Athur hampir saja melemparkan benda kotak yang tak henti-hentinya menerornya seminggu ini. Dering dari ponsel itu bahkan sudah ia matikan tapi tetap seja masih mengganggunya. Sebisa mungkin lelaki itu menahan amarahnya namun ternyata tak berhasil. Sudah satu minggu dan selama itu pula Bella tampak tak menyerah.
Puluhan panggilan, pesan dan chat tak henti-hentinya muncul di ponselnya dengan pengirim yang sama. Bella.
Argh!
Athur merasa kesal luar biasa, ingin rasanya ia mendatangi Bella dan menanyakan siapa sebenarnya ayah dari bayi yang wanita itu kandung. Sebuah bogem mentah ingin ia layangkan ke lelaki tak bertanggung jawab itu.
Athur menyayangi Bella, lebih dari sekedar teman biasa. Bella sudah tumbuh bersamanya sejak mereka kecil, menghabiskan waktu memanjat pohon hingga bolos bersama saat mereka beranjak remaja. Dan kini semua yang di alami Bella secara tak langsung cukup mengganggu ketenangannya.
Athur tak mungkin menyalahkan Bella akan semua yang terjadi. Ia memahami Bella lebih dari siapapun. Bella tak mungkin melakukan hal di luar nalar tanpa sebab yang jelas.
Athur mengusap muka frustasi, ia benar-benar tak dapat mencerna penjelasan dosen sejak tadi. Mata kulih akan berakhir lima menit lagi tetapi semuanya terasa begitu lama. Lima menit yang terasa bagai lima tahun.
"Oke sampai di sini penjelasan dari saya. Ada pertanyaan?"
Seperti biasa, tak satupun mahasiswa yang mengacungkan tangan untuk bertanya. Semuanya begitu kompak untuk cepat mengakhiri mata kuliah paling membosankan di semester ini.
"Jika tak ada pertanyaan, perkuliahan saya tutup sampai di sini. Jangan lupa, minggu depan kita lanjut diskusi dengan pemateri dari kelompok empat dan kelompok enam sebagai pembahas. Sekian terimakasih."
Satu persatu mahasiswa mulai keluar kelas, sementara Athur tak beranjak sedikitpun. Ia menimbang apa yang sebaiknya ia lakukan? Semua kekacauan ini benar-benar tak bisa di biarkan, secepatnya harus segera di selesaikan.
Athur menggetikkan pesan singkat dan mengirimkannya kepada Bella. Ia harus menemui wanita itu, harus.
###
"Temui aku di kafe depan, ada yang ingin aku bicarakan."
Veyrine membaca kembali pesan dari nomor yang tak ia kenal. Pesan yang membuat perasaan Veyrine tak tenang. Seakan ada kejadian buruk yang akan terjadi sebentar lagi. Veyrine berpikir untuk mengacuhkan pesan itu tetapi ia menjadi ragu saat melihat pesan kedua yang mengatakan bahwa semua ini berhubungan dengan Athur. Ada apa sebenarnya?
Veyrine merasa ada yang tak beres. Sikap Athur berubah akhir-akhir ini. Lelaki itu tampak lebih pendiam. Bahkan sikap mesum yang sudah mendarah daging benar-benar tak tampak. Tentu saja semua itu membuatnya semakin bingung. Apa semua ini berhubungan dengan kedatangan Bella beberapa hari yang lalu?
Veyrine sudah berulangkali bertanya apa yang terjadi tetapi selalu saja Athur mengatakan ia tak apa lalu berusaha mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Selalu begitu hingga akhirnya Veyrine lelah dan memutuskan untuk menunggu hingga Athur siap untuk bercerita.
Ting.
Veyrine membuka kembali pesan baru dari nomor yang sama. Pesan dengan isi peringatan agar datang. Veyrine tak berniat membalasnya tetapi ia telah membuat keputusan untuk datang. Ia akan menghadapinya apapun itu. Jika berhubungan dengan Athur maka ia akan melakukan apapun. Athur miliknya, ia akan berusaha untuk membuat Athur tetap menjadi miliknya.
###
Jarum detik terus berdenting dari jam tangan yang wanita itu gunakan. Lima menit telah berlalu namun tak ada satupun yang berniat untuk memecah keheningan yang sejak tadi tercipta.
"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan? Kita nggak akan menghabiskan waktu untuk berdiam terus seperti ini kan?" Tanya Veyrine. Veyrine sempat keget saat melihat siapa yang sudah menunggunya di meja tempat ia membuat janji dengan nomor tanpa nama kemarin. Saat melihat Bella yang duduk disana membuat perasaan Veyrine semakin tak enak.
Mereka sudah melewatkan beberapa menit dengan sia-sia. Hal itu membuat Veyrine kehabisan kesabarannya, ia terlalu lelah akhir-akhir ini dengan segudang kegiatan yang harus ia lakukan, ditambah lagi menghadapi kelakuan aneh Athur yang memperparah keadaan beberapa hari ini.
"Bella?" Panggil Veyrine lagi saat tak mendapatkan balasan dari lawan bicaranya.
Veyrine semakin kesal, dengan sekali gerakan ia berdiri hendak beranjak namun Bella mencoba mencegahnya dengan menarik pergelangan Veyrine hingga ia terduduk kembali.
"Jadi bisa kamu katakan sekarang? Aku benar-benar tak ada waktu untuk berdiam terus seperti ini."
Veyrine menghembuskan napasnya kasar. Ia benar-benar tak sabar. "Aku akan pergi kalau kamu nggak ngomong juga." Ujar Veyrine.
"Sepertinya aku benar-benar membuang waktu di sini. Aku per.."
"Aku hamil." Ujar Bella lantang. Sebuah berita yang membuat Veyrine kaget. Tentu saja ia merasa begitu karna selama ini yang ia tahu Bella merupakan wanita single, ia belum menikah. Itu yang Veyrine ketahui.
"Oh selamat. Lalu, apa hubungannya denganku? Seharusnya kamu menyampaikan berita ini ke keluarga mu. Mereka yang berhak tau." Ujar Veyrine.
"Ini anak Athur."
Dan tiga kata itu berhasil membungkam Veyrine. Detak jantungnya terasa berhenti seketika. Veyrine merasa ada yang terkoyak lebar merobek hatinya. Tak berdarah tapi kenapa terasa begitu menyakitkan?
"Aku meminta Athur untuk menikahiku kemarin. Athur tak menjawab, ia memintaku untuk menanyakan langsung kepadamu. Jika saat ini kau berkata iya dan menandatangani surat persetujuan di madu, aku dan Athur akan bisa secepatnya mengurus pernikahan kami."
"Sudah terlalu lama aku membiarkanmu bermain-main dengan milikku. Athur milikku sejak awal, seharusnya kau tau itu sebelum memutuskan untuk menikah dengannya." Sambung Bella lantang. Tangan lentik wanita itu menari mengambil ujung gelas membuatnya mendekat lalu dalam sekali gerakan di teguknya latte yang ia pesan sebelum memandang Veyrine kembali.
Wanita itu tersenyum singkat bak malaikat sebelum mengatakan hal yang membuat semuanya semakin terasa sakit bagi Veyrine.
"Jadi bagaimana? Kapan surat persetujuan bisa kamu tanda tangani?"
___________-________________-_________
Semakin menuju akhir. Yuhuu.Jangan bilang ini pendek please karna Nuna udah nyadar part ini memang pendek. Salahkan saja jari yang terlalu nafsu buat nekan tombol publish.
Keep reading guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brondong Husband
Romance"Nggak Pa! Veyrine nggak mau nikah sama dia. Dia itu masih kecil Pa dia lebih cocok jadi adek ketimbang jadi suaminya Rin! Veyrine yakin umurnya hanya beda beberapa tahun dengan Nathan" Ujarku menolak permintaan Papa yang kuanggap tidak masuk akal...