2 (Hard Time)

669 41 5
                                    

Hari ini feeling Kinar mendadak tidak enak. Serasa hari ini akan dilaluinya dengan berat. Namun ia harus tetap berangkat ke Rumah Sakit dengan senyum merekah di wajahnya. Hari ini ia masuk shift siang yang artinya ia harus datang pukul 12 siang dan baru pulang jam 7 malam (kalau tidak ada jam tambahan).

"Hari ini sudah visite ke ruang Bedah?"

"Saya belum visite bu, hari ini saya shift siang sehingga saya baru tiba 5 menit yang lalu"

"Segera visite, sepertinya hari ini banyak pasien baru. Buat asuhan gizi dengan teliti. No mistake!"

"Baik bu"

Baru saja Kinar ingin menata nafasnya namun Bu Dina sudah memberondongnya dengan perintah asuhan gizi pasien. Tetapi memang itulah tugasnya, visite pasien baru terutama pada pasien yang mengalami resiko malnutrisi lalu melakukan Assesment (pengkajian/penilaian status gizi berdasarkan data kondisi pasien), membuat Diagnosa Gizi, menetapkan Intervensi Gizi (tindakan atau treatment yang harus diputuskan untuk diberikan kepada pasien) kemudian melakukan Monitoring dan Evaluasi. Apabila sewaktu-waktu kondisi pasien berubah maka berubah pula Diagnosa Gizi dan Intervensinya. Apakah bisa ia melakukan dalam sekali melangkah? Tentu tidak. Ia harus melakukan serangkaian tahap itu kepada setiap pasien satu per satu dan tentunya hasil dari setiap pasien tidak ada yang sama. Setelah visite pasien, ia masih harus memantau kondisi dapur. Melihat apakah para petugas dapur sudah benar dalam mempersiapkan, mengolah dan menyajikan makanan sesuai SOP dan sesuai rencana Intervensi yang dirancang oleh Ahli Gizi. Hal itu harus ia lakukan setiap hari, maka apakah masih bisa dibilang bahwa Ahli Gizi tidak memiliki "banyak" pekerjaan? Ahli Gizi dibilang tidak penting?

"Kinar? Kamu kah itu?"

"Siapa itu?"

Hari sudah mulai gelap. Lorong rumah sakit mulai diterangi lampu neon yang seadanya. Letak Instalasi Gizi yang berada di sebelah dapur dan ruang penyimpanan bahan makanan memang berada sedikit di belakang bagian Rumah Sakit ini sehingga lingkungan sekitar dari ruangan yang ditempati Kinar saat ini nampak lebih gelap dan sepi. Kinar merasa ada yang memanggil namanya namun yang ia lihat hanya bayangan lelaki bertubuh tinggi berjalan menuju ke arahnya.

"Ini saya, Satria"

"Oh maaf mas Satria, saya sedikit takut kalau ada yang memanggil nama saya malam hari disini"

"Kau penakut ya?"

"Bukan seperti itu, hanya saja Instalasi Gizi cukup gelap dan sepi jadi saya harus waspada"

"Oh begitu. Kau masuk shift siang? Bukannya sudah waktunya pulang?"

"Iya ini saya akan pulang"

"Rumahmu dimana? Kalau kamu tidak membawa kendaraan mungkin saya bisa mengantarmu"

"Sepertinya saya dijemput oleh papa saya mas"

"Sudah kau hubungi beliau?"

"Belum"

"Yasudah kalau begitu bareng saya saja"

"Terima kasih mas"

Kinar POV

Jantung, tolong berdetaklah dengan biasa. Kalau mas Satria dengar aku bisa malu. Ini juga, kenapa pipi jadi panas? Apa jangan-jangan pipiku sudah merah seperti tomat mateng ya? Astaga, aku benar-benar tidak berani melihatmu mas.

Kinar POV end

Suasana di dalam mobil sedan hitam itu sangat canggung. Kinar terlalu malu walau hanya untuk sekedar menoleh ke arah Satria. Sedangkan Satria mungkin hanya fokus menyetir dan memang tidak banyak topik pembicaraan yang dapat ia kembangkan karena ia tidak pernah sedekat ini dengan Kinar.

Remember Me (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang