Veyrine masih saja termenung di depan pintu, ia bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Athur meninggalkannya di rumah orang tuanya seorang diri? Benar-benar sendiri? Veyrine benar-benar tak percaya, ia masih berpikir positif dua hari yang lalu saat Athur berkata akan mengembalikannya kerumah orang tuanya. Ia pikir Athur akan ikut tapi ternyata semua itu tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, Athur meninggalkannya sendirian. Lelaki itu pergi dua menit yang lalu hanya dengan kecupan di kening, sapuan di perut ratanya dan kata 'jaga diri kamu baik-baik' yang ia katakan sebelum menghilang dibalik pintu mobil yang akhirnya melaju kencang. Ah ya, satu lagi yang Athur tinggalkan sebuah amplop berwarna coklat yang saat ini sudah berbentuk gumpalan karena gerakan tangan Veyrine yang meremasnya.
Entahlah surat apa yang diberikan Athur, Veyrine lelah selalu berpikir positif. Ia takut kecewa untuk kesekian kalinya. Ia akan ikhlas saja jika ternyata surat yang diberikan Athur adalah surat gugatan cerai, ia akan menandatanganinya jika itu yang lelaki itu inginkan. Bukankah memakasakan sesuatu yang tidak ingin dipaksa itu menyakitkan?
Dengan gerakan perlahan Veyrine mulai beranjak menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Ia tak sempat meminta Bik Mimin untuk memindahkan barang-barangnya kelantai bawah. Amplop coklat yang Athur berikan tadi masih tergenggam erat di tangan kanannya. Jangan tanyakan bagaimana bentuk amplop itu saat ini.
Veyrine menghempaskan tubuh lelahnya di atas tempat tidur miliknya, tempat tidur kesayangannya sebelum ia menikah dan memutuskan untuk pindah mengikuti Athur. Kondisi ruangan ini masih sama tanpa ada perubahan sedikitpun, bahkan di atas nakas masih ada jam waker pemberian Andreo yang belum sempat ia buang. Veyrine menguatkan hatinya untuk menerima apapun keputusan Athur, ia sudah terlalu banyak membuat lelaki itu kecewa. Dengan kedua tangan yang mulai gemetar lagi Veyrine mulai membuka amplop itu. Napas lega sempat ia hembuskan karena menyadari bukan surat gugatan cerai yang Athur berikan padanya. Namun kelegaan itu hilang dengan cepat saat ia membaca baris demi baris kata-kata Athur yang ia tulis rapi di sebuah kertas berwarna putih. Emosi yang sempat Veyrine jaga sedari tadi meledak kembali saat ia membaca kalimat-kalimat yang Athur tulis. Veyrine kesal, ia kecewa. Teramat kecewa.
"Hay Vey, jangan marah karena aku meninggalkanmu di rumah mami, ah tidak aku tidak meninggalkanmu tak akan pernah meninggalkanmu. Jika kamu menanyakan alasan mengapa aku menitipkanmu sementara di rumah mami kerena aku ingin memberikan waktu untuk kita berdua. Aku sudah memikirkan ini dari seminggu yang lalu dan keputusanku adalah memberikan kita berdua waktu untuk berpikir. Berpikir apakah pernikahan ini baik kita lanjutkan atau tidak. Aku sadar selama ini aku terlalu memaksamu mulai dari awal pertemuan kita, aku tak pernah memberikanmu kesempatan untuk mengatakan 'tidak'. Aku terlalu egois saat itu, aku terlalu ingin memilikimu tanpa pernah berpikir mungkin saja kamu tidak menyukainya.
Aku memang bukan suami yang baik untuk kamu Vey, bahkan aku pernah membahayakan nyawa kamu dan baby Thur karena kecerobohanku. Jika saja aku tidak meninggalkanmu saat itu, jika saja aku tidak melakukan hal bodoh dengan mengajakmu mendaki hingga akhirnya membuatmu kelelahan dan berujung kamu di rawat di rumah sakit. Aku tak berhenti menyalahkan diriku sendiri saat mengetahui kabar dari mami kamu di rawat saat itu. Aku begitu panik. Vey, Aku sempat berpikir jika saja kamu tidak menikah denganku mungkin saja kamu tidak akan mengalami hal semenyakitkan ini, mungkin saja kamu bisa kembali lagi dengan Andreo lelaki yang masih sangat kamu cintai, menikah dan hidup bahagia dengannya. Jika saja kamu tak bersamaku mungkin kamu akan lebih bahagia. Karena itu aku memberikanmu waktu untuk berpikir Vey, kali ini aku akan menerima apapun keputusanmu.
Aku mencintaimu Vey, sangat mencintaimu. Cukup pejamkan matamu dan rasakan betapa aku mencintaimu.
Suami mesummu, Athurio Smith.
Veyrine menghapus lagi butiran air yang jatuh melewati kedua pipinya. Entah untuk tetesan yang keberapa Veyrine tak berniat menghitungnya. Tenggrokan Veyrine terasa gatal karena ia terlalu banyak menangis. Lagi-lagi Veyrine tak mengerti jalan pikiran Athur sebenarnya. Apa yang ada dalam pikiran lelaki hingga mengambil keputusan meninggalkanya. Kebahagiaan? Persetan dengan kebahagiaan. Tau apa dia tentang kebahagiaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brondong Husband
Romance"Nggak Pa! Veyrine nggak mau nikah sama dia. Dia itu masih kecil Pa dia lebih cocok jadi adek ketimbang jadi suaminya Rin! Veyrine yakin umurnya hanya beda beberapa tahun dengan Nathan" Ujarku menolak permintaan Papa yang kuanggap tidak masuk akal...