Cahaya Islam Di Aleppo

3.5K 182 1
                                    

Pagi itu Karel dan Abdullah sudah bersiap terbang ke Aleppo melalui penerbangan dari Schiphol yang akan dijadwalkan mendarat di Bandar Udara International Ataturk, Istanbul, Turki. Sebelumnya Karel telah berpamitan pada ibunya melalui telepon, ibunya sangat mendukung niat baik Karel. Moeder Aleen merasa bangga terhadap Karel, bahkan setelah Karel menjadi seorang muslim pun kasih sayang Moeder Aleen pada Karel tak berkurang sedikit pun. Perbedaan tak akan pernah menjauhkan kasih sayang antara ibu dan anak.

"Aku bangga padamu, brother." Bisik Abdullah pada Karel saat mereka memasuki pesawat yang telah disewa secara khusus oleh team relawan demi kelancaran kegiatan bantuan kemanusiaan. Karel hanya tersenyum tipis.

Di dalam pesawat, Karel menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi pesawat. Karel memejamkan matanya, ia merasakan detak jantungnya berdenyut agak kencang, beberapa jam kemudian dia akan berada di sebuah negeri yang porak-poranda karena tetap memegang teguh tauhid. Meski terus disiksa dengan siksaan yang teramat sangat pedih, mereka tetap tak ingin mengganti Tuhannya dengan apapun. Mereka tetap taat pada Allah SWT sang pemilik hidup. Bahkan mereka rela mati demi cintanya pada Tuhannya.

Dada Karel terasa sesak, bahkan jauh sebelum itu ia sama sekali tak percaya kepada Tuhan. Karel mengutuki dirinya yang dulu, yang mana ia tak pernah mengabdikan dirinya untuk Tuhan. Namun kini dia merasakan nikmatnya iman, iman dalam Islam.

Setelah menempuh perjalanan tiga jam duapuluh lima menit, akhirnya Karel dan team sampai di Bandar Udara International Ataturk. Mereka harus transit terlebih dahulu di Turki, kemudian mereka akan dijemput oleh rekan Abdullah dari Suriah menggunakan mobil.

"Good morning." Sapa petugas imigrasi yang memeriksa Karel dan Abdullah.

"Morning." Jawab Karel dan Abdullah bersamaan.

Setelah dirasa aman kedua pemuda itu pun lolos pemeriksaan dan bergegas pergi menemui rekan Abdullah yang sudah meneunggu mereka di lobby bandara. Semua petunjuk arah menggunakan bahasa Turki, Karel mempercayakan nasibnya pada Abdullah yang memang pandai berbahasa Turki, tak hanya itu Abdullah juga pandai berbahasa Arab. Sehingga Karel merasa tenang, setidaknya saat di Aleppo nanti ia sudah memiliki translater, yaitu Abdullah.

Sosok pria tinggi besar, berkulit putih bercambang sedang berdiri, ia tersenyum lebar saat melihat Karel dan Abdullah, tak salah lagi pasti itu rekan Abdullah sesama relawan yang bersedia menjemput Karel dan Abdullah.

"Hi." Teriak Abdullah melambaikan tangan, pria itu pun membalas lambaian tangan Abdullah. Abdullah menarik tangan Karel dan berlari kecil menghampiri pria bercambang itu.

"How was your flight?" tanya pria itu pada Abdullah dan Karel.

"Menyenangkan. Apalagi bersama sahabatku ini." Ujar Abdullah melirik Karel.

"Hi, i'm Ahmed." Ujar pria bercambang itu sembari mengulurkan tangannya pada Karel.

"I'm Karel Everhart, but just call me Karel." Karel menjabat tangan Ahmed semraya tersenyum.

"Ya, Abdullah sudah cerita banyak tentanggu. So proud of you, man." Ahmed menepuk bahu Karel.

"Ah terimakasih Ahmed." Lagi-lagi Karel hanya tersenyum.

"Kalau begitu mana mobil mu Ahmed, kami sudah ingin segera sampai di Aleppo." Kata Abdullah sambil celingukan.

Ahmed pun mempersilahkan Karel dan Abdullah berjalan lebih dulu. Ketiganya pun sampai di tempat parkir, Ahmed segera mengambil mobil. Beberapa saat kemudian Ahmed datang membawa sebuah mobil berwarna hitam yang bertuliskan #NetherlandforSyria, Karel menebak itu pasti mobil akomodasi para relawan di Aleppo.

SYAHADAT CINTA DI APELDOORN (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang