The Zombie's 5

8.5K 1.1K 33
                                    

12 Januari xxxx. 11.13 a.m

Aku berjalan mengendap-endap menyusuri tiap ruangan di rumah ini. Senjata sudah kupegang erat di tanganku. Aku berhenti di depan sebuah ruangan. Tepat di pintu terdapat sebuah papan yang sudah diukir cantik bertuliskan 'Ariana'. Aku yakin ini adalah sebuah kamar. Tepat saat tanganku memegang gagang pintu, kurasakan sebuah tepukan di bahuku membuatku berbalik sambil mengancungkan pistol.

"Apa yang kau lakukan?"

Aku menurunkan senjataku karna Afsheenlah pelakunya. "Hanya ingin memeriksa ruangan ini sebentar."

Gadis itu hanya mengangguk.

Tanganku kembali memegang gagang pintu. Dengan perlahan kuputar dan kudorong dengan sangat pelan. Begitu ku masukkan kepalaku, ruangan bernuansa Doraemonlah yang menyambut penglihatanku. Tak ada zombie di sini.

Aku masuk ke dalam diikuti Afsheen di belakang. Afsheen segera membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Sedangkan aku malah mendekati sebuah lemari, tanganku bergerak membukanya.

Mataku bergerak melihat ke arah baju yang kupakai. Bau dan kotor. "Kau ingin mengganti bajumu, Af?" Tanyaku sambil sibuk memilih-milih baju.

Belum sempat dia menjawab, aku segera melemparinya kaos berwarna merah polos. "Kurasa itu pas untukmu."

Aku kembali memilih-milih baju. Tanganku pun bergerak mengambil sebuah kaos berwarna hitam bergambar kartun. Tanpa pikir panjang lagi, kulepas kaos berwarna biru muda yang kupakai dan menggantinya dengan kaos hitam yang kupilih tadi.

"Setidaknya sudah tak bau lagi" gumamku. Aku pun berbalik dan terkejut karna Afsheen menyemprotkan sesuatu padaku.

"Kau membutuhkan parfum sedikit." Ucapnya sambil tersenyum lebar.

Aku menatapnya kesal karna ia melakukannya secara tiba-tiba, "Semprotkan lagi sedikit di bagian belakangku." Perintahku lalu membalikkan tubuhku.

Ia melakukan apa yang ku perintahkan. Aku tersenyum menikmati aroma stroberry yang masuk ke hidungku.

"Kau tidak ingin memakai bedak sedikit?" Tanyanya sambil mengangkat sebuah bedak.

Aku menggeleng, "Aku lebih membutuhkan karet gelang untuk mengikat rambutku." Aku pun mengambil sebuah karet gelang lalu menarik rambut coklatku ke belakang dan mengikatnya menyerupai ekor kuda.

"Kau masih punya keperluan lain? Jika tidak lebih baik kita kembali pada mereka, pasti mereka panik karna kita tiba-tiba menghilang." Ucapku

Kami pun akhirnya keluar dari kamar itu dan kembali menemui mereka. Ibuku terkejut ketika melihat baju yang kupakai.

"Kau dapat dari mana baju itu?" Tanya ibuku bingung.

"Mengambilnya di kamar seseorang." Aku pun duduk di sebuah sofa.

Kakakku berdecak ketika aku duduk di sampingnya, "Kita akan melawan zombie, kenapa kau malah memakai parfum?" Sindirnya.

"Siapa tahu ada zombie yang tiba-tiba menyukaiku karna bau parfumku." Ucapku bercanda. "Jangan dekat-dekat padaku, kak. Kau itu bau." Aku segera menjauh ketika ia mendekat.

"Aku mendapatkan sesuatu." Julian datang tiba-tiba. Aku tak tahu ia dari mana. "Ada sebuah mobil yang masih bagus di garasi, dan pas untuk kita berenam naiki." Ujarnya.

Bahuku melorot. Haruskah kita keluar lagi? Aku benci jika harus melihat zombie-zombie jelek itu lagi. Dengan terpaksa aku mengikuti mereka menuju garasi.

Kami semua akhirnya kembali masuk ke dalam mobil. Mobil yang kami naiki kali ini lebih besar, bahkan bisa muat delapan orang sekaligus. Kakakku sudah siap di kemudi. Mesin sudah di nyalakan. Julian pun kini sudah bersiap untuk membuka pintu garasi.

"Kau sudah siap?" Julian bertanya dengan sedikit keras.

Kakakku langsung berseru keras jika ia siap. Perlahan pintu garasi pun terbuka. Cahaya perlahan masuk melalui celah pintu, semakin lama semakin besar. Jantungku pun kini kembali berpacu cepat. Julian sudah siap di dalam mobil.

Tepat ketika pintu garasi terbuka sempurna, pemandangan zombie-zombie ganas pun langsung menyambut. Kepala mereka bergerak melihat ke arah kami. Dan secara serentak mereka mengaum sangat keras disertai desisan menjijikan.

Mereka berlari ke arah kami secara bersama-sama. Kakakku pun menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang sedikit cepat. Mobil ini menabrak semua zombie-zombie yang berada menghalau jalannya. Alhasil, zombie-zombie itu tertindih roda mobil bahkan ada yang terpental jauh. Kami selamat dari zombie itu.

Kakakku nampak tersenyum lebar melihat hasil pekerjaannya. "Kau lihat apa yang baru kulalukan, Val?" Ia melirikku melalui kaca depan.

"Itu bukan karnamu, tapi karna mobil ini." Aku tersenyum mengejek.

"Bilang saja kau tak mau mengakui kehebatanku, secara kau belum membunuh satu zombie sekalipun."

Aku baru saja hendak menarik rambutnya, tapi Ayahku lebih dulu menghentikannya. "Astaga kalian ini, bahkan di saat genting seperti ini kalian masih saja berkelahi?"

"Sudahlah, David. Jangan terus mengejek adikmu." Timpal ibuku.

"Maaf." Ucapku dan kakakku secara bersamaan.

Keadaan di dalam mobil pun menjadi sunyi setelah pertengkaranku dan kakakku. Aku lebih memilih diam dan bersandar di bahu Ayahku.

Drrtt drrtt
Ponselku bergetar. Segera kuraih ponsel yang berada di saku celanaku lalu mengangkat telfonnya.

"Ad--"

"Valerie..."

Aku terkejut ketika mendengar suara bibiku. Suaranya mulai memberat seperti baru digigit zombie. "Apa yang terjadi padamu, bi?"

"Jangan..."

"Bibi Alexa, apa yang terjadi padamu?" Mataku sudah berkaca-kaca ketika mendengar suaranya semakin lama mulai memberat.

"Jangan dat--" tiba-tiba saja suaranya menghilang dan tergantikan dengan desisan zombie.

Ponselku jatuh dari genggamanku. Jadi aku berduka lagi?

Journey To The AirportTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang