(5) Si Calon Suami

38K 1.6K 13
                                    

Athur POV

Kupandangi sosok manis yang tertidur pulas di pundak sambil mengapit lenganku nyaman.

Cantik.
Tidak, lebih dari kata sederhana itu.
Jika ada kata yang lebih dari kata "cantik" itu maka aku tidak akan ragu untuk menggunakannya.

Gombal?

Jika kalian pikir aku sedang berkata gombal maka aku akan menyarankan kalian untuk berada di posisiku saat ini dan mengamati wajahnya. Aku yakin kalian akan sependapat denganku tampa berpikir dua atau tiga kali.

Melihat wajah damainya, mendengar dengkuran halus yang keluar dari bibir indahnya dan merasakan keberadaanya sedekat ini membuatku harus menggunakan tenaga ekstra untuk mencegah tangan dan bibir yang nakal ini menyentuhnya.
Kalian berpikir aku mesum? Hey aku laki-laki normal berusia 19 tahun, wajar saja jika aku merasakan sensasi itu!

"Mas, kita sudah sampai tujuan" ujar seorang supir dari arah mungka mengalihkan pandangan ku dari sosok manis calon isteriku. Baik aku akan mengatakannya sekali lagi. Calon ISTRI KU! Sengaja aku berikan penekanan di sana agar kalian mengerti, wanita cantik ini adalah calon istriku. Milikku. Hanya aku!

Aku posesif ? Ya aku akui itu. Bukankah sikap posesif itu penting untuk melindungi hal yang berharga bagi kita? So posesif its okay sepanjang tidak menyakiti pasangan.

Kuperhatikan lagi wajah damainya, agak tidak tega rasanya jika harus mengganggu tidur nyenyaknya. Aku tahu ia pasti lelah, perjalanan Jakarta-Kerinci bukanlah perjalanan singkat. Pasti melelahkan. Tapi aku harus membangunkan nya supaya ia bisa beristirahat di rumah nenek. Udara dingin di kerinci akan membuatnya demam jika terus seperti ini.

"Vey" panggilku pelan.

"Vey~"

"Veyrine bangun" panggilku lebih keras dengan mengguncangkan badannya lembut. Kenapa lembut? Jelas karena aku tak ingin menyakitinya. Menyakiti ibu dari anak-anakku kelak? Tentu saja aku tak mau!

"Hey cantik, bangun" ulangku lagi.

"Veyrine masih ngantuk ma,-lima menit lagi" balasnya tanpa mau membuka mata. Se lelah itu kah?

Apa yang lima menit sayang. Kau akan deman jika terus di terpa suhu sedingin ini.

"Bangun atau aku cium" niatku hanya menakut-nakutinya sambil terus menghapus jarak pemisah diantara kami.

"Satu." Mulai ku hitung agar lebih menakutinya.

"Dua" semakin dekat~

"Tiii~" dengan jarak sedekat ini aku dapat merasakan hembusan napasnya yang beraroma strobery dan memperhatikan tekstur lembab bibirnya yang aku yakin alami.

Shit!

Aku hilang kendali!!

Persetan dengan lokasi yang tidak strategis, toh supir yang mengantar kami sedang turun untuk mengeluarkan barang. Jadi hanya aku dan Tuhan yang tahu. Tuhan tolong izinkan aku untuk mencicip sedikit saja, aku janji sebulan lagi akan aku tebus dengan ijab yang lantang di depan penghulu dan para saksi.

Semakin ku perpendek jarak yang memang sudah pendek.

Saat sudah semakin dekat mulai ku tutup kedua mata untuk lebih menikmati sensasinya. Menurut artikel yang pernah ku baca sensasi rasa yang akan didapatkan akan berlipat ganda saat melakukannya dengan mata tertutup!

"Okay Athur, kau akan kehilangan ciuman pertamamu setelah ini" suara batinku ikut girang.

.

.

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang