The Zombie's 10

7.2K 973 55
                                    

12 Januari xxxx. Pukul 02.35 p.m

Semakin lama matahari perlahan bergerak ke barat. Keadaan dalam mobil kini senyap. Kaos hitam yang kupakai kini sudah basah dengan air mata Kevin. Anak lelaki itu sekarang terlelap dalam dekapanku.

Aku mengelus pelan rambut pirangnya. Ah, anak ini sangat mirip dengan Callie ibunya. Mereka sama-sama memiliki rambut pirang yang terang serta iris hazel yang cerah.

Aku melirik ke arah ibuku yang kini sibuk menatap kehancuran kota lewat kaca jendela. Aku tersenyum getir. Aku ikut melihat kehancuran kota lewat kaca jendela. Setetes cairan bening jatuh dari mata kananku dan membasahi rambut pirang Kevin.

Aku turut merasakan duka bersamanya. Kejam memang. Kenapa bisa Callie pergi di saat tujuan akan segera tergapai? Kevin baru berumur 10 tahun, dan adegan mengerikan tadi dilihatnya secara langsung. Bagaimana cara zombie merobek-robek tubuh ibunya dengan ganas, proses berubahnya sang ibu menjadi zombie dan bagaimana tatapan itu tak lagi terlihat nyaman seperti dulu.

"Ibu." Panggilku membuatnya menoleh padaku.

Ia memasang senyumnya yang selalu membuatku merasakan kedamaian di dalamnya, "Ada apa sayang? Kau merasa lelah?"

Aku mengangguk, "Sangat lelah."

Kurasakan sebuah kehangatan menjalar dari tanganku. Ibu menggenggamnya erat sekali seakan tak ingin melepasnya, "Bertahanlah sebentar. Kita akan segera sampai, Val." Ucapnya.

"Rambutmu terlihat berantakan. Mau ibu benahi?" Tanyanya.

Aku mengangguk dan membenahi posisiku agar nyaman. Rambutku coklatku langsung tergerai begitu karet gelangnya dilucuti.

"Ibu mengepang rambutku?"

"Ya. Lagipula sudah lama sekali ibu tak melakukan ini."

Aku diam dan membiarkan ibuku mengepang rambutku. Aku merasa nyaman dengan perlakuan ibuku. Sentuhan-sentuhan lembut kurasakan di rambutku.

"Selesai."

Aku memegang hasil kepangan ibuku. Aku tersenyum senang. "Cantik." Ucapku ketika melihat hasil kepangannya lewat kamera di ponselku.

"Ah, jika selamat nanti aku akan meminta ibu mengajariku mengepang juga."

Ibuku tertawa kecil dan membuatku juga ikut tertawa. Ah, aku bahagia melihatnya. Meski keadaan sekarang sangatlah mengerikan, tetapi jika kau bersama-sama dengan orang yang kau cintai maka kau akan merasa bahagia.

"Ibu tak akan meninggalkanku kan?" Entah kenapa pernyataan itu meluncur dari bibirku.

Ibuku terdiam sesaat sebelum membuka suaranya, "Ibu akan selalu bersamamu, Val." Jawabnya beberapa detik kemudian.

"Bagaimana dengan Ayah? Ayah akan terus bersamaku kan?" Tanyaku.

Ayahku melirikku lewat kaca depan. Ia tersenyum membuat lesung pipitnya terlihat. Ayahku tampan juga ternyata.

"Sesuai dengan perkataan ibumu. Ayah juga akan selalu bersamamu." Jawabnya.

"Bagaimana dengan Julian? Kau juga ingin menanyakan hal yang sama padanya?" Tanya Ayahku tiba-tiba.

Kulihat dari kaca depan, Julian nampak melirik ke arahku sebentar.

Aku tersenyum, "Aku sudah menanyakan hal itu padanya, Yah. Dan dia juga menjawab sesuai dengan apa yang Ayah dan Ibu katakan."

Ayah dan Ibuku nampak tertawa mendengar jawabanku sedang Julian ia hanya diam meski kulihat ia nampak bergerak-gerak gelisah. Apa perkataanku menyinggungnya?

Journey To The AirportTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang