Chapter 19

88 16 19
                                    

Terik panas sinar matahari membuat dua perempuan ini tak henti-hentinya mengucurkan keringat. Walaupun hari ini mereka mendapat keuntungan yang besar. Sekolah mereka membiarkan mereka untuk pulang cepat berhubung para guru mengadakan konferensi mendadak, karena walikota datang mengunjungi sekolah mereka.

Kesempatan besar seperti ini pastinya Dian dan Bella tak menyia-nyiakannya. Hanya sedikit bermuka dua, ketika guru menyuruh mereka untuk pulang lebih awal. Pura-pura sedih padahal di dalam hatinya terdapat lambungan gelora gembira luar biasa.

Mereka berdua pergi mengunjungi cafe langganan. Sekadar mengobrol bersama. Bella tak henti-hentinya membicarakan tentang novel yang ia beli tempo hari kemarin. Sedangakan Dian hanya mengangguk sesekali sembari memilih menu yang ada dibuku.

"Ih An, lo dengerin gue ga sih?" ujar Bella kesal. Dian memalingkan mukanya dari buku menu ke arah Bella. Ia mendapati seorang laki-laki sedang berjalan kearah meja yang mereka tempati dan memberi isyarat agar tetap diam. Dian mengerti dan menanggapi perkataan Bella dengan anggukan.

"Gelangnya cantik," ujar lelaki di belakangnya. Bella menolehkan kepalanya. Sedikit menunjukkan raut muka terkejut, lalu kembali dengan muka yang datar.

"Makasih ...." balasnya. Tak ada minat sekalipun untuk bertemu dengan laki-laki yang ada di depannya.

Bima mengode Dian dengan matanya. Dian mengangguk ngerti. "Bell, gue ke toilet bentar," ucap Dian. Bella sempat mencekal tangan Dian agar tetap disini bersamanya. Tapi Dian menolaknya dan tetap pergi ke toilet. Bella hanya pasrah untuk menghadapi lelaki yang ada di depannya.

"Gue pengen ngomong," ucap Bima tiba-tiba. Bella hanya menautkan alisnya.

"Gue sama Bian nggak ada hubungan apapun," lanjutnya terus meyakinkan perempuan yang ada di depannya.

"Gue ga peduli. Lo dan Billy pada dasarnya sama," Bima diam mendengar perkataan Bella.

"Sama-sama brengsek." lanjutnya lagi. Ia meraih tasnya dan berdiri pergi menuju pintu keluar. Dengan kecepatan super Bima langsung menghadang pintu itu dengan badannya. Untung cafe ini dalam keadaan sepi. Paling hanya satu--dua orang yang ada disini. Mereka menatap Bima dan Bella keheranan. Layaknya, sepasang kekasih sedang berkelahi di film atau novel.

"Apa sih lo, minggir gue mau lewat." Usir Bella dengan tatapan yang dingin. Bima menggeleng. Ntah kenapa, ingatannya kembali ke beberapa tahun silam. Seorang Bima yang polos, menatapnya dengan tatapan yang sama seperti sekarang. Kenangan yang lalu memang lebih indah. Tapi waktu tak mungkin bisa untuk diputar ulang bukan?

"Gue pengen ngajak lo pergi," ajak Bima.

Bella memutar bola matanya. "Nggak! minggir ah nyampah banget," jawabnya.

"Gue emg sampah. Sampah yang berharap pada sebongkah berlian. Dan lo tau pasti itu nggak mungkin kan?" tutur Bima dengan mata yang sendu. Bella cukup ter-enyuh dengan perkataan Bima.

"Ke mana?" tanya Bella spontan.

"Ke mana-mana hatiku senang," Gurau Bima. Ia kembali ceria mendapat sedikit terimaan dari Bella.

"Ntar gue jemput dirumah jam 5 sore." lanjut Bima.

Bella pergi keluar dari cafe, diikuti Dian yang mengekor di belakangnya.

***
Sore ini Bella mengenakan blouse putih dan celana jins biru. Rencananya ia akan pergi bersama Bima. Mau tak mau, suka tak suka ia harus pergi. Karena Bima sudah berada di depan rumahnya sejak satu jam yang lalu dari jam janjian mereka.

Bella menghela nafasnya kasar. Dan menarik kenop pintu mobil milik Bima.

"Mau kemana?" tanya Bella datar. Bukannya menjawab, Bima malah melajukan mobilnya. Di perjalanan terjadi keheningan. Hanya suara lagu yang mengisi kekosongan di dalam mobil itu. Canggung menyelimuti mereka. Tak ada obrolan, aura dingin terjadi.

Mobil Bima terparkir tepat di depan pantai. Suasana yang sepi hanya satu--dua orang kekasih yang sedang menikmati indahnya sore di pantai.

"Ngapain ke sini?" tanya Bella bingung.

"Mau ngajarin kamu, bahwa senja sehangat senyummu," jawab Bima dengan tatapan yang sendu. Bella tak menjawab. Ia hanya fokus dengan pemandangan yang ada di depannya. Senja sudah mulai turun. Matahari pun sudah akan berganti tugas dengan Bulan. Sedangkan langit, sudah mulai menggelap.

Cantik, batin Bima.

Sedari tadi yang ia perhatikan bukan pemandangan yang ada di depannya. Tapi ia memperhatikan Bella yang sedang terpukau dengan pemandangan yang ada di depannya. Bella lebih indah dari pemandangan yang ada di depannya. Maklum, orang yang sedang jatuh cinta terkadang memandang orang yang ia cintai lebih dari segala apapun.

Bella mengalihkan pandangannya kearah Bima. Bima sedang menatapnya dalam. Saking fokusnya, ia saja tak merespon lambaian tangan Bella di depannya.

"Eh maaf, gue ngelamun," ujar Bima gugup. Bella mengangguk dan tersenyum.

"Pulang yuk. Udah hampir malam nih," ajak Bella. Bima mengangguk dan mengajak Bella masuk ke dalam mobilnya.

"Eh, mau kemana Bim? rumah gue kan lewat sana?" tanya Bella bingung karena jalan yang Bima lewati tak sejalur dengan jalan ke rumahnya.

Bima tetap diam.

Pengen di tampol kali ya nih anak, batin Bella kesal.

Satu jam berlalu. Sekarang Bima sudah pergi mengajaknya ntah kemana. Yang bisa Bella lihat hanya tebing yang tinggi dan diatasnya ada rerumputan hijau. Bima menepikan mobilnya. Awalnya, Bella menolak untuk turun. Tapi Bima memaksanya, sampai Bima membukakan pintu mobilnya untuk Bella.

"Ayo turun, ini pertunjukkan spesialnya," tutur Bima sambil menarik ujung bibirnya. Bella hanya menurut. Mereka mendaki tebing yang tinggi. Sesekali Bella mengeluh karena kelelahan. Sedangkan Bima sudah menunggunya diatas tebing, karena sudah sampai duluan. Bella merutuki Bima yang mengajaknya kesini. Ntah apa tujuannya. Sedangkan Bima sedang terpingkal di dalam hati karena melihat raut muka Bella yang kesal.

"Aduh, encok dah pinggang gue," celetuk Bella.

Pemandangan disana indah. Ralat, lebih tepat sangat indah. Bagaimana tidak, seluruh bagian kota yang ia tempati hampir kelihatan semua. Lampu-lampu dari tiap rumah memancarkan cahayanya. Ditambah cahaya remang-remang bintang dilangit malam. Mata Bella berbinar-binar melihat pemandangan yang ada di depannya. Bima mengabadikan kenangan ini dengan memotret Bella diam-diam.

"Indah banget Bim," puji Bella semangat.

"Lebih indah lagi lo," gombal Bima yang dihadiahi pukulan pelan di lengan miliknya.

"Kenapa nggak dari dulu sih lo ngajak gue kesini?" protes Bella dengan bibir yang mencebik.

"Gue sayang sama lo," tutur Bima spontan. Membuat desiran di tubuh Bella. Gugup menghantui Bella. Ia tak tahu harus bagaimana merespon Bima.

"G-gue belum putus sama Billy," balas Bella.

"Besok, lo bakal putus sama dia," ujar Bima dengan alis yang naik turun.

Bima diam. Bella diam. Menikmati pemandangan yang ada di depannya. Setidaknya hari ini mereka bersenang-senang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
bersambung.
Jangan lupa vomentnya ya guyss💜💓💜💓

***
A/N

Hai semuanyaa, makasih ya udah luangin waktunya untuk baca cerita aku.
Cuma pengen ngasih tau. Kalau part 20 bakal jadi ending dari My Memories.

OH YA JANGAN LUPA BACA CERITA BARUKU YA JUDULNYA "LIMERENCE"

Sekian dan thankies ya guyss....

My Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang