Sudah seminggu Bima tak mengunjungi Bella. Bella tak tahu apa alasan Bima tak datang untuk mengajaknya bermain. Padahal mereka baru saja berteman. Bella sedih, sangat sedih. Mengetahui kenyataan bahwa Bima tak pernah datang kerumahnya lagi.
Langit sepertinya sedang berada pada pihaknya. Rintik hujan perlahan jatuh membasahi bumi. Matahari seakan tak mau menampakkan dirinya. Bersembunyi dibalik awan dan digantikan oleh derasnya hujan.
Langit menangis.
Seperti halnya dengan dirinya. Ia sedih, amat sedih. Tak tahu harus melakukan apa. Bella hanya bisa merenung berharap agar Bima ada dihadapannya sekarang.Kenapa Bima begitu? padahal minggu lalu ia yang meminta Bella untuk tidak meninggalkannya. Tapi apa? sekarang malah ia yang meninggalkan Bella.
Semesta terkadang suka bercanda.
Terkadang Bella suka menaruh harapan pada hal yang tidak mungkin. Seperti, ia ingin papanya menjadi pahlawan super seperti batman. Tapi apa daya, papanya tak bisa seperti itu, papanya hanya pembisnis bukan pahlawan super. Alhasil, kekecewaan menghampiri Bella.
Bella menghabiskan waktunya dengan menyelesaikan lukisan yang waktu itu ia buat.
Seorang anak lelaki sedang memanjat pohon untuk mengambil bolanya yang terlempar. Bella melirik kearah kanan sudut lukisannya yang masih kosong. Kemudian ia menambahkan tulisan "To : BimaAlvendra". Di sisi kirinya ia tambahkan "From: Bella Almeraa". Bella mengetahui nama lengkap Bima saat ia tengah berada di rumah pohon milik Bima.
Bella tersenyum simpul melihat lukisannya. Ia berharap besar untuk bisa memberikannya pada Bima.
Tring... ponsel milik Bella berbunyi. Ponsel ini baru dibelikan oleh papanya tiga hari yang lalu. Ia tak punya kontak selain papanya dan Bu Nita. Seandainya ia punya nomor telpon Bima. Pasti ia sudah menelpon dan menyerbunya dengan ratusan, eh ralat ribuan pertanyaan.
Bella membuka ponsel nya dan mendapati sebuah pesan dari Bu Nita.
Bella, jangan lupa belajar ya sayang. Soalnya dua hari lagi Ujian Nasional bakal di selenggarakan. Semangat Bella.Bella mengedarkan pandangannya ke langit-langit kamar. Ia bosan. Setiap hari selalu belajar. Papanya sibuk, tak ada waktu untuknya. Bahkan, hanya untuk sekadar menonton tv bersama.
Bella menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia berjalan gontai menuju meja belajarnya. Ia mulai membuka buku biologi dan memperlajarinya. Tak butuh waktu lama, Bella sudah fokus dengan bukunya.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Bella mengakhiri waktu belajarnya. Ia membuka jendelanya, ternyata hujan telah berhenti. Bau khas sehabis hujan mampu menenangkan Bella seusai belajar.
Bunga dandelion tertanam cantik di pinggir balkonnya. Ia sengaja menanam bunga itu di pinggir balkonnya. Karena menurutnya, bungga itu dapat meringankan rasa rindu ketika ia meniup bunga itu.
Bella perlahan mendekati bunga itu. Dicabutnya satu batang bunga dandelion. Ia menatap dalam pada bunga itu. Perpaduan antara hitam dan putih sangat kontras.
"Semoga Bima bahagia." Bella berharap penuh sembari menutup matanya.
Bella mulai meniup. Bunga itu bun terbang bersama harapannya. Hatinya bergetar hebat. Ntah kenapa, sejak Bima tak datang lagi ia merasa ada yang hilang. Bella juga tak tahu apa yang harus ia lakukan. Apa harus menemui Bima? atau itu solusi yang salah?
Bella kembali menutup jendelanya. Dan bersiap untuk mandi. Usai mandi ia memakai piyama kesukaannya. Dan segera menunaikan sholat maghrib.
Ia mengistirahatkan dirinya sejenak diatas kasur. Matanya berpendar ke dinding-dinding langit. Perlahan-lahan matanya tertutup. Tak butuh waktu lama, ia sudah terbang bebas ke alam mimpinya.
"Bima? kau tahu aku sedang diambang batas. Membohongi rasa rindu tentang kedatanganmu."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa voment ya guys💚💜💚
KAMU SEDANG MEMBACA
My Memories
Fiksi RemajaBella. "Kau tau? aku mengingat memori ini jauh lebih baik dari siapapun." Bima. "Kau akan selalu menjadi pemeran utama dalam memori ini."