Alkisah

72 9 0
                                    

Alkisah, ada seorang remaja putri bernama Alila yang sangat menyukai remaja putra seusianya bernama Samudra.

Mereka berdua bersekolah di sekolah yang sama. Dan hal itu semakin memudahkan Alila untuk menarik perhatian Samudra. Tetapi mereka ditempatkan di kelas yang berbeda. Oleh karena itu, Alila gencar mengikuti organisasi-organisasi maupun ekstrakurikuler yang juga diikuti Samudra agar Alila bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Samudra.

Sebenarnya Alila tidak menunjukkan perasaannya secara terang-terangan. Tapi Samudra tau Alila menaruh hati padanya. Samudra memiliki watak yang pendiam. Tetapi di balik diamnya, ia mengamati semuanya. Semuanya, termasuk Alila.

Samudra tidak lupa cara menggunakan mata, apalagi pura-pura buta.

Terkadang Samudra menangkap basah Alila yang sedang memperhatikan dirinya. Dan saat tatapan mereka bertemu, Alila memalingkan wajahnya.

Meskipun Samudra tau Alila tertarik padanya. Ia tak merespon. Bukannya tak peduli, ia sedang tak ingin berurusan dengan asmara.

Karena tingkah laku Alila yang semakin menunjukkan perasaannya-entah disengaja atau tidak. Samudra jadi terus memperhatikan Alila. Alila tidak cantik. Yah.. bukan maksud Samudra untuk menjelek-jelekkan Alila. Ia juga tidak imut atau manis. Tapi ia terlihat dewasa dan berkharisma, juga pemikirannya jauh lebih matang dari remaja seusianya.

Entah kerasukan apa, sifat-sifat Alila itu yang akhir-akhir ini menyedot perhatian Samudra. Meski Alila tidak cantik-dalam artian positif, tapi Alila seperti punya 'sesuatu' yang membuat Samudra betah memandangnya. Alila cantik dengan caranya sendiri.

Dan di suatu pagi, kabar itu tiba. Tersiar desas-desus bahwa Alila akan pindah ke luar kota-yang berarti akan pindah sekolah juga. Tidak diketahui alasannya. Alila enggan memberi tau. Samudra tidak tau ia harus senang atau sedih. Senang karena mungkin tak ada Alila yang selalu 'mengusiknya', atau sedih karena Samudra sadar perasaan Alila mulai berbalas?

Sehari sebelum Alila pergi. Ia berpamitan pada guru-guru juga teman-temannya. Samudra menatap nanar Alila yang berpelukan dengan teman sekelas dan seangkatannya sambil menangis.

Hari itu, sehari sebelum Alila pergi. Alila tak berpamitan pada Samudra. Jangankan berpamitan, menatap sedikitpun saja tidak.

Samudra berharap meskipun tidak berpamitan, Alila bisa menatapnya untuk... mungkin terakhir kali. Tapi Alila tidak melakukannya. Mata Samudra terus mengikuti langkah Alila yang semakin menjauhi dirinya, para guru, dan teman-temannya. Dan tubuh gadis itu hilang ditelan transportasi beroda empat. Tanpa mengucapkan salam perpisahan untuk Samudra. Alila pergi.

Keesokan harinya, saat baru datang ke sekolah, Samudra reflek menatap  ke arah pos satpam. Dan Samudra tertegun. Biasanya Alila akan berdiri di sana sembari menyapa satpam sekolah, pak Tarjo dengan senyumnya. Tapi pemandangan hari ini hanya ada pak Tarjo dengan koran di tangannya.

Lalu saat istirahat di kantin, Samudra tak sengaja menatap meja yang biasa diduduki Alila bersama teman-temannya. Tapi tak ada Alila di sana yang tertawa sampai gigi gingsulnya terlihat.

Samudra menggelengkan kepalanya, berharap dengan hal tersebut bisa mengenyahkan Alila dari pikirannya.

Tapi sia-sia. Saat ada rapat salah satu organisasi yang diikutinya, mata Samudra nanar menatap kursi yang biasa diduduki Alila itu hampa. Ia juga tidak bisa melihat wajah serius Alila saat mendengarkan sang ketua organisasi menjelaskan.

Samudra menghela nafas. Jadi sebenernya Alila yang suka gue, atau gue yang udah terlalu bergantung sama kehadirannya?

Sejak 18 Mei, hari dimana Alila pergi. Rutinitas Samudra berubah total. Sepulang sekolah ia akan menyibukkan diri dengan tugas, belajar, tilawah, menonton tv, bermain game, membaca buku, menulis apapun itu, berorganisasi, dan serangkaian kegiatan lain sampai larut malam. Sekitar pukul 2 atau setengah 3 dini hari, Samudra melaksanakan shalat tahajud dan jatuh tertidur dalam hitungan detik setelahnya.
Samudra tidur larut malam dengan durasi kurang dari lima jam. Saat adzan subuh berkumandang, Samudra terbangun dan bersiap sekolah.

Rutinitas itu terus berulang setiap harinya. Sejak 18 Mei, Samudra terus mengisi hidupnya dengan kesibukan dan akan letih setelahnya. Jadi ia bisa langsung jatuh tertidur dengan cepat agar khayalan dan pikirannya tak terbang pada gadis bernama Alila.

Usai sudah. Semenjak Alila masuk ke mobil tanpa menatap Samudra sedikitpun, sejak kejadian itu, kisah mereka tamat. Ini adalah kisah tentang Samudra dan Alila. Mereka tokohnya. Dan Alila memilih pergi, menyudahi kisah ini.
-¤-
"Tamaaat! Udah, bobok sana! Dah malem tau."

"Yaaah... kok sad ending sih, bang??! bang Azzam gak seru, ah!" Seorang gadis berusia 13 tahun terlihat merajuk.

"Yee... kan kemaren-kemaren udah happy ending. Masa happy ending terus sih, dek!"

"Terus.. terus.. kelanjutan nasibnya si Samudra gimana?" tanya gadis itu, masih terlihat penasaran.

"Ya ga ada lanjutannya. Kan Alilanya dah pergi. Tokohnya kan Alila sama Samudra, dan Alila mutusin buat pergi. Menyudahi kisah itu, dek. Jadi kisah itu beneran cuma sampe situ." Lelaki yang dipanggil Azzam oleh gadis itu memberikan penjelasan dengan sabar.

"Lagian kamu udah gede masiiih aja minta cerita sebelum tidur." Ledek Azzam.

"Biarin! Wleee..." si gadis memeletkan lidahnya. Lalu menarik selimut bersiap-siap untuk tidur.

Azzam pun bersiap-siap keluar dari kamar adiknya.

"Eh, bang.." Azzam menahan gerakan tangannya yang akan menutup pintu. Melemparkan tatapan bertanya pada adiknya.

"Temennya abang dulu pas SMA bukannya ada yang namanya Alila ya, bang? Kok bisa sama kayak cerita barusan?"

Crap!

"Kebetulan doang kali.." jawab Azzam sekenanya dan langsung menutup pintu.

Azzam kemudian masuk ke kamar tidurnya. Ia mengambil novel tebal di nakas. Berniat membacanya sampai pukul 2 atau setengah 3 dini hari. Dan tertidur setelah shalat tahajud.

_____________The End_____________

PelarianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang