"You're my favorite place to go to when my mind searches for peace."
- Dewa Pradipta -
"Oke, disini udah gak terlalu berisik. Gue bakal langsung ke inti," ujar Kris berdiri di antara ketiga laki-laki yang sudah duduk di sofa mengelilinginya. "Gue, seperti yang lo semua tau, suka banget sama konsep baru kita. Karena Pelita bawa 'wajah' baru buat brand gue. Dan manajemen yang lain juga sependapat. Jadi, buat next projek nanti kami mutusin cuma pake satu model doang,"
"Pelita?" Tanya Dewa menaikkan alis.
"Siapa lagi?" Kris mengibaskan selendangnya. "Ini gebrakan baru di dunia model. Bahkan, gue mau semua orang tau kalo Pelita pake tongkat. Lo tau kan maksud gue? Sesi pemotretan dimana Pelita gak harus menutupi kekurangannya."
Jika Gerka dan Rendi tampak antusias dengan usulan itu, Dewa justru terdiam.
"Sebelum lo nolak dan ngajak gue adu mulut," potong Kris dengan telunjuk lentiknya ke arah Dewa. "Manajemen juga memasukkan Pelita ke dalam list model yang akan mengikuti fashion show perdana kami."
"Aseli, sedaaap kan kata gue. A-nya tiga..." celetuk Gerka.
"Siyap, Kris!" Rendi membuat posisi gerakan hormat. "Kapan, tuh? Biar kita bisa siapin Pelita."
"Tanggal belum terbit. Gue kabarin secepatnya kalo udah fix," Kris yang menyadari keterdiaman Dewa lalu bertanya. "Gimana, Wa?"
Dewa mengendikkan bahunya. "Gue ngomong ke Pelita dulu. Baru ngasih jawaban ke lo."
Kris menerima dengan mengangguk, tak keberatan dengan itu. Begitu pula dengan Rendi dan Gerka, mereka mulai membahas konsep selanjutnya yang dijanjikan kris.
Dewa masih diam dengan pikirannya saat tiba-tiba saja suara musik di luar berhenti. Lalu digantikan dengan suara ribut terdengar.
"Apaan tuh? Ada maling di rumah lo, Ger?"
Dewa tau perasaan tidak nyamannya sejak masuk tadi berarti sesuatu. Oleh karenanya, ia langsung berdiri dan berlari keluar. Apa yang ia lihat pertama kali adalah semua orang berteriak di pinggir kolam. Meneriakkan nama gadisnya.
"Wah-wah, ngamuk dah tai."
"Sinting!"
Mungkin hanya umpatan Rendi dan Gerka itulah yang masih tertangkap oleh telinganya, karena Dewa sudah lebih dulu berlari secepat yang ia bisa lalu melompat ke dalam kolam.
Berat air memperlambat geraknya. Namun Dewa bersikeras melawan, berenang lurus menuju tubuh yang sudah tidak bergerak itu. Ia ingin secepatnya meraih Pelita. Tidak dipedulikan lagi dadanya yang sakit karena menghempas air terlalu keras tanpa persiapan menarik napas yang dalam terlebih dulu.
Gadisnya tidak boleh kenapa-napa.
Semuanya kabur, tapi Dewa berhasil meraih tangan Pelita yang dingin, kemudian membawanya berenang naik ke permukaan. Udara yang ia hirup panjang, tak jua melenyapkan kecemasan. Matanya perih karena tidak bisa menghapus air kolam dari wajah. Ia tidak ingin melepaskan Pelita.
Dewa menyadari Gerka juga masuk ke dalam air. Keduanya pun menyangga tubuh Pelita yang tak sadarkan diri itu ke tepi kolam. Di bantu Rendi, mereka bertiga membawa Pelita berbaring di permukaan kering.
Suara berdengung dari orang-orang di sekitarnya. Tidak jelas mengatakan apa. Gerka masih mengatur napas. Rendi panik memanggil bantuan. Tika sibuk menutupi tubuh Pelita dengan handuk. Semua orang ribut.
Tapi Dewa hanya fokus pada satu titik. Gadisnya. Yang tengah menutup mata. Cowok itu berlutut di samping kepala Pelita.
"Ta," Dewa menyentuh kedua pipi pucat yang tidak berseri lagi itu. "Pelita,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Invalidite [Completed]
Romance(Sudah diterbitkan - Tersedia di toko buku) #1 in Romance, 10 Januari 2018 Dewa Pradipta adalah 'dewa' dari segala keburukan. Sebut saja, berkelahi, mabuk-mabukan, dan mempermainkan wanita. Berbekal nama terpandang dan kekayaan yang mengikutiny...