Bunda Pergi | Lyra M P

60 9 1
                                    

"Dirga! Lo bolos lagi?" Leta berlari mengejar cowok yang jauh lebih jangkung darinya. Memang teman yang satu itu sering membolos namun tetap saja dia yang terbaik di sekolahnya.

"Banyak ngomong lo, udah tau kebiasaan gue juga." Dirga terus berjalan dengan langkah panjang membuat langkah Leta teseret-seret.

Dirga menjepit sebatang rokok dengan jari tengah dan telunjuknya. Dia menaruh rokok itu di antara kedua labianya, lalu mengambil pemantik di saku celana. Dirga memang sering merokok dan berbuat onar sejak dua tahun lalu, ketika papanya pergi dan tak kembali.

Leta dengan cepat mengambil dan membuang rokok itu, menginjaknya hingga menyatu dengan tanah. "Gila lo, sadar Ga! Satu waktu yang lo abisin sia-sia di masa sekarang, itu lo pinjem dari masa depan lo!" ujar Leta.

"Udah ah. Banyak ngomong lo. Temen kok suka ceramah. Ayo ikut gue!" Dirga menarik tangan Leta dan membuat langkah mereka sejajar. Kali ini dia memendekkan langkahnya.

"Ga, hari ibu bentar lagi nih. Lo ada rencana buat bunda lo?" tanya Leta di tengah perjalanan mereka.

"Gak nyiapin apa-apa gue. Lagian gue sama bunda gak pernah deket." Dirga terkekeh miris memikirkan bundanya. Orang itu selalu berusaha mengikis jarak, tapi Dirga selalu melangkah mundur.

Langkah Leta terhenti, dia mengajak Dirga duduk di bangku taman. Meski awalnya cowok itu tak mau, namun akhirnya dia menurut juga.

"Ga, lo ngerasa kehilangan gak waktu papa lo meninggal?" tanya Leta.

"Ya, lo tau jawaban gue," timpal Dirga dengan wajah datar.

"Lo sayang gak sama papa lo?"

"Lo tau jawaban gue."

"Lo ngerasa ada yang kurang gak waktu papa lo udah gak di sini?"

"Lo tau jawaban gue."

"Ok. Lo sadar nggak kalau bunda lo berusaha ngehibur lo selama ini?"

"Lo tau jawaban gue."

"Lo tau nggak kalau lo sebenernya sayang banget saka bunda lo?"

"Lo tau jawaban gue..., nggak."

"Lo bohong."

"Gue gak bohong." Ya, Leta terlalu cerdik untuk membuat Dirga berbohong. Tanpa sengaja cowok itu jujur.

"Ga, tatap mata gue!"

Kali ini Dirga tak bisa menolak.

"Lo itu udah 17 tahun, dan lo gak seharusnya ngejauhin bunda lo, jadi berandal kayak gini biar bunda lo kecewa dan gak peduli lagi sama lo. Seharusnya lo bahagiain dia, ngebiarin dia liat masa remaja lo yang cemerlang."

"Bunda gue udah terlanjur gue buat kecewa. Meskipun dia gak pernah bilang, gue tau dia kecewa sama gue."

"Lo salah, bunda lo bukan orang yang kayak gitu."

"Emangnya lo...."

"Bunda lo! Semakin nakal kelakuan lo, dia semakin nyalahin dirinya sendiri. Dia nganggep dirinya gak bisa ngurus anak tunggalnya. Dia selalu cari cara biar deket dan bisa ngomong sama lo. Sadar, Ga! Tuhan ngasih lo kesempatan, minta maaf sama dia besok, 22 Desember, jangan buat dia semakin ngerasa bersalah. Bahagiain dia!"

Drrt drrt drrt

Handphone Dirga berdering l, dari nomor tak dikenal.

"Ya, dengan Dirga Alvaro Pareka."

"...."

"Ya, saya anaknya. Ada apa?"

"...."

"A...apa? Tabrak lari? Me...di tempat?"

"...."

"Ya, saya ke sana sekarang."

Dirga menoleh. "Ta, makasih buat saran lo. Gue tau gue salah, tapi, Tuhan gak ngasih gue kesempatan buat minta maaf sama bunda Mom's Day besok. Bunda gue pergi."

"Maksud lo, Ga? Bunda li pergi ke mana?"

Tak menjawab pertanyaan itu, Dirga pergi. Semakin lama langkah kakinya semakin panjang dan akhirnya dia berlari.

"GA, BUNDA LO PERGI KE MANA?"

Anak Ayam Salah GaulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang