Lepas

17 2 3
                                    


    Aku tahu benang merah yang ada dikelingking kita tidak akan terputus, tapi bisa saja menjadi rumit. Apakah kita bisa mendekatkannya? Apa benang merahmu yang tertaut bersamaku? 

"Hei aku pulang"

"Huuh lama banget sih, pantas saja ditinggal ya"

"Iya, kalau kita pergi ke Kyoto sudah sampai sepertinya"

"Yang penting kan pulang lagi". Ucapku sewot. Sudah kuduga, pasti mereka mencibirku lagi. Dua bersaudara ini memang mirip.

"Yasudah kita membuat dorayaki yuk?" Ucap Yumi akhirnya melerai.

"Kayak doraemon aja bikin dorayaki"

"Yuk ah Yum, daripada ladenin orang gak jelaa ini"

"Huh dasar"

    Akhirnya kami membuat dorayaki. Yumi yang lebih tahu cara membuatnya, jadi aku hanya menyiapkan barang yang dibutuhkan.

"Pertama-tama kita siapkan bahan-bahannya. Bahan-bahannya yaitu
2 butir telur, 80 gr gula, 1 sdm madu, 130 gr terigu, 1/2 sdt soda kue, 50 ml air".

"Langkah yang pertama kocok telur, gula, madu dengan hingga mengembang.
Lalu masukkan tepung dan soda kue. Aduk secukupnya. Agak kasar memang. Nanti akan menghalus setelah air masuk.
Kemudian Masukkan air. aduk lagi. diamkan 10menit. aduk lagi.
Tuang dengan sendok sayur ke wajan datar teflon Yang sudah dipanaskan. Bila sudah berpori, piggiran mulai mengering namun bagian tengah masih agak basah, balik. Panggang sebentar, angkat. Kira kira hasil bagian bawah setelah diangkat seperti ini.
Lihat, bagian tepi seperti bermadu, lengket. Nantinya menjadi "lem" setelah diisi.
Isi dengan isian favorit (saya pakai pasta kacang merah. Beli jadi di toko bahan kue).
Dan.. tekan tekan pinggirnya supaya menangkup"

 tekan tekan pinggirnya supaya menangkup"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

https://cookpad.com/id/resep/187529-dorayaki-tanpa-cetakan



"Oh gitu ya, biasanya kalau di Indonesia adanya martabak. Jadi ini makanannya doraemon ya"

"Masa sih makanan doraemon saja tidak tahu"

Hito sudah memulai peperangan sepertinya. Huh padahal kan aku hanya berkomentar saja.

"Yee, jadi aku tahu resepnya nih Yum"

"Nanti kita bikin kue yang lainnya juga"

"Yasudah, kita bawa dan santap"

    Ya. Dengan acara memasak ini setidaknya menghilangkan kegelisahanku tentang pertemuanku dengan seseorang yang rasanya tak asing. Setelah sekian lama aku berusaha menata hatiku, mengapa selalu ada saja halangannya. Dan pada hari ini seseorang yang kutemui seperti dia.
Aku masih saja terngiang-ngiang. Ah lebih baik cari udara segar saja.

"Antar aku yuk"

"Hah? Tumben mau ngomong, biasanya juga judes"

"Aku nanya salah, judes salah. Aku judes juga gara-gara siapa coba"

"Uh yasudah nona manis ini mau diantar ke mana?"

"Ke mana saja yang penting tempatnya indah"

"Yasudah kita ke sungai Sumida saja"

Kami pergi hanya berdua saja. Yumi menemani nenek di rumah. Aku pergi bersama Hito. Ya, pada saat seperti ini Hito adalah orang yang tepat untuk menghilangkan kegelisahanku. Walaupun ia tampaknya jahil sekali, tapi dia yang paling mengerti perasaanku tanpa aku harus mengucap.

"Tadi aku bertemu seseorang yang mirip dengannya"

"Hah siapa?"

"Jangan pura-pura deh ah"

"Yang mana? Kamu kan kebanyakan dianya"

"Siapa lagi sih"

"Oh Kazu ya"

"Tapi masih mirip, bukan Kazu. Tapi siluetnya. Aku masih ingat"

"Terus? Apalagi, kan cuma mirip"

Ah kadang seperti ini kalau bersama Hito. Walaupun berdua, dia tetap saja menjengkelkan. Saat ini dia tidak peka sekali.

"Kazu, bantu aku aduh perutku sudah membesar. Bawa ini ke mobil, sekalian check up ya sekarang"

Hah? Siapa itu? Seketika aku melihat ke belakang dan seorang wanita yang sedang mengandung. Tadi dia memanggil Kazu, tapi apakah itu Kazu yang ku kenal? Hah kenapa sih, padahal kan nama Kazu itu bukan hanya satu, ada ribuan mungkin nama Kazu di negeri Jepang ini.

"Terlihat jelas sekali ya, ada yang manggil Kazu langsung heboh"

"Apa sih, kebetulan lagi balik badan juga" ucapku ketus. Pasti Hito akan heboh sekali di rumah. Mulutnya seperti perempuan.

"Iya deh Hito juga mengerti kok" dengan ekspresi yang dibuat-buat.
Keheningan pun tercipta. Tidak seperti biasanya.

"Ini sudah setahun lebih loh Yuka. Masih belum rela? Dia kan hanya keluar kota, ya memang sih sulit untuk melepas. Kamu tahukan bahwa benang merah yang tertaut di kelingking kita tidak akan pernah terputus"

"Tapi apakah benang merah yang tertaut di jariku, menyambung pada benang merah yang tertaut padanya?"


Kita tidak akan tahu apa yang sedang Tuhan rencanakan. Sekalipun aku sudah berusaha untuk lupa akan dirinya, tetapi hati kecilku terus mencarinya. Bahkan dalam keadaan yang tak mungkin.

Because You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang