Invalidite | 10

502K 39.9K 4.1K
                                    

Even with your hands free, you can't get away from me.

- Dewa Pradipta -

Kilatan lampu terakhir adalah hal yang sudah Dewa tunggu sedari tadi. Tangannya masih memegang kamera, namun matanya terpusat ke arah meja panjang di tengah ruang yang kosong.

Berbagai sapaan serta godaan dari model yang melaluinya diabaikan begitu saja. Entah kenapa hal itu membuat Dewa risih, sampai sisi wajahnya di dorong hingga kepalanya terhuyung ke samping.

"Nyari siapa, tai?" Ujar Rendi. "Yang ramah dikit bisa kali sama model. Mereka semua bagian tim juga,"

"Lo bisa nyari model yang rada bener dikit gak? Yang kalo selesai kerja gini gak pake modus-modus ke gue,"

Rendi terkekeh. "Siapa sih yang gak mau jadi modelnya Dewa Pradipta. Asal lo tai, mereka semua mohon-mohon ke gue. Ada tuh yang rela gak dibayar. Apalagi si Siska noh, gue dapet hape dari dia hahaha... "

"Emang dia yang gue maksud. Usahain jangan pake Siska lagi jadi model, gue eneg liatnya." Dewa beranjak ke arah meja, membereskan kamera. "Kalo lo masih suka manfaatin keadaan, gue potong gaji lo."

"Selow elah. lagian bentaran amat enegnya.. udah berapa kali emang ama Siska? Ahyaa!" Rendi menjentikkan jari seolah teringat sesuatu. "Sekarang udah ada yang lebih menarik sih ya. Mana, mana tuh anaknya? Gue tadi liat dia di..."

"Dimana?" Sahut Dewa terpancing.

"Wuutt nyambar," Rendi tergelak. Ia memberi instruksi pada semua model masuk ke ruang ganti lalu kembali menghadap Dewa. "Pertanyaan gue, kenapa lo nyuruh dia kesini?"

"Gue lagi ada taruhan kalo lo lupa."

Rendi menganggukkan kepala sembari mengusap dagu. "Keliatannya gak berjalan lancar pedekatenya sampe harus pamer segala. Apa emang sepolos itu?"

Dewa enggan mengakui itu di hadapan Rendi. Dan ia merutuk dalam hati kenapa tebakan Rendi haruslah benar.

"Tai kuda, lo." sahut Dewa yang kesal, membuat Rendi tertawa sambil memegangi perut.

"Duit kemaren buat apa, Wa?"

"Kenapa juga gue harus laporan kalo make duit?"

"Eh, taruhan kita itu buat bikin Pelita suka sama lo dari hati, ya. Gak masuk itungan kalo lo duitin dia,"

"Dia bukan cewek mata duitan, Ren."

Rendi mendengarkan dengan seringai di wajahnya. Dewa menghela napas. "Udah lo gak usah kepoin gue. Liat aja hasilnya entar."

Rendi semakin tergelak. "Kok gue udah bisa nyium bau-bau mobil baru gitu yah. Keknya gue harus mulai milih warna keren, deh. Jenis sport bagus kali ya, Wa."

"Harusnya lo yang siap-siap nguras tabungan. Gue gak pernah gagal. Mau itu cewek setolol Pelita, pasti bisa gue dapetin."

"Gue kemaren sempet ngira lo tertarik beneran sama Pelita ini," ujar Rendi mengusap dagu menilai. Karena sejak tadi Dewa bicara tanpa memandangnya dan masih sibuk merapikan kamera.

Dewa mendengus, jengkel akan pembicaraan ini. "Pelita cuma objek taruhan kita. Gak lebih. Gak akan pernah ada rasa sedikitpun dari gue buat cewek bego kayak dia. Kita mainin dia buat seneng-seneng, kan? Kalo gitu jangan bikin kesenangannya ilang. Lagian, dia udah terikat sama gue karena utang. Tinggal nunggu waktu sampai dia makin gak bisa lepas dari gue. Setelah itu, gue tinggalin."

"Wah-wah-wah... Parah." Rendi menggelengkan kepalanya. "Mau sampe mana emang ngiketnya?"

Bertepatan dengan itu, Pelita datang bersama Gerka dari arah pintu masuk. Gerka membawa dua kantung belanjaaan.

Invalidite [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang