Rasa itu

15 4 0
                                    

    Setelah selesai, aku pun keluar rumah, ternyata Kazu sudah ada di depan rumah dengan membawa sepeda. "Kamu mau bawa sepeda?aku gak punya sepeda, lebih baik kita jalan saja" tanyaku, karena kulihat Kazu membawa sepeda.
"Jaraknya cukup jauh, lagi pula sepeda ini untuk 2 orang". Suara bariton itu keluar lagi dari bibirnya. Memang sih tempat duduk sepeda itu  untuk dua orang, kukira dia tak akan mengajakku.
Aku pun duduk di belakang dan mengayuh sepeda itu bersama Kazu.
Pipiku terasa panas saat kuingat bahwa sepeda ini adalah sepeda yang biasa digunakan untuk sepasang kekasih, dan kalau aku berkaca sepertinya merah sekali seperti kepiting rebus. "Ah apa sih yang aku pikirkan" ujarku.
"Hah, kau bicara apa? aku tak dengar". Kazu berkicau.
"Aku tidak bicara kok"dan hening lagi.
    Sesampainya di rumah bibi, aku memberikan kue buatan nenek pada bibi. Disana juga ada paman dan anaknya yang bernama Hito. Hito dulu sering diejek karena gendut, tapi sekarang Ia sangat berbeda sekali, tingginya pun tinggi pria idaman seperti aktor yang ada di tv.
"Yuka sini masuk, kita berbincang dulu, kamu kan baru bertemu lagi dengan kami setelah sekian lama" ajak bibiku karena memang aku baru ke sini setelah dewasa. "Maaf bi, tapi nenek sedang menjaga toko, tidak ada yang menemaninya. Sepertinya lain kali aku akan main ke sini" tolakku secara halus, karena aku ke sini kan tidak sendirian. "Yasudah, nanti kamu harus ke sini ya, jangan sampai tidak" ucap paman.
"Baik paman, sampai jumpa".

    Aku oun bersama Kazu pulang ke toko. Kami melewati sebuah taman
"Itu adalah taman Sumida. Tempat ini tersembunyi di bawah pohon dan seperti terabaikan, jadi kita harus hati-hati saat mencarinya" ucap Kazu seperti tahu apa yang sedang kupikirkan. Oh iya, aku kan pernah ke sini saat malam itu, pantas saja rasanya tidak asing.
Beruntung sekali, kami disambut oleh sakura yang sedang bermekaran karena sekarang sedang musim semi. Udara musim semi ini juga membuatku ingin terus-terusan di sini. Tapi, aku tidak bisa fokus merasakan keindahan ini, karena jantungku berdetak begitu cepatnya seperti sedang maraton. Ini karena ucapan lelaki itu. Aku tak tahu kenapa bisa seperti ini, padahal dia hanya berbicara saja.
Aku pun berusaha untuk menikmati karunia yang telah Tuhan berikan ini.
Kami pun melanjutkan perjalanan kami dengan mengayuh sepeda. Serasa sedang berkencan saja, pikirku. Sakura pun seakan mengiringi perjalanan kami hingga kami sampai di toko. Ah betapa indahnya.

Because You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang