Dia

13 2 1
                                    

    Berawal dari hari itu, entah mengapa wajahku berseri-seri sehingga membuat nenek curiga.
"Aaahh sepertinya cucuku ini sedang merasakan sesuatu, dengan siapakah itu" ucap nenek menggodaku.
"Apa sih nek ada-ada saja". Tapi entah mengapa aku jadi malu begini, pipiku pun terasa panas.
"Ah sepertinya nenek tahu siapa.
Kazu adalah seorang muslim. Dia selalu menolong orang yang kesusahan, tapi sayangnya dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya karena ibunya tidak mampu membiayainya".
"Oh pantas saja, ah apa sih nenek, ah aku mau keluar dulu".
Sekian lama aku tinggal di Tokyo, aku baru tahu bahwa Kazu adalah orang yang sangat taat pada Tuhan, tidak sepertiku. Walaupun ia tinggal di lingkungan yang kurang mendukung seperti Indonesia, tapi itu tidak menjadikannya halangan untuk menjadi manusia yang taaat.
Aku malu pada diriku. Aku tak pernah mensyukuri nikmat yang telah ku dapatkan dari-Nya. Bahkan sampai hari ini aku belum menaati perintahnya yaitu perintah bagi seorang wanita muslim.

    Hari-hari kulalui dengan bersemangat. Aku tak tahu mengapa hatiku sangat bahagia saat bertemu Kazu, burung pun terus bernyanyi, daun-daun pun ikut bergoyang karena angin terus mengiringinya seperti tahu bagaimana perasaanku hari ini. Saat bertemu Kazu di toko, melihatnya bercengkrama dengan pelanggan wanita. Senyumnya yang indah seperti senyum sang mentari di pagi hari yang menyambut orang-orang setiap harinya. Perangainya dan apapun yang ada pada dirinya membuatku terus menatapnya. Ternyata nenek melihatku sedang menatap Kazu. Ah kenapa nenek lagi sih, pasti nenek menggodaku lagi.

 

    Semakin hari, hati ini terus merasakan kebahagian yang membuncah tak terkira. Padahal Kazu tidak melakukan hal yang luar biasa, padahal aku hanya bertemu lebih dari itu. Ah sebenarnya aku malu setiap bertemu dengannya. Aku berharap bisa bersamanya, bersama orang yang selalu ada disetiap aku membutuhkan. Mungkin ini terdengar seperti drama-drama di televisi, tapi ini nyata. Ketika aku tersesat, dia ada menuntunku. Saat aku ketakutan, dia yang menenangkanku. Tapi aku tahu, dia manusia yang begiti taat, bukan sepertiku. Bisakah aku bersamanya? Bolehkah aku berubah karenanya. Karena ingin bersamanya. Bolehkah aku berusaha agar terlihat baik di depannya. Apakah ini tidak terlalu berlebihan? Seharusnya aku tidak melakukan ini, kan? Jika dia mencintaiku aku tak perlu melakukan ini semua karenanya, bukankah Tuhan telah memberi kita jodoh disaat dahulu kala saat kita belum lahir? Tuhan telah menjanjikannya.
Tapi kenapa dengan bodohnya aku ingin berubah karenanya. Seharusnya aku berubah bukan karena ingin terlihat baik di depannya. Seharusnya aku tidak seperti ini.
Jika itu niatku, pasti perubahan itu tidak akan berdampak baik bagiku, niatku saja sudah salah. Aku memang harus berubah, tapi karena semata-mata hanya ingin mencari ridho-Nya. Ya, aku harus berubah karena Nya bukan dia. Aku seharusnya tidak sok tahu seperti ini. Siapa tahu dia bukan untukku, aku tidak boleh terjerumus. Aku tidak boleh terlena oleh itu, siapa tahu dia yang akan membuatku hancur. Ya, aku harus menjaga hatiku darinya, biarkan takdir mengalir bagaikan sungai nil yang terus mengikuti arah yang sudah semestinya.
    Walau pun ia yang telah membiarkan ketakutanku pergi, walau ia telah membuatku tersadar bahwa hidup itu harua kita syukuri, walau pun dia yang telah menjagaku tapi semua itu tidak menjamin bahwa ia yang akan bersamaku kelak nanti.
Aku tak yakin bisa lepas dari mencintainya, tapi aku akan berusaha untuk menyembunyikan perasaanku. Biarkan ia tidak tahu soal ini, biar Tuhanku saja yang tahu, biarlah rasaku ini hanya Tuhan yang tahu. Walau pun suatu hari nanti aku tak bersamanya, aku tak akan terlalu kecewa,aku akan menyembunyikannya.

Love is letting go of fears~

Because You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang