7

357 33 1
                                    

Xander Clayton. That's my name, and you better remember it, Miss Livinna.

Xander Clayton. That's my name, and you better remember it, Miss Livinna.

Xander Clayton. That's my name, and you better remember it, Miss Livinna.

Kata-kata itu terus terulang di benak Livvy sepanjang sore itu, tatkala ia melayani para pengunjung kafe, nama pria itu terus-menerus berputar di benaknya. Xander – nama yang sangat cocok untuk pria itu. Livvy mengulum senyum saat mengingat kata-kata terakhir Xander sebelum menurunkannya di depan bangunan ini. Oh ya, ia akan mengingat nama itu. Ia tidak mungkin melupakannya.

Sementara itu, dua puluh kilometer dari tempat Livvy berada sekarang, Maurice sedang duduk menunggu temannya yang sudah terlambat dua puluh menit dari waktu yang telah ditentukan. Maurice duduk dengan gelisah sebab ia tidak punya banyak waktu. Ia masih punya janji temu dengan pengacaranya satu jam lagi. Lima menit kemudian, yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pria itu menarik kursi dan duduk di hadapannya, melepas kancing jasnya dan melonggarkan dasi sutra gelap yang dikenakannya tanpa mempedulikan Maurice yang menatapnya dengan sedikit kesal.

"Maaf, lama menunggu?" tanya temannya itu walau sama sekali tidak terdengar nada menyesal dalam suaranya.

"Yah, kau terlambat lebih dari dua puluh menit," tukas Maurice tajam untuk mengingatkan temannya itu.

Pria itu mengernyitkan keningnya. "Tidak masalah," lanjut Maurice sambil melunakkan suaranya.

"Aku bertemu sedikit masalah tadi."

Maurice mengangguk dan memilih untuk melewatkan komentar tersebut. Langsung ke pokok permasalahan saja, karena ia sudah tidak punya banyak waktu. "Kau sudah memikirkankan tawaranku tempoh hari?" tanyanya tanpa basa-basi.

Pria itu memilih mengabaikan pertanyaan Maurice dan malah melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. Dengan santai, ia memesan kopi untuk dirinya sendiri. Ia melihat bahwa Maurice tampaknya sudah habis sabar.

"Kau sudah memikirkannya belum?" desak Maurice lagi.

Sejujurnya, ya. Ia sudah memikirkannya. Terus terang, awalnya ia tidak begitu berminat dengan tawaran Maurice. Ia yakin pada keahlian bisnisnya dan juga kemampuannya yang luar biasa dalam hal bernegosiasi. Butuh waktu dan usaha, memang. Sedikit perngorbanan tapi ia yakin semua itu cukup pantas dilakukan untuk mencapai targetnya. Ia jelas tidak butuh merendahkan dirinya dan mengikuti permainan Maurice hanya supaya ia bisa mendapatkan keinginannya dengan lebih mudah. Tapi sepertinya pikirannya sudah berubah. Ia menginginkan permainan ini. Untuk kepuasannya sendiri. Dan bukan karena alasan lain. Oh ya, ia akan menikmati setiap detik dari kesenangan yang akan dinikmatinya mulai saat ini.

"Kau takkan bisa lagi menerima tawaran yang lebih baik dari ini," bujuk Maurice lagi. Terdengar sombong, pikir pria itu. Tapi mungkin memang benar, lewat Maurice-lah ia telah mendapatkan kesempatan ini. Well, kenapa tidak dilanjutkan saja? Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampui, pikirnya senang. Tindakannya akan menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya dan ditambah dengan bonus yang tak ternilai.

"Baiklah, aku terima tawaranmu, tapi ingat akan satu hal, Maurice. Kalau aku tidak suka aku akan menghentikan permainan ini, dan kita berdua tahu, kau akan menyerah cepat atau lambat," pria itu menatap wajah temannya lekat-lekat. Maurice tersenyum lebar memandangnya, raut wajahnya berubah cerah saat dia meyakinkan temannya itu.

"Kau mungkin benar. Aku memang membutuhkan uang dan kau jelas memiliki kemampuan untuk memberikannya padaku. Aku hanya ingin memberimu pilihan. Kau bisa melakukannya dengan cara yang sulit atau dengan cara yang mudah. Kau tahu, tawaranku memberikan kita keuntungan bersama. Aku mendapatkan keinginanku dan kau juga dapat mencapai tujuanmu sambil bersenang-senang. Menarik, bukan? Kau akan menikmatinya, percayalah padaku. Lagipula kau bukan orang yang akan kupilih untuk kepermainkan, Alex."

Sudah jelas, bukan, pikir pria itu dingin. Karena ia takkan membiarkan siapa pun mempermainkannya.

________________________________

=CZ=  

Forever Mine (forever#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang