22 - Pertemuan Setelah Kehilangan

1.2K 68 2
                                    

Aku berjalan ke arah lemari yang cukup besar,mengambil sebuah box besar berwarna hitam. Disini terdapat 1 foto pria yang masih aku cintai sampai sekarang. Bahkan rasanya sakit melihat foto kita berdua di dalam figuran yang ada di box merah ini. Aku melihat ponselku yang sudah 5 tahun tidak aku gunakan. Raka selalu menghubungiku, mengatakan kalau dia rindu padaku, mengirim email padaku. Padahal dia tahu aku tidak akan membalasnya. Aku sudah mati di dalam kehidupannya.

Tetapi bagaimana selanjutnya nanti? Kak Ray menemuiku. Dia masih mengenalku.

"Ngga, Cara kamu harus terus menghindarinya." Aku sudah bertekad besok akan pergi ke Singapura. Aku akan berbohong dengan El kalau aku akan ke Indonesia. Maafkan aku, El. Aku tidak mau kau khawatir.

***

"Tuan Syafiq, jet anda sudah siap." Ucap sekertarisku dengan sopan. Aku hanya mengangguk tanda mengerti. Berjalan masuk ke dalam jet.

Aku mengambil tabletku. Melihat foto - foto terakhir sebelum Cara dan aku berpisah. Aku harap Raymond tidak bercanda soal ini. Aku harap apa yang dia lihat memang Cara.

"Tuan, jet anda akan berangkat sekarang."

Aku mengangguk, "Kalau bisa tidak usah transit ke Abu Dhabi, penerbangan di lakukan non-stop saja." Pilot itu mengangguk.

Aku kembali memfokuskan pikiranku ke foto. Aku masih terus berpikir. Apa ini mukjizat dari tuhan untukku? Sungguh aku tidak sabar menemuinya, memeluknya, menciumnya. Dan aku akan membawanya ke Indonesia.

***

Beberapa kali aku memencet bel tetapi tidak ada suara dari si penghuni rumah ini. Aku mendengar alunan piano yang berisi kesedihan dalam setiap nadanya. Pasti Cara sedang bermain piano sekarang. Aku membuka pintu rumahnya yang tidak di kunci. Dan aku menemukan Cara yang menangis sambil memainkan piano. Baru kali ini aku melihatnya serapuh ini.

"Car, Cara. Are you ok?" Aku menghampirinya dan memeluknya. Tangisannya semakin deras, apa yang terjadi dengannya? Dia menangis sampai sesegukkan. Sungguh aku tidak bisa melihat dia seperti ini.
Ini pertama kalinya aku melihat dia seperti ini.

Tangisannya mulai mereda. Dan aku perlahan melepas pelukannya. Menghapus air matanya, "Car, Tell me what happened to you."

"Aku sangat merindukan mamaku di Indonesia. Itu saja," dia tersenyum padaku. Apa sesedih ini? Aku memeluknya lagi, mencium pucuk rambutnya.
Cara mendongak ke atas, "El, sepertinya aku akan ke Indonesia besok, sudah lama aku tidak pulang ke Indonesia."

"Aku ikut," ucapku yang dia balas dengan membelai rambutku sedikit menjinjit karena aku lebih tinggi darinya.

"Tidak, El. Bukankah kamu akan pergi ke German besok?"

Aku menghela napas, lagi-lagi aku meninggalkannya demi pekerjaan, "Kamu akan berangkat jam berapa?"

"Jam 10 pagi pesawatku akan berangkat, mungkin jam 8 aku sudah berangkat dari rumah."

"Batalkan saja pesawatmu. Kita berangkat bersama dengan jet pribadiku. Aku akan transit ke Indonesia dulu. Baru aku akan ke German."

"El, sudahlah. Aku bukan anak kecil yang harus kamu jaga terus - terusan." Aku tidak menganggapmu anak kecil, Car. Kau bagian dari hidupku.

"Tapi kamu maling es krim." Dia tertawa, menampakkan deretan giginya yang rapi itu.

***

Roda jet pribadinya menjejakkan ke run away Bandara Schiphol, Amsterdam. Raka beranjak turun dengan jas abu - abu yang ia taruh di tangan kanannya. Ia melihat arlojinya yang menunjukkan pukul 08.30. Mungkin dia akan ke starbucks dulu, Raymond akan menjemputnya jam 09.00.

Cara & RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang