya, Medina melepas mekena dan melipatnya bersama sajadah dan meletakkannya di tempat semula. Gadis itu segera keluar memenihi panggilan sang ibu.

Pagi itu adalah hari pertama mereka melaksanakan makan sahur di bulan suci ramadan tahun ini. Keluarga Husain dan umat muslim lainnya pun sangat gembira menyambut bulan suci ramadhan. Namun tahun ini Medina masih merasakan adanya kekosongan dalam dirinya. Pasangan. Ya Pasangan, gadis itu masih belum menemukan pasangan hidupnya.

Medina menebar senyum kepada kedua orangtuanya setelah mengambil posisi duduk masing-masing, gadis itu duduk tepat di sebelah ibunda tercintanya. Aroma hidangan yang ada di depannya sungguh menggelitik hidungnya, hingga cacing-cacing dalam perutnya ikut berdemonstrasi. Membuat nafsu makan sahurnya meningkat. Medina memang selalu menganggap makan sahur adalah suatu berkah yang tak bisa dilewatkan. Tak seperti orang pada umumnya yang enggan atau tak nafsu untuk makan sahur, gadis itu selalu berusaha menumbuhkan nafsu makannya sekalipun raganya menolak. Medina tahu bahwa di dalam makan sahur terkandung sebuah keberkahan yang luar biasa sehingga bisa membuatnya kuat menjalani puasa meskipun setumpuk aktivitas menguras energi dan pikirannya.

"Semoga tahun depan kursi di sebelah bapak sudah ada yang menempati ya." Ujar Bu Husain sembari menuangkan gudeg ke dalam piring Pak Husain. Pak Husain hanya tersenyum tipis isyarat mengiyakan ucapan isterinya.

Medina tak menjawab, ia meraih segelas air putih dan menenggaknya perlahan. Gadis itu tahu ke mana arah topik pmbicaraan itu akan bermuara. Akan tetapi, ucapan ibunya tersebut merupakan sebuah doa yang tak bisa dipungkirinya dan sangat diinginkannya. Tiba-tiba gadis itu berandai-andai, apakan mungkin suatu saat nanti ada seorang pria yang sesuai dengan keriterianya datang untuk melamarnya. Agaknya tak mungkin, keriterianya terkadang tak sesui dengan keritria Allah SWT. Allah SWT memang selalu lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.

SYAHADAT CINTA DI APELDOORN (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang