Everybody has a nightmare, even when eyes open.
-Pelita Senja-
Sedikit sekali kesadaran yang didapatkan Pelita saat ini. Ia hanya berharap lampu segera menyala sehingga pengap dari gelap di sekelilingnya tidak lagi terasa.
Lengan baju kaus dari cowok di depannya yang ia renggut tiba-tiba menyentak menjauh. Kemudian kedua pipi Pelita dirangkum oleh telapak tangan yang besar. Menyebarkan hangat seketika.
"Bernapas... " tuntun suara itu rendah. Dengan tubuh yang keseluruhannya menggigil, Pelita menarik napas dan menghembuskannya bergetar.
Perlahan, napasnya mulai teratur meski cengkraman Pelita di lengan Dewa masih erat. Ponsel yang terjatuh terbalik membuat sorot lampu menyinari langit-langit. Tidak banyak mengenai mereka.
Keduanya berdiam diri dalam gelap. Tanpa bergerak dan hanya diiringi tarikan napas berat Pelita.
Tiba-tiba retina matanya dihantam sinar terang ketika lampu kembali menyala. Pelita gelagapan menatap sekitar, seolah memastikan tempatnya berada masihlah sama.
"Lo mau ngerobek baju gue?"
Pertanyaan itu membuat Pelita menatap ke depan. Dalam jarak yang begitu dekat, ia duduk di pangkuan Dewa mencengkram kuat baju kaus cowok itu. Berhadapan langsung dengan dua mata tajam yang menjurus tepat ke arahnya.
"Dewa!" Panggil Pelita melepaskan cengkraman. Masih tersisa syok akibat kegelapan. "Tadi disini mati lampu. Gelap banget,"
Dewa memutar bola matanya. "Lo pikir gue buta?"
Rupanya, Pelita masih ingin bercerita. "Tadi aku denger ada suara di luar. Tapi pas di cek gak ada orangnya. Abis itu langsung gelap total sampe gak keliatan apa-apa. Aku sampai jatohin tongkat sangking kagetnya. Aku gak suka gelap. Gak bisa napas,"
Dewa mendorong Pelita turun dari pangkuannya. "Ngapain lo masih disini?" Ia lalu berjalan menggeser tongkat Pelita dengan kakinya.
"Kata kamu mau belajar disini," setelah meraih tongkat dan berdiri sempurna, Pelita menatap Dewa dengan senyum geli. "Nakutin banget tadi,"
"Lo takut tapi senyum-senyum."
"Kan sekarang udah gak takut lagi," Sahut Pelita riang. "Kamu yakin mau belajar sekarang?,"
"Gila aja belajar malem-malem gini."
"Aku pikir kamu udah biasa, makanya ngajakinnya malem. Karena kata Pak Brata kamu susah banget buat belajar, denger janji kamu tadi siang bikin aku semangat dan yakin." Pelita tersenyum. "Lain kali mau lagi ya? Tapi gausah sekarang. Nanti lampunya mati lagi."
Dewa mendengus. Tidak mengerti sama sekali dengan jalan pikiran Pelita. Tanpa menjawab ia kemudian berlalu menuju pintu setelah memungut ponselnya. Tentu saja Pelita langsung mengejarnya.
Sesampainya di parkiran, Dewa tidak lagi mendengar ketukan tongkat di belakangnya. Membuatnya berbalik dan menemukan Pelita berdiri kebingungan.
Mendapat tatapan berkerut dari Dewa, Pelita segera tersenyum sumringah dan melambaikan tangannya. "Dadah Dewa, hati-hati dijalan."
Malam semakin larut dan sudah jarang sekali ada angkutan umum yang lewat. Pelita hanya berharap masih ada satu saja yang tersisa untuknya pulang.
Bukannya kembali melangkah menuju mobil, Dewa malah menghampirinya. Dengan satu tangan masih tenggelam di saku, Dewa menarik Pelita hingga cewek itu tergopoh mengikuti.
Dewa membuka pintu penumpang yang seketika membuat Pelita menatap cowok itu sumringah. "Bisa baik juga ya. Hebat!!" Ucapnya mengacungkan dua jempol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invalidite [Completed]
Romance(Sudah diterbitkan - Tersedia di toko buku) #1 in Romance, 10 Januari 2018 Dewa Pradipta adalah 'dewa' dari segala keburukan. Sebut saja, berkelahi, mabuk-mabukan, dan mempermainkan wanita. Berbekal nama terpandang dan kekayaan yang mengikutiny...