Part: 15

43 6 0
                                    

Kereta yang kududuki ini meliuk di udara dengan kecepatan luar biasa. Pengemudinya pasti terbiasa berkendara dengan liar. Raquel menyodoriku kantung muntah untuk ketiga kalinya.

Kepalaku sudah sangat pusing, apalagi ketika Raquel berseru dan menunjuk-nunjuk ke arah jendela. "Itu heksagon!"

Kepalaku ikutan melongok, lalu rasa sesal tiba-tiba mengerayangiku, disusul rasa mual. Sekelebat sempat kulihat benda raksasa berbentuk segi enam. Benar, heksagon.

Mungkin benda ini dan pentagon gedung Departemen Pertahanan Arlington itu bersaudara.

"Kamu baik-baik saja, Kyra? Kita sudah sampai," ujar Raquel.

Rasa cemasku berhenti sampai di sana, aku bergegas keluar untuk menghirup udara segar.

Nasib Lie tidak jauh berbeda denganku. Masih dengan wajahnya yang merah pucat, dia melambaikan tangan ke arah kami dari kejauhan.

"Mana, Kyle?" tanya Raquel.

Seorang gadis menyusul turun tidak lama setelah Lie. "Itu dia," jawabku.

Aku menggeret koper seperti pada saat kami mendatangi sekolah sihir. Sayangnya, Aurelia tidak bisa ikut karena harus tetap dirawat, apalagi belum dilantik secara resmi menjadi anggota W.O.S.A.

Wajah Aurelia terlihat lebih sehat sewaktu aku, Raquel, Lie, dan Kyle mengunjunginya, walau masih pucat. Petugas kesehatan mengatakan bahwa dia menderita hipoglikemia, yaitu kondisi ketika kadar gula dalam darah berada di bawah normal.

"Ini heksagon tadi?" tanya Lie dengan wajah terkejut.

Ternyata bangunan markas ini sangat megah. Benar-benar tinggi! Aku sampai tidak dapat melihat ujung gentengnya. Ah, mungkin mereka tidak memakai genteng?

"Kita akan tinggal di sini? Siapa pun, tolong cubit aku!" seru Lie kegirangan. Namun, beberapa saat kemudian dia mengaduh karena sebuah bola karet mengenai kepalanya.

Mata Lie membelalak. "Teddy, ini sakit tahu!"

Brodan Roup terlihat panik sekaligus kaget karena mendengar teriakan Lie. Dia berujar, "Bukan aku kok."

"Ah, maaf, aku tidak sengaja!" seru Zayn yang berdiri di sebelah Teddy.

Aku membungkuk untuk mengambil sesuatu yang sebelumnya kupikir adalah bola karet, tetapi ternyata sebuah gelang. Rasanya benda ini familiar.

Zayn sudah berdiri di samping Lie. "Aku benar-benar tidak sengaja," ujarnya.

Lie mendesah kesal. "Ya sudahlah, aku maafkan."

Wajah pemuda itu berbinar senang. "Terima kasih! Ah, boleh kuminta gelangku?"

Tatapannya terlihat aneh sewaktu menatap gelang yang kuambil tadi. Zayn ternyata tipe yang memakai gelang rajutan.

"Sebenernya ini milik kakakku. Dia memberiku kenang-kenangan saat aku masuk akademi," jelasnya ketika gelang tersebut sudah berada di tangannya lagi.

Itu pasti benda yang sangat berharga baginya. Aku bisa membayangkan hal itu. Bahkan Kak Dick tidak pernah memberikanku satu benda pun padaku.

Zayn sangat beruntung.

Semua orang dalam rombongan berkumpul, seperti semut yang mengerubungi gula dengan topik pembicaraan yang berbeda-beda. Telingaku penuh mendengar kisah Lie yang kesulitan menemukan kantung muntah sewaktu di kereta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Wizard.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang