Vanka sedang bermain PS dengan Jujur di apartment nya. Lebih tepatnya bukan bermain PS, tapi Jujur sedang menceramahi Vanka.
"Yang lo lakuin ke Kayla itu keterlaluan banget, Van," tutur Jujur. Vanka hanya bergumam.
Entahlah Vanka itu dirasuki jin atau memang keturunan iblis. Selalu saja mengabaikan nasihat-nasihat yang diberikan untuknya.
"Gue serius, Van. Lo terlihat bangsat banget."
"'Kan gue emang bangsat."
Jujur menghela napas panjang. "Lo coba mikir seandainya lo yang di posisi Kayla."
"Gue nggak pernah berada diposisi kayak dia."
"Lo nggak berhak menghakimi Kayla dengan nyuruh dia berhenti suka sama lo. Itu hak dia buat suka sama siapa aja." Jujur meletakkan stick PS.
Dia ingin bicara serius dengan Vanka. Jika Vanka dibiarkan seperti ini, pasti akan menyakiti perasaan banyak orang. Dan tentunya ini tidak akan baik untuk diri Vanka sendiri.
"Bener kata Dharus, Van. Kalau lo nggak suka sama dia jangan lo tunjukkin banget. Biasa aja. Jaga jarak dan sekadar cukup tahu. Dengan lo bentak dan maki-maki Kayla lo dapet apa? Lo justru terlihat semakin buruk di mata orang lain."
Vanka hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kesannya kok di sini gue yang bersalah banget sih, Jur? Dia juga salah. Bukan cuma gue."
Jujur menempeleng kepala Vanka. Di sini memang Vanka yang paling bersalah. Kenapa dia tidak mau disalahkan? Justru meminta menyalahkan Kayla juga. Aneh sekali.
"Emang lo salah. Kalau lo nggak suka sama Kayla lo bisa dong ngomong baik-baik, pasti dia bisa ngertiin lo. Bukan dengan ngebentak dia juga. Belum tentu dia pengin banget jadi pacar lo. Siapa tahu Kayla cuma pengin kenal lo," tutur Jujur lagi.
"Hm."
"Lo harusnya bersyukur, Van. Banyak yang suka sama lo, meskipun kelakuan lo minus."
"Hmm."
"Jangan cuma ham hem doang, Van." Jujur sedikit kesal.
"Gue bosen denger lo ceramah. Udah berapa kali lo bilangin kayak gitu." Vanka menyenderkan punggungnya ke sofa.
Jujur menghela napas panjang. Kalau Vanka bosan, apalagi dirinya yang setiap hari mulutnya berbusa hanya untuk mengingatkan segala macam kesalahan yang Vanka lakukan.
"Suatu saat lo bakal nyesel nyuruh Kayla buat berhenti suka sama lo."
"Nggak akan," tepis Vanka.
"Kalau cuma cewek nakal banyak, Van. Di jalanan juga pasti nemu. Tapi, lo nggak bakal nemuin orang yang bener-bener suka sama lo dengan tulus di jalanan." Jujur masih terus menasihati Vanka.
"Berisik. Jangan ceramahin gue. Ceramahin diri lo sendiri. Selingkuh dari Sita juga nyeramahin gue," cibir Vanka.
"Enak aja, gue nggak selingkuh. Cuma salah paham," jelas Jujur. "Kayla itu cewek, Van. Lo juga tahu gimana sakit yang nyokap lo rasain 'kan, Van," lanjut Jujur.
"Nggak usah bawa-bawa dia," jawab Vanka datar.
Jujur mengehela napasnya lagi. Mau sampai kapan Vanka akan seperti ini?
"Mau sampai kapan lo kayak gini, Za?"
"Jangan panggil gue dengan nama itu. Orang yang punya nama itu udah mati."
"Van, lo nggak seharusnya membunuh karakter Dirza dalam hidup lo. Semua yang terjadi dalam hidup lo pasti ada hikmahnya. Gue tahu, lo orang yang paling terluka di sini. Udah hampir empat tahun Van lo—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside of You
Dla nastolatków[Completed] My 1st story Masa putih abu-abu. Kata sebagian orang masa putih abu-abu adalah masa yang paling menyenangkan. Terutama jika berkaitan dengan masalah hati. Tak dipungkiri jika setiap makhluk Tuhan mendambakan cinta. Berharap menemukan tam...