Livvy menerobos masuk ke kamar kecil dengan tergesa-gesa. Dipalingkannya wajahnya, karena tidak ada siapa pun di sana, ia menarik napas lega. Ia menghampiri wastafel dan menatap bayangannya di cermin yang terpasang di sepanjang dinding tersebut. Livvy mengerang keras mengingat sikap bodohnya tadi saat pintu toilet terbuka. Kaget, Livvy langsung berbalik dan melihat Ivanka yang menyengir padanya.
"Kau kenapa sih?" tanya Ivanka heran saat seringainya dibalas dengan senyum lemah Livvy. Ia berjalan mendekati temannya dengan alis yang terangkat. Secara fisik, Ivanka memang jauh berbeda darinya. Dengan rambut merahnya yang keriting, postur tubuh yang tinggi dan tampak menggiurkan, serta sikapnya yang agak centil, tidaklah sepadan dengan Livvy yang lembut. Tapi itu hanyalah penampilan luar, Ivanka adalah salah satu teman terbaik yang pernah dikenalnya. Gadis itu sudah banyak memberinya bantuan dan juga dukungan. Maka Livvy pun tanpa ragu menumpahkan semuanya pada temannya tersebut. Dan ia ternganga saat Ivanka tertawa terbahak-bahak. Bukankah barusan ia baru saja memuji-muji temannya itu, pikir Livvy sedikit geram.
"Aduh, Liv.. Kau benar-benar gadis bodoh. Untung saja kau tidak pingsan di depan pria itu."
"Aku sedang tidak mau bercanda," jawab Livvy tersinggung sementara Ivanka hanya tertawa kecil.
"Baiklah, tapi kau tidak bisa menyalahkanku karena menertawakan sikap konyolmu itu. Ngapain kau bengong di depannya? Masa kau tidak pernah berhadapan dengan pria tampan sebelum ini?"
Livvy menghela napas dan memikirkan kata-kata temannya yang penuh arti. "Aku bukannya terpesona, aku hanya terbawa suasana. Kau tahu, aku sedikit teringat pada pertemuan pertamaku dengan Maurice. Saat itu dia juga tampak sangat tampan dan canggih."
"Dan tidak bermoral," tambah Ivanka panas.
Livvy menyeringai mendengar pembelaan temannya. Hatinya langsung dipenuhi luapan kasih sayang pada sosok itu. "Yah, kau benar. Aku tidak tahu kenapa bisa teringat padanya. Tapi saat melihat pria tadi, tiba-tiba saja aku sudah membanding-bandingkannya dengan Maurice, membanding-bandingkan kekontrasan yang begitu mencolok di antara mereka. Hanya timing yang tidak tepat, kurasa."
"Yakin?"
"Pada apa?" tanya Livvy bingung.
"Bahwa kau hanya membanding-bandingkan mereka berdua dan bukannya malah terpesona pada pria asing yang membuatmu terpana dan hilang kesadaran?"
Dikatakan seperti itu, siapa yang tidak merona? Livvy merasa wajahnya kembali terbakar bila mengingat kembali sikapnya tadi. Tidak, tidak, ia tidak terpesona pada pria asing itu. Dan dengan susah payah ia mencoba meyakinkan Ivanka dan mungkin juga dirinya sendiri. Tapi yang terjadi malah Ivanka sekarang mulai memaksanya untuk menunjukkan siapa pria misterius yang berhasil membuat temannya membeku di tempat dan kehilangan konsentrasi beberapa saat. Livvy mencoba menahan erangan kesalnya tapi akhirnya ia menyerah juga. Setelah menyebutkan nomor meja pria itu, Livvy langsung berlalu, saat ini perut yang lapar lebih memerlukan perhatiannya.
♥ ♥ ♥
Malam itu, Livvy berbaring dengan mata nyalang, menatap langit-langit kamarnya yang gelap sambil mendengarkan napas temannya yang teratur. Ia mendesah iri sembari melihat temannya yang tertidur dengan begitu nyenyaknya. Entah kenapa, malam ini Livvy malah kesulitan tidur, padahal tubuhnya capek sekali. Berbagai pikiran pun melesak ke dalam otaknya yang makin lama semakin menyempit karena banyaknya masalah yang kian bersesakan di dalamnya. Livvy menghela napas kesal dan membalikkan tubuhnya sambil berusaha mencari posisi yang nyaman.
Kesal dengan dirinya sendiri, Livvy pun menyibakkan selimutnya dan bangun. Ia mencari-cari mantel kamarnya yang hangat dan berjalan menuju pintu balkon mungil yang menyajikan pemandangan indah ke arah Chinese Garden. Livvy menutup pelan pintu balkon di belakangnya sebelum mengenyakkan tubuhnya di atas kursi santai. Ia menghirup udara malam yang sejuk dalam-dalam untuk menyegarkan otaknya yang lelah. Direbahkannya tubuhnya sehingga ia bisa dengan leluasa memandang langit malam yang selalu tampak indah di matanya saat bintang-bintang bertaburan dan berserakan di sepanjang langit yang tak berujung itu. Butiran air mata kecil jatuh dari ujung matanya saat ia memikirkan keluarganya dan tempat asalnya. Rasa rindu yang harus selalu ia pendam jauh-jauh di dalam hatinya bersama dengan rasa khawatir dan cemas yang tak pernah meninggalkannya. Namun, semua perasaan gundah itu dapat sedikit terobati saat ia memandang langit malam yang bertabur bintang. Ia tahu di manapun ia berada, seberapa jauh pun mereka terpisah, mereka akan selalu berbagi pemandangan langit malam yang sama, dengan bintang-bintang kecilnya yang tak pernah lelah bersinar, dan kemudian Livvy akan berpikir bahwa mereka tidaklah terpisah terlalu jauh.
"Kalau Mama melihat bintang-bintang ini juga, sampaikan rasa rinduku padanya. Semoga beliau sehat-sehat saja. Semoga semuanya baik-baik saja."
Livvy membiarkan dirinya menikmati pemandangan malam itu sedikit lebih lama. Kalau menuruti keinginan hatinya, ia akan dengan senang hati bersedia tidur di kursinya saat ini juga. Angin malam yang sejuk dan kerlip bintang yang setia menemaninya dengan cepat membuai Livvy dan siap mengantarnya ke alam tidur. Tapi, kalau ia ingin bangun dengan tubuh yang sehat besok paginya, sebaiknya ia melupakan niatnya itu.
Dan di saat tenang seperti inilah, sesosok bayangan kembali muncul di kepalanya. Sosok bayangan yang angkuh dengan senyum gelinya yang penuh percaya diri saat menangkap basah Livvy yang sedang asyik memandanginya dengan teliti. Entah kenapa, Livvy terusik dengan kehadiran pria itu dan jujur saja bayangan pria asing itu tidak mau lepas dari benaknya. Padahal ia tidak tertarik dengan pria itu dan tentu saja mereka mungkin takkan pernah bertemu lagi. Tak seharusnya ia membiarkan pikiran-pikiran semacam itu menguasai benaknya. Ia pernah mengabaikan janji awalnya ketika datang ke Sydney dan membiarkan seorang pria memasuki hidupnya. Tapi apa hasil yang didapatnya? Jadi, mulai saat ini sebaiknya ia menyingkirkan semua hal romantis dalam hidupnya dan hanya memikirkan tentang uang yang harus ia kumpulkan sebanyak mungkin selama sisa waktu yang ada.
_____________________________
=CZ=
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine (forever#1)
RomanceCerita ini sudah pernah diterbitkan beberapa tahun lalu dan ini adalah draft awalnya. Kisah tentang Livvy - gadis asal Indonesia dengan Xander - pengusaha kaya Amerika dan perjuangan mereka meraih cinta. =CherryZhang=