Perpisahan Yang Pasti Terjadi

4.1K 191 1
                                    

LIMA TAHUN KEMUDIAN

Sore hari di Keukenhof Garden. Keokenhof Garden adalah taman bunga terbesar di dunia yang terletak di kota Lisse, Belanda. Hensen dan Medina duduk diatas rerumputan yang tumbuh subur nan hijau. Saat itu bertepatan dengan musim semi. Bunga-bunga bermekarang dengan indahnya. Berbagai warna, ukuran dan jenis. Sungguh indah. Memanjakan mata setiap orang yang melihatnya. Hensen merangkul pundak istrinya.

"Akhirnya mimpimu terwujud kan." Ujar Hensen mempererat pelukannya pada istrinya.

"Iya, ternyata taman ini lebih indah dari yang ku bayangkan." Jawab Medina.

"Beruntung kau menikah dengan pria Belanda yang tampan dan baik seperti ku yang kemudian bisa membawamu ke taman impian mu ini."

"Berhenti memuji diri mu sendiri sayangku." Medina mendongakkan wajahnya untuk bisa menatap wajah suaminya.

Tiba-tiba Karel datang dengan nafas terengah-engah. Keringatnya menetes melalui keningnya. Karel tampak kelelahan. Ia segera meraih botol air minum di sebelah Hensen dan menenggaknya sampai habis.

"Dua anak itu benar-benar menguras tenagaku." Ujar Karel setelah meletakkan kembali botol minum. Karel mengusap keringat di keningnya.

"Ibu, bapak, paman Karel curang. Dia pergi sebelum permainan selesai." Ujar seorang anak laki-laki bermata biru.

"Paman lelah sayang." Ujar Karel dalam bahasa Indonesia, kini Karel sudah bisa berbahasa Indonesia. Di Apeldoorn ia mengikuti sebuah kursus bahasa Indonesia, pengajarnya adalah warga negara Belanda keturunan Indonseia. Semua itu ia lakukan hanya demi bisa berkomunikasi lancar dengan keluarga kakaknya di Indonesia, termasuk dua keponakanya. Ya keponakan. Lima tahun menikah Medina dan Hensen di karuniai dua anak kembar, pria dan perempuan. Namanya Ananda Yusuf Mustafeed dan Adinda Humaira Mustafeed.

"Yusuf sayang, istrahatlah nak. Lihat, Paman Karel lelah." Ujar Medina pada anak laki-lakinya.

Kemudian datang seorang wanita berjilbab menggendong anak perempuan. Wanita itu tampak sedang kelelahan juga, sama seperti Karel.

"Huh, i'm very tired." Ujar Wanita itu seraya menurunkan anak perempuan yang digendongnya.

"Don't complain, anggap saja ini sebagai latihan untuk kalian. Ya seperti ini lelahnya mengasuh anak. Tapi menyenangkan bukan?" komentar Hensen seraya menarik lembut tangan Humaira, anak perempuannya. Hensen mencium lembut pipi Humaira.

Kerel melirik wanita yang tadi menggendong Humaira, kemudian Karel tersenyum. Ya, wanita itu adalah istri Karel. Dua bulan yang lalu Karel menikah dengan seorang wanita berjilbab. Wanita itu adalah Fateema, wanita yang ditemuinya dulu di Suriah. Siapa yang menyangka jika Karel akan bertemu Fateema kembali. Setahun yang lalu Ahmed membawa Fateema ke Belanda, kedua orangtua Ahmed mengangkat Fateema sebagai anaknya dan juga membiayai kuliah S2 Fateema di Amsterdam Univercity. Semua itu dilakukan karena orangtua Fateema adalah sahabat kecil ayah Ahmed.

Pertemuan Karel dan Fateema kembali terjadi saat keduanya sama-sama menghadiri acara pengajian bulanan di Fatih Moskee. Meski Karel sudah menetap di Apeldoorn, setiap sebulan sekali ia rutin menghadiri pengajian di Fatih Moskee. Saat itu Fateem datang bersama Ahmed dan Abdullah.

"Karel." Teriak Ahmed saat melihat Karel sedang berbincang-bincang dengan seorang pria berkulit hitam. Karel pun menoleh mencari sumber suara. Saat mendapati sosok Ahmed, Karep pun berpamitan pergi pada pria yang sedang diajaknya mengobrol. Karel menghampiri Ahmed.

"Ahmed. Nice to meet you again brother." Ujar Karel seraya memeluk Ahmed.

"Nice to meet you too. Ku dengar sekarang kau sudah jadi dosen seni musik ya di Apeldoorn?" tanya Ahmed.

SYAHADAT CINTA DI APELDOORN (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang