Rafael sedang membaca koran paginya di dalam kamar ketika ia mendengar suara ketukan di pintu.
"Masuk." Katanya tanpa menoleh dan tetap membaca koran seraya menyesap kopinya.
"Apa yang kau baca hingga ekspresimu tampak begitu serius?" Abigail memiringkan kepalanya seraya menatap Rafael sambil tersenyum riang.
Mendengar suara yang begitu dirindukannya, Rafael segera meletakkan korannya dan bangkit berdiri dan berjalan perlahan mendekati Abigail.
Abigail yang melihat hal itu segera berlari dan mendorong Rafael agar kembali duduk di kursinya.
"Kau tidak boleh bergerak terlalu sering." Katanya panik. "Sebagai doktermu, aku menyarankan istirahat total!"
Rafael terkekeh dan menurut saja dengan apa yang diperintahkan oleh Abigail.
"Jadi, kapan aku boleh pulang?"
Abigail mengerutkan kening sebelum menjawab. "Sekitar tiga minggu lagi."
"Tiga minggu? Lama sekali!" Rafael mengerjap kaget. "Tapi kau lihat sendiri, kan?" Rafael menunjuk sekujur tubuhnya. "Aku sudah sehat. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk tetap tinggal di sini."
"Tapi aku masih harus memastikan bahwa kau sudah sembuh total, dan kami masih harus melakukan check-up padamu dalam kurun beberapa hari lagi."
"Yah, kalau memang begitu menurutmu." Katanya seolah pasrah sambil menaikkan bahu. Tapi, sejurus kemudian, sebuah senyum terukir di bibirnya. "Tapi aku juga sennag berada di sini lebih lama. Karena dengan begini, aku bisa bertemu denganmu setiap hari."
Mau tak mau wajah Abigail memerah.
"Jadi, apa kau tidak berniat membantuku?"
"Membantu apa?" Abigail mengangkat alisnya.
"Makan." Kata Rafael sambil menunjuk baki makanan yang sejak tadi tidak ia sentuh. "Suapi aku."
"Yang sakit itu kakimu, sementara tanganmu baik-baik saja. Makan sendiri!" Kata Abigail sambil melotot, pura-pura marah.
"Hei, aku ini pasienmu. Dan sebagai dokter, bukankah seharusnya sudah menjadi tugasmu untuk menolong dan mengobati pasien yang kesulitan?"
Abigail hanya bisa menggeleng-geleng pasrah sambil mengambil baki berisi makanan dan mulai menyuapkan sesuap bubur pada Rafael. Sementara Rafael yang menyadari kepatuhan dari gadis itu mau tak mau tersenyum kegirangan layaknya anak kecil yang mendapatkan permen.
"Setelah ini kau akan kemana?" tanya Rafael setelah menelan makanan terakhir yang disuapkan oleh Abigail.
"Tentu saja aku akan kembali ke ruanganku." Kata gadis itu sambil memutar bola mata seolah pertanyaan yang dilontarkan Rafael sangatlah tak bermutu untuk dijawab.
"Kalau aku memohon agar kau jangan pergi, maukah kau tetap di sini dan menemaniku?"
Abigail yang selesai meletakkan baki di atas troli dan hendak keluar pun terdiam seketika. Apalagi ketika ada dua buah lengan yang melingkari pinggangnya.
"Tetaplah disini." Kata Rafael sambil menekankan kepalanya diantara ceruk leher Abigail, berusaha menghirup aroma gadis itu kuat-kuat agar ia selalu dapat mengingatnya. "Aku merindukanmu."
"Tidak Rafael, aku harus kem.."
"Jangan." Kata lelaki itu sambil menarik Abigail agar jatuh ke dalam pelukannya. "Jangan kemana-mana. Hari ini temani aku. Sudah lama aku tidak melihatmu. Hanya hari ini, aku akan menghubungi direktur rumah sakit supaya ia membebaskanmu dari segala macam tugas. Hanya unutk hari ini." Katanya sambil mengelus rambut Abigail.
"Ta..tapi..aku harus.."
Suara ketukkan di pintu sontak mengagetkan keduanya, dan mau tak amu, Rafael melepaskan pelukannya pada tubuh Abigail.
"MASUK." Jawabnya sambil setengah menggeram.
"Sir," Ms. Stewart membungkuk hormat sebelum berjalan mendekati Rafael dengan cepat. Ia lalu melirik Abigail sekilas, seolah khawatir bila apa yang akan dikatakannya nanti akan membawa dampak buruk.
"Tidak apa, katakan saja." Kata Rafael, menyadari kekhawatiran sekretarisnya itu.
Setelah satu tarikan napas, akhirnya Ms. Stewart mengangguk dan mulai melaporkan sebuah peristiwa penting. "Begini sir, semalam salah satu kasino milik anda diserang oleh segerombol mafia tak dikenal. Dan saya menduga bahwa mereka adalah suruhan.."
Rafael mengangkat tangannya berusaha menghentikan sekretarisnya. "Aku mengerti." Ia lalu melirik Abigail sekilas sebelum kembali berbicara. "Ambilkan pakaianku."
"Ta..tapi anda belum terlalu sehat, sir."
Rafael menggeleng, "Tidak. Ini adalah masalah yang mendesak dan aku harus menyelesaikannya sebelum pria brengsek itu semakin berulah."
"Dia benar, Rafael." Kata Abigail akhirnya. "Kondisimu masih belum membaik, walau sekarang kau nampak baik-baik saja, aku khawatir bila nanti akan terjadi komplikasi dan.."
"Ssst..." Rafael berusaha menenangkan gadis itu sambil menepuk bahu Abigail ringan dan memandangnya dengan pandangan yang menenangkan. "Aku akan segera kembali." Katanya sambil tersenyum menenangkan. "Jangan khawatir."
"Ta..tapi.."
Rafael hanya berjalan pergi sambil mengangguk pada sekretarisnya itu. ia tidak menoleh kebelakang.
Maaf.
●●●
"Sir. Anda belum terlalu sehat, apa tidak apa bila anda keluar dari rumah sakit sekarang?"
Rafael mengancingkan lengan jasnya dan berjalan melewati sekretarisnya. "Ada banyak yang harus kukerjakan."
Saat ini mereka sudah kembali ke mansion milik Rafael.
Setelah Rafael memutuskan untuk keluar dari rumah sakit, ia segera pulang ke rumahnya untuk mempersiapkan beberapa hal.
Sekretarisnya itu hanyak menunduk hormat sambil ikut berjalan di belakangnya.
"Ah sir. Saya tidak tahu apa saya harus mengatakan ini atau tidak."
Rafael menggeram pelan. "Katakan saja." Katanya dengan sedikit malas.
Kali ini apalagi?
"Sewaktu saya sedang menyelidiki mengenai kekasih anda," ia lalu berdeham canggung.
Hal itu sontak menghentikan langkah Rafael. Dan mau tak mau ia menoleh dan menatap sekretarisnya itu dengan wajah yang serius.
"Maksud saya Abigail Vesssalius, ada seseorang lagi yang rupanya juga menyelidiki masa lalunya."
"Siapa?"
Wanita itu memegangi ujung rambutnya sebelum menatap Rafael dengan sedikit ketakutan. "Adik anda, sir. Natalie Jonas."
Rafael mengerutkan keningnya. "Kenapa Natalie melakukan hal itu?"
Sekretarisnya itu menggeleng pelan. "Saya tidak tahu, sir. Perlukah saya mencari tahu lebih lanjut mengenai hal ini?"
Rafael menggeleng sambil kembali berjalan. "Tidak perlu. Aku akan mencari tahu sendiri."
"Jadi, apa yang harus saya lakukan sir? Apa saya harus mengurus masalah Mr. Brighton dulu atau.."
"Kau tetap suruh orangmu unutk mengikuti Gabriel, dan sisanya biar aku yang lakukan." Kata Rafael sambil mengenakan kacamata hitamnya dan masuk ke dalam mobil sportnya.
Natalie, rupanya kau sudah mulai ingin bermain-main denganku. Rafael tersenyum menyeringai.
Akan kutunjukan siapa sebenarnya seorang Rafael Standford bila kau menyentuh wanitaku sedikit saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us (END)
RomanceApa jadinya bila Rafael Stanford jatuh cinta pada seorang gadis biasa bernama Abigail Vessalius? Rafael Stanford. Seorang pengusaha muda yang sangat kaya raya. Harta, kekuasaan, wanita, semuanya dapat di dapatkannya dengan mudah. Dia adalah seorang...