Mendengar perkataan Billy, membuat Bella seakan mati berdiri. Tak ada angin, tak ada hujan. Tiba-tiba Billy menembaknya. Ah, mungkin bukan menembak, lebih tepatnya mengajaknya berpacaran. Bella tergagu menjawab ajakan dari Billy. Disaat Bella ingin mengalihkan perhatiannya. Billy memegang kedua pundaknya dengan erat dan menatap kedua mata Bella dengan tajam menanti jawaban darinya.
"Oke, gue nyerah" ucap Bella menghela nafasnya kasar. Billy menaikkan sebelah alisnya.
"Gue...terima" Ucap Bella ragu. Billy langsung memeluknya setelah mendengar jawaban dari Bella. Ia memeluk Bella dengan erat, sangat erat. Tapi ntah kenapa, Bella merasa tak nyaman. Padahal pelukan Billy terasa hangat.
Billy melepas pelukannya, ia menatap mata Bella dalam. Bella risih, ia mengalihkan perhatiannya dari Billy. Pandangan Billy teralihkan karena anak-anak geng nya memanggilnya. Billy menarik tangan Bella mendekati kerumunan geng nya.
"Kenalin nih, pacar gue" Pamer Billy. Mukanya terlihat senang tapi matanya tak menunjukkan begitu.
"Ciee..." sorak anak-anak gengnya. Begitu ramai dan bising. Membuat telinga Bella berdenging saking kuatnya.
Bella menjijitkan kakinya mencapai telinga Billy. Dengan susah payah Bella membisikkan sesuatu. Melihat Bella kesusahan mencapai telinganya. Ia menundukkan sedikit badannya dan mendekatkan telinganya pada Bella. Ntah kenapa, rasanya senang mendapat perlakuan manis dari Billy, walaupun perlakuan kecil seperti ini. Billy mengangguk mendengar bisikan dari Bella.
"Gue cabut duluan ya" pamit Billy pada teman geng nya.
"Ga asik nih yang udah punya pacar" ujar Dino temannya. Bella tertawa mendengar ucapan Dino. Satu-satunya yang ia kenal disana hanya Dino. Karena Dino merupakan kekasih sahabatnya, Dian.
"Lo juga punya pacar nyet" jawab Billy yang memecah tawa teman-temannya.
"Udah ah, gue cabut. Bye Dino sayang." ucap Billy sembari mengedipkan sebelah matanya pada Dino.
"Najis, sana lo gay" Dino bergidik jijik melihat sikap Billy.
Billy melajukan motornya tak lupa sebelum pergi mengklakson pada teman-temannya. Bella senang karena Billy dan teman-temannya batal untuk berkelahi.
'Cittttt...'
Bunyi rem dari motor Billy berdecit kencang. Billy mendadak memberhentikan motornya. Didepannya banyak kawanan motor menghadang jalannya. Ia turun dari motor dan berjalan menuju anak-anak motor itu. Sepertinya, ia sedang membicarakan sesuatu. Tak lama ia kembali mendekati Bella."Bell, pulang duluan ya. Lo jalan dari sini. Lurus trus belok kiri ntar ada persimpangan. Jangan lupa hubungi Dino buat ngantar lo" Billy menjelaskan pada Bella. Raut muka Billy pucat. Tangannya dingin. Ia tersenyum tapi senyuman yang sulit diartikan.
Bella pergi. Ia menuruti perkataan Billy. Ntah kenapa, ia menurut saja. Ia mengikuti instruksi dari Billy. Sudah setengah perjalanan. Billy tak tampak lagi dari jangkauan matanya. Perasaan khawatir dan takut bercampur.
'Bodoh, kenapa lo tinggalin Billy' batin Bella.
Bella berlari kencang kembali ke tempat semula. Ia tak peduli langit gelap sudah menghiasi angkasa. Ditambah lagi rintik hujan sudah turun bersama angin yang dingin.
Billy.
Ditengah hujan ia terkapar babak belur. Darah merembes dari tubuhnya. Lawannya tak henti-hentinya menghabisi dirinya. Melayangkan tinjunya tanpa ampun. Tak ada perlawanan dari Billy. Mungkin ia sudah tak berdaya. Bella berlari melerai pertengkaran itu. Tapi tenaga nya yang lemah tak mungkin bisa mengalahkan tenaga laki-laki yang tengah memukuli Billy habis-habisan. Ia menangis meminta agar laki-laki itu berhenti. Mendengar tangisan Bella, ia berhenti memukuli Billy. Laki-laki itu menatap dingin Bella. Sosok yang sama yang menatapnya tadi sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Memories
Teen FictionBella. "Kau tau? aku mengingat memori ini jauh lebih baik dari siapapun." Bima. "Kau akan selalu menjadi pemeran utama dalam memori ini."