"Kamu pesan apa?" tanya Raquel, menyodoriku selembar menu yang terlipat rapih di genggamannya. Aku terdiam cukup lama, sibuk memilih pesananku.
"Jus jeruk dan sandwich."
Raquel mengangguk mengerti, lalu meninggalkanku untuk memesan makanan. Kantin kami lebih seperti kafe. Menu-menunya pun bukan seperti kantin pada umumnya. Didesain dengan gaya klasik, sangat unik. Membuat semua murid merasa nyaman di sini.
Musik klasik mengalun dengan lembutnya di seluruh penjuru ruangan, membuat penghuninya merasakan kedamaian saat memasuki kantin. Terdapat lonceng kecil yang bertengger pada atas pintu masuk yang membuat suara dentingan di tiap pintu itu dibuka maupun saat ditutup.
Pesanan kami pun datang, tak lama setelah Raquel memesannya. Aku mengaduk-ngaduk isi gelas di hadapanku dengan sedotan, lalu menyedot minuman itu perlahan. Kunikmati bulir demi bulir yang menyapa kerongkonganku, rasanya menyegarkan.
"Katakanlah apa yang ingin kamu katakan." Raquel akhirnya membuka pembicaraan setelah keheningan sesaat tadi. Namun, ucapannya malah membuatku terdiam kebingungan.
"Apa maksudmu, Raquel?"
Jangan-jangan ....
Ya, sudah kusangka dia pasti curiga. Dia tak pernah bisa berbohong di hadapanku, begitu pula aku kepadanya. Jadi tak aneh jika dia mengetahui kegelisahanku saat ini. Aku bimbang, haruskah aku mengatakan hal ini padamu Raquel? Alasanku merasa ragu adalah karena takut membebanimu, dan satu hal lagi, aku takut kau tak akan percaya padaku.
"Tidak padaku Kyra, jangan coba-coba berbohong," ucap Raquel sedikit memaksa.
Aku menghirup udara cukup lama, lalu mengembuskannya perlahan. Kini saatnya mengetes seberapa kami saling mempercayai. Entah Raquel akan percaya atau tidak aku akan mengatakan hal ini sekarang.
"Apakah kamu percaya ..., mm, dengan keajaiban?"
Raquel terlihat bingung sejenak. Namun, dia mengangguk mantap sebagai jawaban dari pertanyaanku. "Tentu saja, aku percaya."
Degup jantungku berdetak tak beraturan, aku seperti menunggu hasil ujian kalau seperti ini. Namun, mau tak mau aku harus mengatakannya. Apalagi pada sosok di hadapanku ini. Sahabat satu-satunya yang kumiliki sampai saat ini.
"Aku bisa melihat masa depan," ucapku pelan, setengah berbisik apalagi di dua kata terakhir yang sengaja kuperkecil volumenya. Tentu saja setelah memastikan keadaan kantin. Bisa gawat jika ada yang mendengar ucapanku tadi. Aku memperhatikan reaksinya, tidak terkejut sama sekali. Apa dia mendengar ucapanku barusan? Atau dianggapnya hanya sebagai candaan?
"Aku tahu itu."
Apa?
Aku tersedak sandwich yang kumakan dan segera meminum juice-ku. Pendengaranku sedang baik-baik saja, 'kan? Aku seperti mendengar Raquel mengucapkan kalimat sakral. Apakah kali ini aku yang sedang diuji?
"Kau tidak salah dengar, Kyra. Aku sudah tahu tentangmu sejak lama. Aku seorang clypeus. Kekuatanku adalah membaca pikiran."
Wajahnya sangat serius. Aku bertanya, "Kami? Berarti ada lebih banyak orang seperti kita?"
Itu artinya Raquel bisa membaca pikiranku selama ini? Memikirkannya saja sudah membuat kepalaku pening.
Raquel mengangguk pelan. "Lebih banyak dari yang kamu bayangkan. Mereka tersebar dan berbaur dengan lingkungan, tapi ada satu hal yang aneh ...."
"Apa itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wizard.
Fantasy[KATANYA ON GOING] Kyra selalu bermimpi buruk dikejar orang aneh, lalu teror itu menjadi nyata saat jati dirinya terungkap. Dia seorang penyihir dan kekuatannya sedang diincar penyihir jahat. Ramalan mengatakan bahwa hal buruk akan terjadi, di mana...