Chapter 18

69 15 15
                                    

Dimas menghampiri perkelahian sengit, ketika mendapat telpon dari Dino. Bima dan Billy saling melemparkan tinjuan keras pada sesamanya. Membuat siapa saja yang melihatnya meringis.

"Lo harus tau, Bella penting banget buat gue" ucap Bima masih sibuk dengan tinjuannya yang mengenai muka Billy.

"Lo brengsek. Bian juga sayang sama lo" balas Billy sambil melindungi mukanya dengan tangan karena Bima terus saja memukulnya.

"Udah, bocah!" seru Dimas keras, membuat mereka berdua berhenti berkelahi.

Dimas berjalan mendekati mereka berdua. Menilik raut muka mereka. Bima dengan tatapan dinginnya dengan lebam biru di sekitar pipinya. Sedangkan Billy sedang menyeka ujung bibirnya yang berdarah serta muka yang babak belur.

"Ada yang bisa jelasin, siapa dalang disini?" tanya Dimas tegas. Dari mereka berdua, tak seorangpun yang berani melawan Dimas. Karena Dimas sudah dianggap kakak oleh mereka sendiri.

"Gue ... Gue dalangnya" Bima membuka suara menjawab pertanyaan Dimas. Dimas menarik ujung bibirnya dan melayangkan tinju tepat di perut milik Bima. Akibat pukulan Dimas, membuat Bima terdorong beberapa langkah dan mengerang kesakitan.

"Billy jelaskan apa masalahnya!" perintah Dimas. Billy diam. Tak berani mengeluarkan suara. Terlalu takut untuk menghadapi Dimas.

"Satu kesalahan." ucap Dimas.

"Gue ... nyakitin Bella. Bella nangis karena gasengaja denger pembicaraan gue sama Bian." Billy melirik Dimas. Ia tampak santai saja, jadi sepertinya Dimas tak memberi pelajaran kepadanya seperti Bima.

"Pembicaraan apa?" tanya Dimas. Kali ini ia berjalan mendekati Billy dengan tatapan yang dingin. Billy seakan tertekan dengan aura dingin milik Dimas. Ia meneguk air liurnya ketika Dimas sudah berada tak jauh didepannya.

"Dia bilang kalau dia nembak Bella karena Bian." jawab Bima frontal. Billy membelalakkan matanya karena perkataan jujur Bima. Dimas mendekati Billy lebih dekat.

"Tiga kesalahan. Ini karena lo diam ketika ditanya" tutur Dimas. Ia melayangkan tendangan tepat di tulang kering kaki Billy. Membuat Billy meringis.

"Ini karena lo mengkhianati sahabat lo sendiri" Dimas kembali melayangkan tinjuan ke perut Billy.

"Dan yang terakhir, ini karena lo buat perempuan nangis." Kali ini benar-benar telak. Dimas melayangkan tinjuan kerasnya tepat di muka milik Billy. Hidungnya mengeluarkan darah saking kerasnya. Telinganya berdenging. Dan kepalanya terasa berat. Billy jatuh di pukulan terakhir milik Dimas.

"Walaupun gue brengsek. Gue gapernah sekalipun ngebuat perempuan nangis." Dimas mengakhiri perkataannya di sela-sela kesadaran milik Billy.

***

Bima mengedarkan pandangannya ke langit malam. Bintang-bintang berserakan diatas sana. Berlomba-lomba saling memancarkan cahayanya untuk langit malam. Sang bulan tampak tenang diatas sana. Cahaya yang terang menghiasi suasana remang-remang jalanan. Banyak kaum adam sedang santai menghirup batang rokok dan tak lupa botol minuman keras di tangannya.

"Minum Bim?" tawar seorang temannya.

Bima menggeleng. "Gue nggak minum." Seakan mengerti dengan ucapan Bima, ia berjalan menjauhi Bima yang sedang menikmati suasana malam.

Kejadian tadi sore sangat membuat hatinya sakit. Bella, perempuan yang ia sayangi setelah mamanya. Dengan mudahnya, dipatahkan hatinya oleh sahabatnya sendiri. Ingin rasanya ia langsung saja menghajar Billy di depan hadapan Bian dan Bella. Agar mereka berdua tau bahwa brengseknya lelaki itu.

Bima menghelas nafasnya dengan kasar. Keadaan perasaan yang buruk mempengaruhi sikapnya. Ia mulai melempar batu yang ada disekitarnya kearah jalanan yang lenggang.

"Bodoh, kenapa lo bodoh Bim." teriaknya sambil tetap melempar batu secara acak. Ia berjalan kearah motornya, tanpa sengaja melihat raut muka yang bingung dari teman-temannya. Ia hanya mengklakson sebagai tanda bahwa ia pamit untuk pergi.

Ia sampai di depan rumah besar bernuansa putih. Memanjat balkon yang tinggi dengan bantuan seutas tali. Bima mengetuk pelan kaca jendela balkon milik Bella. Tak lama, sang pemilik balkon keluar menampakkan wajah yang kusut. Tanpa basa-basi Bima langsung saja masuk ke kamar Bella dengan sengaja. Bima menilik raut muka Bella. Mata yang sembab dan merah menjadi tanda bahwa ia habis menangis.

Bella memberi segelas air yang memang Bima minta. Ia masih saja menunduk menyembunyikan mukanya yang kusut. Sepertinya Bella sedang tak mau diganggu. Ia pamit pulang. Ntah apa maksudnya, Ingin bermaksud cool di depan Bella atau memang punya keberanian yang luar biasa, Bima melompat begitu saja dari balkon Bella. Lalu, ia pergi pulang dengan cara yang sama, memanjat pohon samping.

Setidaknya, ia sudah tahu keadaan Bella saat ini.

***

Bima duduk di cafe pinggir jalan. Ia sengaja tak masuk sekolah hari ini. Perasaannya masih kalang kabut mengingat kejadian akhir-akhir ini. Seorang pelayan mengantarkan pesanan milik Bima. Segelas kopi hitam sudah disajikan diatas mejanya.

"Bim ...." panggil seorang perempuan.
Bima menoleh kearah suara, dan mendapati Bian tengah berdiri dihadapannya. Bima hanya melirik sekilas dan menyeruput kopi hitamnya.

"Bim, dengerin gue please." ujar Bian memelas. Bima hanya menaikkan alis sebelahnya dan memandang Bian dengan muka yang tak bersemangat.

"Gue ... sayang sama lo. Gue pengen lo jadi pacar gue Bim." tutur Bian.

"Gue sebaliknya." ujar Bima seadanya.

Bian menggenggam tangan Bima. "Gue mohon, jadi pacar gue Bim. Gue cinta banget sama lo. Gue bakal lakuin apapun demi lo."

"Lo harusnya sadar. Ada orang yang lebih menyayangi lo."  Ujar Bima sembari melepaskan genggaman tangan Bian.

"Siapa? Billy?" tanya Bian. Bima mengangguk menanggapi pertanyaan Bian.

"Billy cuma sahabat gue Bim, galebih." jelas Bian meyakinkan.

"Lo harus lihat kebelakang. Ada orang yang bener-bener sayang sama lo. Dan gamau nyakitin lo. Billy sayang banget sama lo Bin." papar Bima panjang lebar.

Bian menunduk. "Tapi ...." Bima menarik dagu Bian terangkat keatas.

"Percaya, Billy gaakan ngecewain lo." Bima sekuat tenaga meyakinkan perempuan yang ada di depannya kini.

"Oke ... Makasih Bim." Ujar Bian berdiri. Bima mengangguk dan memberikan senyum yang manis kepada Bian. Bian juga membalas senyum Bima.

Bima mengekori Bian dari penglihatannya. Bian keluar dan mendapati Billy yang mengenakan seragam sedang menjemput Bian. Bian menangis di bahu Billy. Menyadari betapa bodohnya dirinya telah menyia-nyiakan lelaki yang sangat menyayanginya. Billy membiarkan Bian memeluknya. Walupun mendapat tatapan tak suka pada orang sekitarnya. Ia hanya tertawa kecil dan mengacak puncak rambut Bian.

Melihat pemandangan di depannya. Bima menarik ujung bibirnya keatas. Bahagia, melihat kedua sahabatnya bisa bersatu. Walaupun ada satu yang kurang.

Bella.
Sampai saat ini, ia masih saja salah paham antara dirinya dengan Bian. Padahal ia tak ada hubungan apa-apa, hanya sebatas sahabat kecil. Mungkin Bella berpikir macam-macam akibat kejadian saat Bian mengutarakan cintanya. Padahal Bima tak membalas cintanya, membiarkan cinta Bian bertepuk sebelah pihak. Agar bisa mengajari, ada lelaki yang benar-benar menyayanginya.

Pandangan Bima teralihkan pada sosok dua perempuan yang masuk ke cafe yang sama dengannya. Cantik.
Satunya pacar Dino. Satunya lagi calon pacar. Bima mengamati mereka berdua. Tawa bahagia keluar dari bibirnya. Manis sekali.

Mereka duduk kelang dua kursi dari tempat duduk Bima. Dian berhadapan dengannya. Sedangkan Bella, membelakangi dirinya. Bima berjalan pelan mendekati meja mereka. Dian sontak kaget melihat Bima mendatangi meja mereka. Tapi Bima mengisyaratkan untuk diam dengan kode jari telunjuk yang menempel di bibirnya. Dian seakan mengerti, hanya diam menuruti kehendak Bima. Terus menanggapi perkataan Bella yang sedang membahas novel yang ia beli tempo hari.

"Gelangnya cantik." ucap Bima. Mendengar suara dari arah belakangnya, membuat perempuan di depannya menoleh.

"Makasih..." balasnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
bersambung.
Jangan lupa vomennya ya geng💜💓💜

My Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang