Karel harus kembali ke Amsterdam, ia harus mendapat penanganan yang lebih serius pada luka di kepalanya. Sebelumnya Karel menolak, ia ingin tetap tinggal lebih lama lagi di Aleppo. Namun Abdullah dan yang lain melarangnya, bagaimana pun juga luka Kerel harus segera mendapat penanganan yang lebih baik, di Aleppo ia tak akan mendapatkan itu semua. Terpaksa Karel harus kembali ke Amsterdam. Dengan diantar Abdullah dan sejumlah rekan yang lain, Karel kembali ke Amsterdam menggunakan sebuah helikopter milik pemerintah Belanda.
Karel mendapat perawatan di Amsterdam Hospital, keadaan Karel pun berangsur membaik. Tubuhnya sudah bisa duduk dengan tegak, meski ia belum kuat berdiri. Karel melihat secarik kertas surat dari Maryam yang tergeletak di nakas. Karel meraihnya, air matanya terjatuh membaca kemabali tulisan gadis itu.
"Karel, kau sudah bangun nak?" tiba-tiba Moeder Aleen datang membawa kotak makanan. "Tadi kau tidur begitu pulas, mam tidak tega membangunkanmu."
"Sejak kapan mam ada di sini?"
"Tadi pagi-pagi sekali Drick menjemput mam, ia memberitahu bahwa kau di rawat di rumah sakit setelah pulang dari Aleppo. Mam sangat khawatir, makanya mam segera ke mari sayang." Jelas Moeder Aleen sambil membuka tutup makanan yang dibawanya. "Mam bawakan sup kesukaanmu nak." Moeder Aleen menyuapkan sesendok sup untuk Karel, Karel pun menurutinya, perut Karel memang terasa lapar. Moeder Aleen menyuapi Karel dengan penuh kasih sayang.
"Medina mana mam?" tanya Karel.
"Medina sudah pulang ke Indonesia dua hari yang lalu, ada masalah penting yang harus ia selesaikan." Jawab Moeder Aleen.
Ada sebongkah rasa kecewa saat Karel mendengar bahwa Medina sudah kembali ke Indonesia. Ia ingin, di saat seperti ini Medina berada di sisinya dan memberi dukungan padanya. Namun itu hanya isapan jempol semata, gadis itu berada ribuan mil jauhnya dari Karel.
SEBULAN KEMUDIAN
Kesehatan Karel sudah kembali pulih, ia kembali ke Apeldoorn bersama ibunya. Ia sudah benar-benar yakin untuk hengkang dari De Vromme. Ia ingin hidup tenang dan bahagia bersama ibunya di Apelsoorn.
Akhir Januari, musim dingin masih menyelimuti Apeldoorn. Selepas sholat isya' malam itu Karel duduk termenung di ruang tamu sembari menghangatkan diri di depan perapian. Akhir-akhir ini Karel sering melamun, selain karena penyesalannya terhadap Maryam. Ia merasa bahwa ia merasa ada yang hilang dari kehidupannya, seseorang telah membawa kabur hatinya dan entah hati itu akan kembali utuh seperti semula atau tidak, atau mungkin akan hancur berkeping-keping seperti reruntuhan Masjid Kautsar yang terkena ledakan bom, Tiba-tiba Moeder Aleen pun datang membawakan cokelat hangat dan Olliebollen kesukaan Karel.
"Karel kau belum tidur nak?" Moeder Aleen meletakkan dua cangkir cokelat hangat dan sepiring Olliebollen di atas meja.
"Mam sendiri kenapa belum tidur?" Karel menoleh ke arah ibunya.
"Karena mam tahu kau belum tidur, jadi mam buatkan ini untukmu. Ayo minumlah nak, agar badanmu terasa lebih hangat."
"Dankjewel mam." Karel menyeruput secangkir cokelat panas.
"Kau mencintainya, nak?" tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Moeder Aleen.
Karel tersedak, ia batuk-batuk kecil. "Apa maksudnya mam?"
"Perasaan seorang ibu tak pernah salah. Sejak gadis itu ada di rumah ini mam sudah tahu, sorot matamu mengatakan kau mencintai gadis itu."
"Maksud mam, Medina?"
"Siapa lagi?"
Karel tertunduk, wajahnya memerah alis kirinya terangkat. Karel menghela nafas pajang. Karel membenarkan posisi duduknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/108278711-288-k952672.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAHADAT CINTA DI APELDOORN (Sudah Terbit)
EspiritualTelah diterbitkan oleh Penerbit Rumedia Medina Mueeza Husain, seorang pengusaha kuliner yang memiliki cita-cita untuk melanjutkan kuliah di Wittenborg University, Apeldoorn, Belanda. Sebuah sekolah perhotelan terbaik di Belanda. Suatu ketika, ia men...