Hai!
Author balik nih! Aku mau tanya nih, kalian lebih suka Rafael atau Javier? Hehe..
Jawab ya, dan kenapa hehe...
*tapi kalau ga mau juga gapapa kok ga maksa tapi author lebih berharap di jawab sih* hehe..
Thx
●●●
"Kau mengenalnya, A.."
"Tidak dad aku tidak terlalu mengenalnya. Percayalah, aku akan menjelaskan semuanya, tapi nanti." Sela Abigail cepat. Ia takut bila ayahnya menyebutkan nama kecilnya maka Rafael akan mengetahui rahasia besarnya.
Paul hanya mengangguk sementara Rafael menyeringai melihat reaksi gadis itu.
Abigail lalu berjalan mendekati meja ayahnya dan meletakkan tas berisi makanan ke atas meja dan berkata, "Mom ingin memberimu ini. Kau tadi lupa membawanya jadi aku mengantarkannya padamu."
Paul tersenyum, "Terima kasih, tapi kau tidak perlu repot-repot seperti ini. Aku bisa membeli makanan sendiri."
Abigail menggeleng. "It's okay, dad."
Paul mengangguk. "Kau datang dengan siapa?"
Abigail menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung harus menjelaskan apa pada ayahnya. "Eh..dengan temanku."
"Teman yang mana?"
Abigail semakin terlihat gugup. Tiba-tiba pintu diketuk dan masuklah Javier. "Permisi Mr. Vessalius."
Paul tersenyum. "Sekarang aku tahu 'teman' yang mana yang datang denganmu."
Rona merah muncul di sekitar wajah Abigail, ia menggoyangkan tangannya cepat. "Bukan begitu Dad. Hubungan kami tidak seperti yang dad kira."
Paul mengerutkan keningnya, "Memang aku mengatakan apa? Tidak ada kan?" tanyanya semakin menggoda Abigail. "Sudahlah Ai, kau tidak perlu cemas seperti itu. Pulanglah."
Rafael mengerutkan keningnya, Ai? Kenapa ia memanggil Annalesse, Ai?
Javier yang mengerti bahwa Rafael mulai curiga cepat-cepat mengatakan. "Sudah waktunya kita pergi, Annalesse."
Awalnya Paul mengerutkan keningnya, tapi akhirnya ia sadar akan semuanya. Dengan menyesal, ia merutuki keobodohannya. Bagaimana mungkin aku bisa lupa..sial. aku hampir membuka "kartuku".
"Ya sudah, pergilah." Ujarnya kemudian mempersilahkan Abigail dan Javier pergi.
Benar, semakin cepat mereka pergi itu semakin baik. Aku tidak mau bajingan ini berhubungan dengan kedua putriku. Pikirnya sambil melirik Rafael yang masih saja tersenyum meremehkan.
"Putrimu sangat cantik, sir." Kata Rafael ketika suasana sudah tenang kembali.
"Semua wanita pasti cantik."
Rafael menggeleng, "Kau terlalu merendah, sir." Setelah mengatakan hal itu ponselnya bergetar pelan, dan Rafael melihat pesan yang masuk.
Javier Fransesco tidak pernah melakukan check up di rumah sakit kita sekali pun.
Rafael menyeringai, ia semakin penasaran dengan semuanya, ia lalu bangkit dari duduknya dan menyerahan kartu namanya pada Paul. "Maaf sir. Tapi saya ada urusan mendadak. Hubungi saya jika anda berubah pikiran."
"Oh, saya jamin Mr. Standford, saya tidak akan pernah berubah pikiran. Karena saya adalah orang yang cukup konsisten."
Rafel tersenyum miring. "Well, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi bukan?"
Selesai mengatakan itu, Rafael berjalan keluar ruangan dan segera menelepon sekretarisnya. "Selidiki segala sesuatu mengenai keluarga Vessalius. Jangan ada yang terlewat sedikit pun."
●●●
Javier menatap langit yang sudah menjelang sore. Saat ini Abigail dan dirinya sedang berada di salah satu perpustakaan kota. Tadi Abigail memohon padanya untuk menemaninya meminjam beberapa buku kedokteran, karena Abigail berencana untuk melanjutkan studi S-3 nya. Begitu masuk ke dalam perpustakaan, mereka berdua tidak menyangka bahwa tidak ada banyak orang di sana, sehingga mereka bisa berada di sana berapa lama pun tanpa diketahui banyak orang sehingga tidak akan menimbulkan berbagai macam gosip. Jadi mereka bisa bersantai, tapi, rupanya karena suasana yang terlalu sepi, Abigail malah jatuh tertidur. Javier lalu mengalihkan pandangannya menuju Abigail yang tertidur lelap di sampingnya. Ia tersenyum dan menyelipkan sedikit rambut Abigail ke balik telinganya.
Sesekali ia tertawa pelan dari balik maskernya ketika mendengar gadis itu sedang mengigau.
"Aku ingin makan fettucini..."
Javier hanya terkekeh mendengarnya. "Aku akan membelikannya nanti." Bisiknya pelan, walau tahu Abigail tidak akan mendengarnya.
Ya, Javier tahu, bahwa dari dulu hingga sekarang, perasaannya tetap sama. Dan akan selalu sama. Karena dia tidak pernah jatuh cinta pada wanita lain selain Abigail Vessalius. Karena hanya Abigail seoranglah yang bisa membuat seorang Javier Fransesco berubah.
Kali ini Javier tidak akan melepaskannya lagi. Tidak seperti dulu.
●●●
Annalesse menelepon temannya, "Ya, sebentar lagi aku akan sampai." Ia lalu tersenyum. "Tidak apa-apa, santai saja. Aku akan menunggumu."
Setelah selesai bertelepon, ia kembali melangkahkan kakinya menuju perpustakaan kota. Hari ini ia berjanji dengan temannya untuk mencari referensi di perpustakaan kota yang cukup besar. Ketika melangkahkan kaki memasuki perpustakaan, ia melihat dua orang yang tampak tidak asing baginya.
Pelan-pelan ia berjalan mendekati kedua orang itu, dan setelah dilihat ternyata ia sangat mengenal mereka. Annalesse terkesiap, ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. ia sangat mengenal kedua orang itu. bagaimana tidak? kedua orang itu adalah orang yang dicintainya. mereka adalah kakaknya sekaligus orang yang sampai saat ini berada di hatinya. Air mata mulai berjatuhan mengaliri pipinya dan ia cepat-cepat berlari meninggalkan perpustakaan.
Ia berlari tanpa tahu arah dan ketika ponselnya berdering, ia cepat-cepat mengangkatnya dan berusaha meredam isakannya. "Maaf, tapi sepertinya aku ada urusan mendadak jadi aku tidak akan bisa bekerja denganmu, maafkan aku." Katanya sebelum mematikan ponselnya.
Ia lalu berjongkok di depan sebuah toko yang sudah tutup sambil mengusap wajahnya. Sesekali isakannya terdengar .
Ia tahu bahwa Javier masih mencintai kakaknya. Seharusnya ia tidak membiarkan harapannya terlalu melambung tinggi. Ia tahu sejak awal Javier hanya menganggapnya sebagai seorang adik, tidak lebih. Tapi kenapa ia merasa sesakit itu?
Ketika ia mendongak, sebuah sapu tangan terulur di depan wajahnya, "Hapus air matamu. Make up-mu akan luntur."
Annalesse menatap Rafael yang tersenyum lebar kepadanya. Lelaki itu lalu mensejajarkan wajah mereka dan mengusap air mata Annalesse dengan sapu tangannya. "Kenapa menangis? Apa pun yang terjadi jangan menangis. Buat apa menangis? Menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Jadi jangan menangis."
Mendengar kata-kata Rafael, Annalesse semakin menangis kencang dan memeluk lelaki itu. awalnya Rafael kebingungan, tapi kemudian ia tersenyum dan menepuk punggung Annalesse pelan, berusaha menghibur gadis itu.
"Menagislah. Menangislah sepuasmu. Aku ada di sini, aku akan melindungimu, dan menjagamu. Jadi menangislah."
Detik itu juga air mata Annalesse semakin tumpah. Dan ia menangis di dalam pelukan seorang Rafael Standford.
To be continued.
Hayoooo, kira-kira apa yang akan terjadi? Jeng..jeng..jeng...
Kira-kira Rafael nanti jadiannya sama siapa?
Tunggu bab berikutnya ya, hehe...
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us (END)
RomanceApa jadinya bila Rafael Stanford jatuh cinta pada seorang gadis biasa bernama Abigail Vessalius? Rafael Stanford. Seorang pengusaha muda yang sangat kaya raya. Harta, kekuasaan, wanita, semuanya dapat di dapatkannya dengan mudah. Dia adalah seorang...