7. PENGAKUAN TANTE LESTARI

962 74 8
                                    


Pesan yang ditulis dengan darah di cermin semalam memang hanya tampil sekejap di hadapan mata Astrid, namun berhasil membuatnya merasa semakin tercekam. Dan, di balik ketakutan itu, dia merasa pesan di cermin itu adalah sebuah perintah.

Astrid mengambil kesimpulan bahwa dia harus memulangkan buku harian Edelweiss. Tapi dia merasa tidak membutuhkan bantuan Evand untuk memulangkannya karena sejak awal Evand tidak tahu Astrid "mencuri" buku itu dari kamar Edelweiss. Astrid tahu cowok itu sangat ingin membantunya, tetapi dia tidak mau bila campur tangannya mengakibatkan keadaan bertambah runyam. Lagi pula, menurut Astrid, hanya dengan memulangkan buku harian Edelweiss-lah gangguan-gangguan gaib itu akan hilang.

Semoga saja segampang itu penyelesaiannya.

Astrid langsung tersadar dari pemikirannya ketika wajah keriput Mbok Irah tahu-tahu saja tampil di hadapannya dari balik jeruji pagar Rumah Edelweiss. Hari sudah petang saat itu.

"Ada apa?" tanya Mbok Irah dengan wajah curiga. Ia tampak begitu letih.

Astrid merasa serba salah. "Nek... saya mau..." Astrid menghentikan kalimatnya dengan bingung. Ah, apakah sebaiknya dia memberitahu perempuan tua ini?

"Mau apa?" Rasa penasaran Mbok Irah malah membuat Astrid semakin merasa terpojok.

"Eeeh, Nek, sebelumnya saya mau minta maaf atas kelancangan saya...," Astrid berusaha rileks. "Saya... saya udah melanggar larangan Nenek."

"Larangan apa?" dahi Mbok Irah berkerut.

"Larangan untuk masuk ke kamar di lantai dua, yang pintunya ada gambar kucing...."

Mata Mbok Irah agak membulat dan wajahnya tak lagi datar. Tampaknya dia akan memarahi Astrid. "Jadi, maksud kamu, kamu udah masuk ke kamar itu? Iya?"

"Iya, Nek. Tapi sekarang saya mau...."

"PERGI!!!" bentak Mbok Irah tiba-tiba, membuat Astrid mundur selangkah. "Saya nggak mau lihat muka kamu lagi! Anak muda kurang ajar! Nggak tahu aturan!"

"Ta...tapi, Nek... niat saya...."

Astrid tidak berhasil melunakkan emosi yang sudah meledak di dalam diri Mbok Irah. Perempuan tua itu murka dan mengusir Astrid tanpa memberinya kesempatan untuk memberi penjelasan.

Apa boleh buat, karena Astrid tidak mau menunda-nunda lagi dengan cara pulang terlebih dahulu ke rumahnya, maka dia mesti ke rumah Kirana dulu. Toh perempuan tua ini pasti akan pulang. Nanti malam dia akan menerobos masuk ke Rumah Edelweiss....

Tanpa berani melihat Mbok Irah lagi, Astrid melangkah dengan pasti menuju rumah Kirana.

Mbok Irah memandangi kepergiannya. "Sepertinya saya harus tidur di sini malam ini. Jangan sampai gadis itu datang ke rumah ini tanpa sepengetahuan saya."

***

Ternyata hujan turun dengan sangat deras pada pukul 18.33. Hujan itu berlanjut sampai malam meski sempat reda saat azan Isya berkumandang. Astrid berada di dalam kamar Kirana dan belum memberitahukan keinginannya memulangkan buku harian Edelweiss. Kirana hanya tahu maksud kedatangan Astrid untuk main. Astrid sendiri membuat keadaan seolah-olah dia kebetulan lewat di depan rumah Kirana.

Sekarang sudah pukul 22.23 dan tampaknya Kirana belum mengantuk. Dia masih berusaha mengajak ngobrol. Astrid berpikir sudah saatnya dia mendatangi rumah itu dan melawan rasa takutnya sendiri. Jangan sampai dia menginap di rumah Kirana.

Dengan alasan mau buang air kecil, Astrid turun ke lantai dasar.

"Tante, saya boleh pinjem payung?" tanyanya kepada Tante Lestari yang sedang berdiri di depan jendela di sebelah pintu depan rumah, memandangi hujan yang berangsur-angsur kehilangan derasnya.

Rumah Edelweiss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang