EYANG KAKUNG DAN EYANG PUTRI | Lailiya Putri Ramadhani

29 2 1
                                    

Haii... aku Alya. Kali ini aku akan bercerita tentang Eyang Kakung dan Eyang Putri yang telah merawatku dari kecil.

☆Flashback On☆

Mentari mulai muncul di ufuk timur menandakan hari sudah pagi. Di sebuah sawah kecil di pinggiran sawah, aku bersama Eyang Kakung dan Eyang Putri sedang berada di sawah untuk menanam padi. Eyang Kakung mencangkul sawah, Eyang Putri menanam padi dan aku hanya duduk di gubuk dekat sawah sambil meminum es teh. Hehehe.

Begitulah kegiatanku saat liburan. Hanya menemani Eyang Kakung dan Eyang Putri sampai sore kemudian pulang ke rumah.

"Eyang, kira-kira Bapak sama Ibu ngapain ya disana?" tanyaku kepada Eyang Putri.

"Eyang Putri juga ndak tau nduk. Yang penting kita doakan saja, semoga Bapak sama Ibu kamu diringankan siksa kuburnya dan semoga masuk surga."

"Aamiin."

Ya, aku anak yatim piatu. Bapakku meninggal dunia saat aku berumur 5 bulan di dalam kandungan dan Ibuku meninggal setelah melahirkanku. Jadi, dari kecil aku dirawat oleh Eyang Kakung dan Eyang Putri.

Tiba-tiba ada layangan yang melayang di udara tanpa senar dan itu berarti layangan itu putus.

"Wih, ada layangan putus Eyang!" teriakku.

"Alya kejar dulu ya!!" pamitku pada Eyang Putri dan dibalas anggukan oleh beliau. Setelah mendapat izin dari Eyang Putri aku langsung berlari sekuat tenaga mengejar layangan itu.

Banyak sekali anak yang ikut mengejar layangan itu, sampai-sampai salah satu dari mereka tidak sengaja menjegalku dan mengakibatkan aku jatuh.

Aku jatuh tepat pada sebuah batu yang tajam dan itu menyebabkan beberapa luka di kakiku. Sakit sih, tapi aku tidak boleh menyerah, aku harus mendapatkan layangan itu! Harus!

Dengan susah payah aku mengambil layangan tersebut sampai harus berebut dengan anak-anak yang lain dulu. Dan akhirnya dapet, Alya gitu loh! *kibas rambut.

Aku berlari kembali menuju gubuk Eyang. Sesampainya di gubuk, langahku terhenti. Karena Eyang Kakung bertanya pada Eyang Putri, "Kemana Alya tadi?"

Dan Eyang Putri menjawab. "Ngejar layangan."

Fyi, posisiku membelakangi mereka. Jadi mereka tidak tau kalau aku sudah kembali.

Aku menepuk jidatku. Bagaimana bisa aku tidak izin ke Eyang Kakung? Wah, alamat dimarahi kalo gini.

"Kok ndak kamu cegah toh! Nanti kalo dia kenapa-napa bagaimana? Kamu ini!" bentak Eyang Kakung. Nah kan marah beneran.

Aku mencoba mundur perlahan. Tapi sialnya aku mengijak sebuah batang pohon singkong sehingga menimbulkan bunyi 'kretek'. Karena mendegar suara itu, Eyang Kakung berbalik.

"Nah ini nih anaknya," Eyang Kakung lalu menjewer telinga kananku dan berkata, "Bandel lagi kamu ya. Sudah dibilangin jangan ngejar layangan lagi, kok ya masih bandel. Lagian kamu itu perempuan, ndak pantes main layangan itu. Itu kaki kamu kenapa berdarah?"

"Tadi jatuh Eyang," jawabku sambil menunduk.

"Kapok yo iku rasakno!! Ya itu akibatnya anak bandel kayak kamu! Ora enak toh? Dibilangin bandelnya naudzubillah."

Aku hanya bisa menunduk pasrah. Ini bukan pertama kalinya Eyang Kakung marah padaku, hampir setiap hari Eyang Kakung marah padaku karena ulahku. Seperti tidak mengerjakan pr, tidak menyapu rumah, tidak mau sekolah dan lain sebagainya.

"Sudahlah, jangan dimarahi lagi. Sini nduk, Eyang Putri obatin." ucap Eyang Putri kepadaku.

Dengan telaten Eyang Putri mengobati beberapa luka di kakiku menggunakan handuk dan air hangat dari termos.

"Eyang Putri, kenapa ya Eyang Kakung jahat banget jadi orang?" tanyaku.

"Nduk, Eyang Kakung itu ndak jahat. Dia memang keras dan itu bertujuan biar kamu ndak nakal lagi dan biar kamu disiplin," kata Eyang Putri. "Nanti kalo besar kamu pasti merasakan bahwa sikap Eyang Kakung sekarang itu berguna untuk masa depan kamu," lanjutnya.

Memang Eyang Kakung itu berwatak keras, tegas dan disiplin, sedangkan Eyang Putri berwatak lembut dan baik hati.

☆Flashback off☆

Dan yaa, sekarang aku merasakan bahwa sikap Eyang Kakung dulu amat sangat berguna untukku sekarang. Mungkin tanpa didikan Eyang Kakung dulu, mungkin aku akan menjadi wanita malas.

Sedikit info untuk kalian, "Orang tua itu tak selalu orang yang melahirkan kita, namun beliau yang selalu dengan ikhlas membesarkan dan mendidik kita hingga menjadi manusia yang berguna."  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anak Ayam Salah GaulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang