Invalidite | 1

1.4M 65.6K 4.7K
                                    

Dewa tidak takut jika harus mematahkan tulang leher di dalam cengkramannya ini.

Menghembuskan asap rokoknya ke udara, Dewa menilik malas pada wajah ketakutan cowok itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menghembuskan asap rokoknya ke udara, Dewa menilik malas pada wajah ketakutan cowok itu.

"Lo mau matiin anak orang besok-besok aja deh, Wa." sela Gerka, sahabatnya. "Udah ditunggu sama yang lain di Studio."

Bukannya berhenti, Dewa malah mengencangkan cengkramannya di leher Bobby. Cowok berkacamata itu pucat pasi sambil menahan jari yang mencekat napasnya.

"Ma-af," ucap Bobby terbata. "Biar aku ganti," sambil melirik ke arah baju hitam Dewa yang sukses terlumuri cat air.

Dewa membuang puntung rokoknya ke sembarang arah. "Lo pikir gue gak sanggup beli baju?"

Hanya Dewa, yang bisa bicara sesantai dan sedatar itu namun terdengar mengerikan oleh lawan bicaranya.

Gerka yang tahu jika Dewa tidak ingin berhenti sebelum selesai mendesah pasrah dan menunggu cowok itu selesai melampiaskan amarah.

Dewa menarik tulang leher Bobby ke atas. Membuat cowok itu harus berjinjit untuk mendapat pasokan oksigen. Satu kakinya mengais kanvas milik Bobby di lantai. Menginjaknya hingga berlubang.

Dari seluruh pasang mata yang menonton, tidak ada satupun yang berani menolong.

Hanya ada dua pilihan jika sudah berurusan dengan Dewa Pradipta. Keluar dari kampus ini, atau bersedia menjadi tumbal amarah cowok itu selama sepekan.

Dewa masih menikmati ketakutan Bobby, ketika kakinya di pukul sesuatu benda padat. Menariknya menunduk turun memperhatikan.

"Kamu kalo mau jadi penjahat jangan disini, deh."

Suara jernih itu milik dari sepasang mata bulat yang tengah menatapnya sinis dari balik kacamata berbingkai hitam. "Turunin dia."

Dewa mengernyitkan dahi. Menatap wanita di hadapannya dari ujung kepala sampai kaki. Membuatnya tanpa sadar melepaskan Bobby yang kini terduduk dengan memegangi dada.

Gerka yang berada tidak jauh mengulum senyum. "Iya, Wa. Dengerin tuh." yang tidak diacuhkan oleh Dewa.

"Kalian itu masih muda, sehat, gak kurang apa-apa, harusnya ngelakuin hal yang berguna buat orang lain," seperti tidak terpengaruh oleh tatapan tajam Dewa, wanita itu justru merogoh tas kain denim kubas dan mengeluarkan selembar kertas.

"Daripada gangguin, mending nolongin orang," wanita itu menyodorkan selebaran penggalangan dana untuk anak yatim piatu ke arah Dewa. "Disini tenaga kamu pasti dibutuhin banget."

Dewa masih diam tidak bereaksi. "Ini ambil," wanita itu tersenyum lalu menyelipkannya di kepalan keras tangan Dewa. "Jangan malu-malu. Ajakin temen-temen kamu yang lain juga ya."

Wanita itu mengajak ngobrol Bobby sesaat. Menanyakan keadaannya dengan perhatian yang tidak dibuat-buat, sebelum berbalik menjauh.

Dewa menatap selebaran berkualitas jelek di tangannya. Membaca sebuah nama di bagian bawah.

Pelita Senja.

Matanya kemudian beralih menatap punggung kecil wanita berkepang itu. Meski langkahnya tertatih dengan dua tongkat menopang tubuh, namun wajah wanita itu tetap tersenyum ceria ke arah semua orang yang di laluinya.

Dewa mendengus.

Siapa sebenarnya yang harus ditolong disini?

***

Cek cek... 😆

Gimana? Lanjut gak nih?

Faradita
Penulis amatir berjari lentik

FaraditaPenulis amatir berjari lentik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow instagram mereka yaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow instagram mereka yaaa





Invalidite [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang