Part: 9

131 15 0
                                    

Mungkin keputusan yang tepat saat aku menerima tawaran Regrust untuk mengantarku ke sini. Aku melongo tidak percaya ketika menatap sosok di depanku.

"Hei, Nak, kau sama tidak sopannya dengan yang lain."

Hatiku merasa sangat bersalah. Kepalaku tertunduk. Namun, tidak dapat dipungkiri diriku semakin terkejut mendengarnya berbicara. "Maafkan aku, Tuan Lint."

Di depanku kini duduk sesosok mirip, maaf, katak. Tumbuh beberapa jamur raksasa di punggung kasarnya. Telinganya panjang seperti kurcaci. Tubuhnya seukuran manusia.

Kelopak matanya menyipit memperhatikan kehadiranku dan Regrust.

Tuan Lint mengibaskan tangan, lalu cangkir-cangkir mulai bermunculan dari lorong hingga mendarat di meja. Aroma yang menenangkan tercium dari sana.

"Minumlah, tamu tetaplah raja," ujarnya.

Kutatap Regrust yang kebetulan juga melihatku. Pemuda itu mengangguk dan menyesap minuman hangat itu lebih dulu. Wajahnya normal-normal saja setelah meminum itu. Sebenarnya aku merasa ragu.

Aku ikut meneguknya dan merasakan aroma teh menyentuh lidah. Wanginya menari-nari di rongga mulutku. Itu rasa yang luar biasa.

"Sekarang jelaskan maksud kedatangan kalian kemari."

Rumah ini terbuat dari jamur raksasa yang sangat lembab. Kulitku bingung harus merasakan panas atau dingin di sini. Ada banyak pernak-pernik seperti patung kecil dan batu-batu aneh di rak.

Tn. Lint menatap mataku, lalu berujar, "Mendekatlah, Nak."

Mata hijau itu bersinar dengan indah hingga membuatku terbuai, jernih serta menenangkan, dan sejuk seperti pedesaan yang penuh pohon rimbun. Aku ingin mengabadikannya dalam sebuah foto, andai ada kamera di sini.

Ketika dia tersenyum, mataku hanya melihat keindahan. Bibirnya terbuka, sepertinya sosok itu akan bersuara. "Jangan terkejut, memang kaulah orangnya. Perang akan datang, mata akan memperbaiki. Kau bukan pion, jangan lupakan jati diri," ujarnya dengan suara paling indah yang kudengar saat ini.

Tuan Lint menyipitkan mata, membuatku tersadar. Tau tau, sedari tadi aku sudah berlutut di kakinya. "Apa yang kau lihat, Nak?" tanyanya.

Lidahku terasa kelu. Mataku tadi seolah menipu, Tn. Lint tidak punya bola mata seindah itu. Warna matanya hitam alih-alih hijau terang. Aku bangkit dari duduk karena kakiku terasa kebas. Suaranya juga tidak seperti yang kudengar. Apa tadi itu ilusi?

"Tuan, tadi Anda mengatakan—"

Tn. Lint tertawa, sedangkan diriku tidak tahu apa bagian lucunya.

"Jangan beritahu siapa pun apa yang kau dengar, Nak. Simpan untukmu sendiri," ujarnya memotong perkataanku.

Kepalaku terangguk. Regrust menatapku kebingungan, sepertinya hanya aku yang melihat kejadian itu.

***

"Apa yang terjadi tadi, Kyra?" tanya Regrust ketika kami berjalan di hutan. Sudah lewat lima belas menit sejak kami pergi dari rumah Tn. Lint.

Ramalan yang diucapkannya terngiang-ngiang di kepalaku. Memang aku orang yang dicari-cari Daniel, Harwich memang benar. Namun, haruskah aku memberitakan ini pada semua orang dan berikrar untuk menyelamatkan negeri ini dari perang?

Terlintas perkataannya di otakku, mengenai ramalan tersebut yang harus dirahasiakan.

"Dia memberitahuku sesuatu tentang perang, tapi maaf Regrust ... aku tidak bisa menjelaskannya padamu," ujarku.

The Wizard.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang