A/N
Hai aku datang lagi hehe.
Maafkan ya kalau endingnya gantung. Sebagai permintaan maaf aku menebusny dengan extra chap ini. Thanks yang udah sempetin baca.HAPPY READING AND ENJOY.
Jangan lupa vote nya 😋---
Di tengah alun-alun kota, Dimas dan teman-temannya sedang bersenda gurau. Sambil menikmati kacang kulit dan secangkir kopi di meja.
Dari kejauhan tampak salah satu geng motor datang menghampiri tempatnya. Batu kerikil yang dibawa ia lemparkan kearah markas geng Dimas.
Wah, nggak benar nih, batin Dimas. Ia menahan emosinya yang meluap-luap. Sepertinya mereka lupa siapa seorang Dimas.
"Woi pengecut, gue tunggu lo di taman kota jam sembilan malam," teriak ketua geng--Rio. Tampaknya Dimas sedikit terpancing, ia mengambil batu yang berukuran sedang dan melayangkannya tepat mengenai lampu motor Rio.
"Brengsek, tunggu pembalasan gue," tegur Rio kesal. Ia mengomando teman-temannya untuk pulang setelah meracau markas Dimas dan teman-temannya. Dimas menatap mereka remeh.
Paling mereka kalah lagi, batinnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dimas dan teman-temannya. Sudah bersiap-siap untuk menghadapi geng Rio. Jika mereka mengibarkan bendera perang, maka sewajarnya jika Dimas ikut bermain sedikit.
"Jangan lupa, cutter di saku buat jaga-jaga. Ingat! jangan di salahgunakan. Gunakan kerikil dan anggota tubuh saja untuk menyerang. Jangan jadi banci lari saat pertempuran," tutur Dimas panjang lebar. Ia menutup kaca helmnya dan langsung menuju tempat yang Dimas katakan siang tadi.
Disana sudah ada Rio dan teman-temannya. Rupanya mereka sudah menunggu Dimas disana.
"Welcome my friend, siap untuk bermain sedikit?" tanya Rio meremehkan sembari menepuk pelan bahu Dimas.
"Singkirin tangan lo atau tangan lo patah?" ancam Dimas dingin. Para geng Rio bersorak meremehkan mendengar penuturan dari Dimas. Benar-benar menjengkelkan. Rasanya ingin ia hancurkan manusia di depannya ini.
"Tunggu, gue punya kejutan," ujar Rio dengan senyum liciknya. Satu-persatu preman datang ke tempatnya, mengepung Dimas dan temannya di tempat. Mereka meneguk ludah, atmosfirnya mendadak berubah menjadi dingin. Sepertinya bermain kasar sedikit, menyenangkan.
Di mulai dari Rio, ia menyerang Dimas saat Dimas sedang lengah mengomando teman-temannya. Ia mengumpat dalam hatinya. Seorang lelaki tak akan menyerang lawannya ketika lawannya sedang tak melihat. Jadi, Rio wajar saja di katakan seorang banci. Dimas membalas tinjuan dari Rio. Pertempuran sengit keduanya, hanya di tonton gratis oleh teman-temannya.
"Woi bego, sana habisin malah nonton gue berantem," teriak Rio kepada anak geng motornya. Ia menyeka ujung bibirnya yang berdarah akibat tinjuan keras dari Dimas. Mereka berkelahi sampai larut malam.
Tibalah endingnya, Dimas dan teman-temannya kalah. Terkapar di tempat. Akibat kalah banyak pasukan. Bukan kelompok Rio saja yang menyerang. Preman-preman juga dibayar mereka. Geng motor Tio juga ikut membantu menghabisi mereka. Kekalahan telak menjadi sejarah mereka. Baru kali ini mereka jatuh kalah di tangan kelompok Rio.
"Kalian pulang, istirahat." Dimas menstater motornya. Lalu ia pergi meninggalkan teman-temannya. Ia tak memperdulikan kondisinya. Matanya sudah buram. Kepalanya pusing. Hidungnya berdarah. Tetapi ia masih nekat membawa motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Memories
Teen FictionBella. "Kau tau? aku mengingat memori ini jauh lebih baik dari siapapun." Bima. "Kau akan selalu menjadi pemeran utama dalam memori ini."