Hey, you little shit, stop being so cute.
- Dewa Pradipta -
Mungkin menjadi hal yang begitu langka, atau teramat sangat tidak biasa, menemukan seorang Dewa Pradipta tengah duduk di salah satu kursi kelas bersama para mahasiswa lainnya.
Yang lebih mustahil lagi adalah, ketika cowok itu mengulurkan tangan dan menerima kertas polos berlogo kampus, dengan wajah malasnya. Padahal assisten dosen itu sudah menelan ludah beberapa kali, takut jika kertas itu berakhir tergumpal dan terlempar untuknya.
Bagi Dewa, tidak perlu waktu lama untuknya mengisi kertas itu dengan jawaban. Bahkan ia tidak perlu berpikir keras.
Pada dua puluh lima menit pertama ujian dimulai, Dewa menjadi mahasiswa pertama yang mengumpulkan kertasnya.
Tanpa mempedulikan puluhan pasang mata yang menilik ke arahnya, Dewa beranjak menuju pintu keluar dengan menenteng tas berisi kameta sambil menguap.
Dewa masih sangat mengantuk. Kalau bukan karena Pelita yang memaksanya berjanji untuk mengikuti ujian semester ini, Dewa pasti masih tidur sekarang.
Lorong itu masih sepi. Dari arah yang berlawanan ia melihat sosok yang tak asing sedang menuju ke arahnya. Wajah penuh emosi itu disambut Dewa dengan seringaian yang memudarkan kantuknya.
Tepat ketika langkah mereka berpapasan, sebuah tangan mencengkram bahunya dan mendorong Dewa ke dinding.
Dewa tertawa. Meremehkan.
"Gue mungkin gak tau pasti apa alasan lo ngedeketin Pelita, tapi apapun itu, gue yakin lo cuma bakal nyakitin dia!"
Dewa mengerutkan dahinya. "Hmm... Jadi?"
Gilvy mencengkram jaket Dewa. "Jauhin. Dia." Ucapnya dengan intonasi rendah. Berusaha menekankan maksudnya namun bagi Dewa itu terdengar malah terdengar lucu.
"Gabosen lo ngomong itu mulu?"
"Lo sendiri yang bilang kalo Pelita bukan tipe lo, kenapa sekarang malah jadi ganggu dia?!"
"Kayaknya itu bukan urusan lo," Dewa terkekeh. "Lo takut kalah dari gue buat dapetin Pelita? Makanya lo jadi tiba-tiba nembak dia,"
Gilvy membelalak. Ia tidak menyangka jika Pelita bahkan menceritakan hal itu pada Dewa.
Dewa kemudiqn menghentakkan cengkraman Gilvy dan maju selangkah. "Iya. Gue emang ngedeketin Pelita buat nyakitin lo, Gil. Biar sekali-kali lo tau rasanya kekalahan. Selama ini gue selalu diem, biarin lo jadi cucu idaman karena gue gak peduli lagi sama keluarga itu. Tapi sekarang udah beda urusannya. Siapin diri lo buat kalah. Bukan cuma soal kepercayaan kakek, tapi juga saat Pelita lebih milih gue daripada lo."
Gilvy mengeram. "Gue gak pernah berusaha buat ngambil perhatian Kakek dari lo! Lo yang selama ini ngejauh dan bikin Kakek kecewa."
Dewa mendorong bahu Gilvy. "Gak usah ngomongin soal kecewa sama gue. Mungkin kita harus kembali pada kenyataan 'siapa yang lebih berhak' disini. Langgawan gak akan pernah menjadi Pradipta. Meski kalian bermimpi seribu tahun, itu gak bakal terjadi selama gue masih ada." Dewa melepaskan cengkraman Gilvy. "Jadi, Orang Luar, minggir."
Dewa mendorong bahu Gilvy dan berlalu menuju gedung seni. Usaha Sepupu Sempurnanya itu hanya mengipasi keinginannya untuk segera menghancurkan Gilvy Langgawan. Lewat Pelita.
***
"What the fu--" kalimat itu terbenam oleh tangan Pelita yang menutup mulut Dewa.
"Disini banyak anak kecil. Jangan nyontohin yang ga bagus. Mereka bisa aja denger terus ngikutin cara ngomong kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Invalidite [Completed]
Romance(Sudah diterbitkan - Tersedia di toko buku) #1 in Romance, 10 Januari 2018 Dewa Pradipta adalah 'dewa' dari segala keburukan. Sebut saja, berkelahi, mabuk-mabukan, dan mempermainkan wanita. Berbekal nama terpandang dan kekayaan yang mengikutiny...