(12) The Night

38.3K 1.3K 23
                                    

Lembur lagi!

Terhitung sudah satu minggu keadaan kantor benar-benar acak-acakan. Bahkan aku sempat sulit membedakan antara kantor ataupun terminal saking padatnya orang berlalu-lalang.

Semua itu karena proyek anniversary perusahaan yang ke tiga puluh empat. Persiapan acara ini yang membuatku benar-benar kelelahan hingga sering pulang larut. Bukan hanya aku sebenarnya, semua lapisan jabatan di kantor pun ikut terkena imbasnya mulai dari OB hingga direktur tentunya. Untung saja acara itu dapat berjalan dengan sukses hari ini.

Dari sekian rasa kesal dan frustasi yang bercampur karena kelelahan terselip sedikit rasa syukur, rasa syukur karena dengan padatnya jadwalku aku dapat menghindari waktu untuk berdua dengan Athur.
Athur yang sudah seminggu ini berubah menjadi Athur yang tidak ku kenali, benar-benar berbeda dengan sosok yang dengan gilanya melamarku waktu itu.

Masih aku ingat saat lima hari yang lalu ia mengajakku atau lebih tepatnya menyeretku untuk pergi ke dokter kandungan. Aku sempat bingung awalnya dan tepat saat ia berucap pergi ke dokter kandungan untuk meminta resep supaya datang bulan ku dipercepat saat itu pula aku ingin membenturkan kepala nya ke tembok terdekat supaya pikiran-pikiran absurd nya itu dapat segera lenyap!

"Ingat Vey ia suamimu sekarang" ujar batinku mengingatkan.

"Ya... ya.. aku tahu bocah aneh itu suamiku. Tolong jangan beri penekanan lagi!!" Balas pikiranku tak mau kalah.

Sebenarnya dimana letak salahku?

Bukankan memang sudah kodratnya semua keturunan hawa akan mengalami yang namanya datang bulan? Kenapa ia harus se histeris itu saat tahu aku sedang dalam periode ku?

Ck, apa dia tidak pernah menemukan wanita yang sedang datang bulan sebelumnya?

Sudahlah!

Jika memikirkannya membuat rasa lelahku bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya.

Lelah dengan pemikiran tentang sikap Athur yang berubah menjadi dingin semenjak malam itu, mulai kulangkahklan kaki yang terasa berat ini memasuki rumah.

Gelap?

Meraba-raba mulai ku hidupkan lampu dengan menekan sakelar yang terletak dekat pintu masuk. Kutelusuri ruang tamu melalui pandangan dengan mata menyipit menyesuaikan kemampuan mata melihat di situasi perubahan cahaya dari gelap ke terang yang tiba-tiba.

Kosong?

Bukankah jam segini Athur biasanya sedang duduk memegang stik PS nya dengan di temani cemilan kue bawang kesukaannya? Ingat saat aku memarahinya ketika pulang kerja dan melihat remahan kue bawang yang berserakan di atas karpet. Saat itu ia hanya memandangku datar dan langsung membersihkannya tanpa membalas kataku, tampak sekali jika ia masih marah.

Ah, mungkin ia sedang tidur. Minggu ini ia juga kelihatan sibuk dengan kuliahnya.

Kulangkahkan kaki mulai menaiki anak tanga yang malam ini terasa lebih banyak dari biasanya. Mungkin karena efek lelah yang membuatku seakan melebay-lebay kan suasana.

Saat sudah sampai di depan pintu kamar langsung saja kubuka pintu dengan menunduk setelah mendengar nada sms dari handphone ku.

Temui aku di kafe biasa besok pagi, aku ingin cerita sesuatu - Arini

Apa yang ingin anak itu bicarakan?

Entahlah, pasti penting karena Arini bukanlah tipe orang yang akan meminta bertemu lewat sms jika tidak penting.

Ku masukan lagi handphone ke dalam tas tanganku dan mulai mendongak.

Seketika aku terkejut dengan pemandangan di depan sana. Suasana kamar telah berubah dari semenjak aku meninggalkannya pagi tadi. Ada puluhan lilin berukuran sedang yang menghiasi lantai membentuk tiga huruf A & V? Lampu kamar dimatikan jadi hanya dari cahaya lilin penerangan ini berasal. Di ujung sana nampak Athur dengan balutan kaos polo hitamnya terlihat tersenyum.

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang