Bella membuka matanya perlahan.
Sinar mentari pagi masuk melalui jendela kacanya. Seakan membangunkan matanya dengan lembut.Bella bangun dari tempat tidurnya. Handuk putih polos tergantung cantik di belakang pintunya. Ia menarik handuk dari gantungan kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Bella telah selesai mandi. Ia telah berpakaian lengkap. Blouse putih dipadukan dengan celana jins panjang berwarna hitam. Handuk putihnya terpasang rapih diatas kepalanya. Bella sengaja memasang handuk di atas kepalanya untuk mengeringkan rambutnya.
Hari ini, papanya akan mengajak Bella pergi memotong rambutnya sebagai hadiah karena Bella telah usai melakukan Ujian Nasional. Awalnya Bella menolak, tapi dengan terpaksa ia harus menuruti perkataan papanya. Mau tidak mau, ia harus melakukannya. Bella sangat menyayangi papanya. Sebab itu, ia tak bisa menolak permintaan papanya meskipun sekalipun.
Tok..Tok..
Suara ketukan pintu kamar Bella terdengar. Bella bergegas membuka pintu kamarnya.Terlihat lelaki paruh baya tengah berdiri di hadapannya. Ia memakai kemeja biru dongker dipadukan dengan celana lepis berwarna hitam.
"Udah siap sayang?" Papanya masih melihat gundukan handuk putih polos membaluti rambut Bella yang masih basah.
"Hampir ... hehehe," balas Bella sambil tertawa kecil. Bella berjalan kearah meja riasnya. Ia segera melepas handuknya dan menyisiri rambutnya.
Bedak bayi tersampir di atas mejanya. Ia memakai bedak itu dan tak lupa bibirnya ia poles dengan sedikit lipbalm strawberry kesukaannya.Bella kembali menghampiri papanya yang sekarang sudah duduk di kursi meja belajarnya.
Papanya ternyata memperhatikan dirinya sejak tadi. Beliau tak menyangka bahwa putrinya sudah menjadi perempuan yang beranjak remaja.
Senyum terukir di bibir papanya, saat Bella tengah berada di hadapannya. Bella membalas senyum papanya. Bibir tipisnya terlengkung sumringah.
"Ayo pa, bella udah siap," ucap Bella semangat.
Papanya berdiri dari duduknya. Mengelus rambut Bella dengan pelan.
Mobil sedan hitam sudah terparkir dengan rapih di halaman depan rumah Bella. Mereka berdua masuk kedalam mobil dan pergi meninggalkan rumahnya.
Mobil sedan itu berhenti tepat di salon "Cut(e) hair". Papanya memarkirkan mobil di area kiri salon tersebut. Salon ini adalah salon terbaik di tempat Bella. Banyak artis sering datang kesini untuk melakukan perawatan rambut.
Papanya menggandeng tangan Bella memasuki salon. Beliau berhenti di meja pendaftaran dan menyelesaikan pembayaran. Kemudian, papanya kembali menggandeng tangan Bella dan duduk di kursi yang terletak di sudut kanan salon ini.
"Bella Almeraa," nama Bella di panggil oleh mbak-mbak salon.
Bella segera berdiri dan menghampiri mbak-mbak itu.
"Nih, kursi 8 ya sayang," ucap mbak itu dengan lembut. Bella mengangguk dan segera menuju kursi no 8.
Disana sudah terdapat perempuan muda kira-kira berumur 25 sedang tersenyum kearahnya. Ia mempersilahkan Bella duduk dan memasang kain putih di badan Bella.
"Mau potong gimana dek?" tanya mbak itu.
"Sebahu." Bella belum sempat membalas tetapi suara lelaki memotongnya. Bella menoleh kearah suara dan mendapati lelaki berpakaian putih selengan dipadukan dengan celana jins hitam selutut tengah berdiri sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal saat Bella melihatnya.
Ritme jantung Bella terdengar sangat cepat. Badannya terdiam kaku. Matanya terbelalak seakan tak percaya bahwa laki-laki ini akan berdiri dihadapannya lagi. Air mata sudah siap turun dari pelupuk matanya. Waktu seakan terhenti. Riuh ramai pengunjung berganti sepi. Getaran hebat terjadi pada diri Bella. Mengguncang seluruh perasaan. Ia tak tahu apa yang ia rasakan kini. Senang, sakit, sedih, rindu, marah berpadu menjadi satu.
Ia ingin memarahi lelaki di hadapannya ini tapi rindu mengalahkannya. Tanpa sadar air mata Bella telah mengalir deras dari pelupuk matanya.
"Eh kok nangis?" tanya bima. Bima segera menghapus air mata Bella.
"Kamu jahat. Katanya aku nggak boleh ninggalin kamu. Tapi kamu ninggalin aku," protes Bella.
"Iya maaf ya Bell, mumpung ketemu disini aku mau ngenalin kamu sama Bian," ucap Bima. Senyum merekah dari bibirnya. Bima berlari dan segera memanggil Bian yang tengah duduk di meja pendaftaran. Lalu, ia membawa Bian mendatangi Bella.
"Kenalin nih Bian," ucap Bima. Bian mengulurkan tangannya di selingi oleh senyum yang manis. Tinggi bian hampir sama dengan tinggi Bella. Kulitnya putih, hidungnya mancung. Ia memiliki alis yang tak terlalu tebal persis seperti milik Bima. Bibirnya tipis dan ia punya tahi lalat di dekat bibirnya menambah kesan manis pada dirinya.
"Bian ini Bella," ucap Bima. Bella membalas uluran tangan dari Bian. Mereka berkenalan satu sama lain.
"Nah udah nih, rambutnya sebahu," ucap mbak salon itu mendadak.
Bella mengangguk dan berterimakasih. Ia mengajak Bima dan Bian menghampiri papanya. Papanya mengerutkan kening saat melihat Bima dihadapannya.
"Loh Bima, kok disini?" tanya papa Bella.
"Main sama Bian," jawab Bima.
Papanya mengangguk angguk pertanda mengerti.
"Yaudah Bell, ayo pulang," ajak papanya. Muka Bella yang awalnya ceria berubah menjadi lesu seketika. Ia akan berpisah lagi dengan Bima.
Bella hanya bisa menuruti perkataan papanya. Tak ada penolakan yang keluar dari bibir Bella.Bima hanya bisa melihat punggung Bella perlahan menjauh dari pandangannya.
Semesta, kau tak adil. Aku ingin protes. Pertemuan datang dengan lama. Tapi kenapa perpisahan datang dengan cepat?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
bersambung.
Jangan lupa vomentnya ya guys💚
KAMU SEDANG MEMBACA
My Memories
Teen FictionBella. "Kau tau? aku mengingat memori ini jauh lebih baik dari siapapun." Bima. "Kau akan selalu menjadi pemeran utama dalam memori ini."