Chapter 4

136 38 26
                                    


"Papa...." ucap Bella.

-------------------------------------

Papa berjalan dengan cepat kearah mereka berdua. Sedangkan Bima, segera melompat dari tembok. Bella terdiam kaku ditempat. Ia tak tahu apa yang akan di katakan. Ia berharap agar keajaiban terjadi padanya.

Lelaki paruh baya itu menatap intens pada anaknya. Seakan akan anaknya adalah tersangka yang sangat bersalah. Bella terpaku ditempat, peluh memenuhi tubuhnya. Gugup dan takut bercampur menjadi satu.

"Siapa dia?" tanya papa dingin.

"Hanya teman," jawab Bella takut.

Mendengar jawaban Bella, papanya hanya diam. Kemudian beliau menarik tangan Bella dan membawanya masuk kedalam rumah.

Papanya mengantar Bella tepat dihadapan pintu kamarnya. Bella menunduk kebawah. Ia tak tahu apa yang akan papanya lakukan padanya.

"Siapa yang suruh kamu berteman sama dia?" Tanya papanya dingin.

Bella lagi-lagi hanya bisa terdiam. Ia tak tahu apa yang bisa ia jawab.

"Kalau ada orang yang ngomong di jawab, di lihat mata orang itu," Perintah papa membuat Bella langsung mengangkat kepalanya keatas.

Melihat Binar ketakutan dari mata Bella berhasil membuat papanya luluh. Papanya mengelus rambut Bella dengan halus.

"Yaudah, papa minta maaf ya udah bentak kamu. Sekarang kamu mandi siap siap buat Sholat maghrib. Jangan lupa Belajar soalnya kamu kan bentar lagi mau Ujian."

Bella mengangguk, tapi masih dengan perasaan takut. Ia segera masuk kedalam kamarnya.

------

Jadi soal ini di faktorkan dulu. Baru deh dapet KPK nya, gumam Bella sambil mengerjakan soal Matematika. Bella belajar dengan keras, agar papanya senang. Ia sangat sayang pada papanya. Wajar, papanya adalah harta yang paling berharga yang sekarang ia punya.

Lelah.
Bella merasakan pegal di sekitar pundaknya. Ia segera membaringkan badannya keatas kasur yang empuk. Ia memikirkan kembali kejadian tadi sore, yang berhasil membuat dirinya senyam-senyum sendiri.

Bima seorang anak laki-laki yang mampu membuat memori indah untuknya.

Ntah kenapa, jika bersama Bima ia akan merasa senang. Apa karena rasa kesepiannya hilang jika berada dekat Bima? entahlah susah menjelaskannya.

Ujian Nasional sudah didepan mata. Minggu depan UN akan dilaksanakan. Bella belajar dengan keras, walaupun akhirnya ia pasti masih akan belajar di rumah. Papanya pasti tak mengizinkan Bella untuk bersekolah di sekolah negeri. Alasannya karena tidak ada yang akan menjaga Bella.

Bagaimana dengan Bima ya? apa dia sedang belajar? Apa dia sedang berusaha menuntaskan pelajaran? Bella menutup matanya, Seperskian detik ia sudah berada di alam mimpinya.

--------

Sinar mentari pagi menembus gordennya, dan sukses juga menembus matanya yang terpejam. Bella terbangun dari tidurnya, ia melihat jam dinding yang terpaku di dinding sampingnya.

Pukul 09.00, batinnya.

Bella melangkahkan kakinya kearah jendelanya. Ia membuka jendelanya dan mulai menghirup udara segar.

Apa yang akan kulakukan hari ini ya, batin bella. Bu Nita memang sudah izin dengannya karena hari ini tidak masuk, ia mungkin saja ada keperluan.

Bella melangkah ke kamar mandinya. Kamar mandinya memang berada di dalam kamarnya, jadi ia tak perlu susah-susah untuk turun jika ingin pergi ke kamar mandi.

Bella selesai dari mandinya. Ia juga sudah berpakaian lengkap. Blouse merah dipadukan dengan celana pendek selututut bewarna hitam.

Bella tak sengaja menatap lukisannya kemarin. ia mengambil lukisannya beserta kuas cat nya. Bella melanjutkan karyanya yang belum selesai itu. Semakin asik, Bella terbuai dengan lukisannya.

Suara ketokan pintu kamarnya dari luar berhasil memecahkan konsentrasinya. 

"Masuk," ucap Bella.

"Maaf non, ada temen non dibawah," ucap Bi Surti asisten rumah tanggaku.

Bella terperangah dengan ucapan Bi surti. Ia segera turun dari kamarnya, dan mendapati Bima berpakaian seragam sekolah lengkap tengah duduk berhadapan dengan papanya di sofa ruang tamu.

Ia melihat sorot mata Bima menandakan ia baik-baik saja. Bella menghampiri papa dan Bima.

"Yaudah, main sana. Bu Nita absen kan hari ini?" tanya papa yang ia balas dengan anggukan.

Papa berdiri dan meninggalkan kami berdua. Bella menatap Bima penasaran.

"Apa?" Tanya Bima sedikit risih dengan tatapan Bella.

"Ngomongin apa sama Papa? kok bisa ketahuan? kenapa kamu datang kesini? nggak sekolah?" tanya Bella panjang lebar.

"Aduh, banyak banget satu-satu dong," jawab Bima protes.

"Aku dimarahin papamu," lanjut Bima sambil tertawa kecil yang membuat lesung pipinya terlihat.

Ya tuhan, bahkan disaat genting ia masih bisa bersikap seolah-olah tak ada yang terjadi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa Vomentnya ya guys💚

My Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang