Slaap.
Aku berhasil mengarahkan panah tepat sasaran. Sasaran itu terbuat dari papan kayu lingkaran yang telah dipoleskan pembatas warna, digantungkan pada salah satu cabang pohon. Senyum puas tercetak di wajah Mr. Robbin, guru berperang yang melatih kami. Ia mendekat ke arahku dengan senyum sumringahnya.
"Bagus, Nona Qwertt," pujinya.
Aku menundukkan kepala. "Namaku Kyra, Mr. Robbin." Jangan salah paham. Bukannya aku tidak senang dipanggil dengan nama klanku. Namun, dikenal dengan nama sendiri itu lebih baik.
Mr. Robbin terkekeh mendengar tuturanku. "Tentu saja."
Tangan kanannya terangkat ke udara, membentuk papan sasaran mengikuti jumlah jentikan jarinya. Terlihat menakjubkan.
"Panah semua dengan cepat," ujarnya, memberikan ruang untukku.
Kuraih tiga anak panah dalam tabung yang kusampirkan di punggung, lalu menargetkan panahan ke arah tiga titik sekaligus.
Slaap.
Slaap.
Slaap.
Tiga buah anak panah lolos dari bidikanku, tertancap tepat di tengah papan dengan jangka perdetik di tiap tancapannya. Tepuk tangan serta sorakan tertangkap oleh gendang telingaku. Sesuatu yang baru saja kusadari, aku menjadi pusat tatapan mereka.
Aurelia menepuk bahuku dengan antusias. "Kamu hebat di bidang olahraga, Kyra!"
Sepertinya wajahku sudah memerah sekarang. Mr. Robbin meminta kami semua untuk beristirahat. Aku dan Aurelia duduk di rerumputan.
"Waktu cepat berlalu, ya, ah ... sudah berapa lama kita di sini?" tanya Aurelia yang mulai menghitung dengan jarinya.
"Mungkin tiga minggu," ujarku.
Wajahnya sangat antusias, mata heterochromia-nya membulat sempurna. Aurelia menggigiti jari-jarinya yang bersih dari kuku. Aku berani bertaruh, gadis itu tidak tertarik manicure, sepertiku.
Sejak kejadian di laboratorium, Mrs. Maggy jadi lebih mengawasiku ketika praktek ramuan. Untungnya Aurelia selalu membantuku saat kesusahan. Kami menjadi lebih dekat sekarang.
Kertas yang dikembalikan itu, meski sesungguhnya bukan milikku, tertulis kata aneh di dalamnya. 'Tolong,' katanya. Aku tidak paham siapa yang meminta tolong.
Seorang pemuda berjubah biru tua berlari tergesa-gesa, lalu membisikkan sesuatu ke arah Mr. Robbin.
Aurelia menatapku dengan raut bingung. Kedua tangannya membentuk corong untuk berbisik. "Ada sesuatu yang salah."
Aku melakukan hal yang sama. Mungkin ini terlihat menggelikan, tetapi Aurelia sepertinya tidak ingin orang lain mendengar. "Apa maksudmu?"
Aurelia menunjukkan burung hantu peliharannya. Dia menunjuk hewan itu, seolah-olah mengatakan bahwa mereka sudah berbicara. Burung hantu tersebut terbang, ketika Aurelia mengibaskan tangan dengan gerakan mengusir.
"Ada yang berusaha menembus portal sekolah," bisiknya kembali.
Mr. Robbin dengan wajah pucatnya menandakan bahwa ada yang tidak baik-baik saja. Dia membubarkan kelas. "Latihan kita akhiri sampai di sini. Kalian kembalilah ke asrama masing-masing."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wizard.
Fantasy[KATANYA ON GOING] Kyra selalu bermimpi buruk dikejar orang aneh, lalu teror itu menjadi nyata saat jati dirinya terungkap. Dia seorang penyihir dan kekuatannya sedang diincar penyihir jahat. Ramalan mengatakan bahwa hal buruk akan terjadi, di mana...