Bab 16

3.2K 234 26
                                    

Warning!!! Typo bertebaran. Jadi kalau ada kesalahan mohon dimaafkan, tinggal comment aja bagian mana yang typo nanti akan segera saya perbaiki.

Budayakan vote dan comment setelah membaca ya guys hehe. Thx

●●●

Rafael mengetuk pintu sebuah rumah di kawasan yang cukup elit.

Rumah itu tidak terlalu besar, bila dibandingkan dengan rumah Rafael, tapi kesan yang ditimbulkannya adalah nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah itu tidak terlalu besar, bila dibandingkan dengan rumah Rafael, tapi kesan yang ditimbulkannya adalah nyaman. Siapa pun yang melihat rumah itu pasti akan langsung tertarik dengan rumah itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" Kata seseorang yang sepertinya merupakan pengurus rumah tangga di sana.

"Aku mencari Ms. Vessalius." Kata Rafael singkat.

"Ah, kalau boleh saya tahu, anda mencari Ms. Vessalius yang mana sir?"

Rafael mengerutkan keningnya. Aneh. Bukankah Ms. Vessalius hanya ada satu yaitu Annalesse seorang. Tapi..mungkinkah?

"Aku mencari, ehm.." Rafael berdeham sejenak. "Keduanya?"

Mendadak wanita paruh baya dihadapannya itu tertawa. "Astaga, jangan bilang karena mereka kembar jadi anda mengencani keduanya."

Apa? Kembar?

Rafael berusaha menyembunyikan keterkejutannya sementara sang wanita paruh baya dihadapannya masih sibuk berceloteh.

"Wah, tapi sepertinya saya salah paham. Sebab Ai sudah punya kekasih, jadi saya yakin anda adalah kekasih nona Anna." Wanita itu lalu melirik Rafael dari atas ke bawah. "Betapa beruntungnya mereka berdua, tuan dan nyonya pasti senang sekali karena punya dua menantu yang sama-sama tampannya."

Rafael berdecak sebal. Sebenarnya ia ingin mengorek informasi lebih jauh lagi, tapi ia takut wanita dihadapannya itu curiga. Lagipula ia masih bingung dengan informasi yang baru saja didengarnya itu.

"Permisi Mrs..." Rafael nampak kebingungan harus menyebutnya siapa.

Wanita itu tersenyum pengertian. "Mrs. Smith. Semua orang memanggilku itu."

"Ya, Mrs. Smith." Rafael melirik sekilas ke sekeliling sebelum melanjutkan. "Bisakah anda memberitahuku dimana.."

Setelah satu helaan napas, akhirnya Rafael kembali berbicara. "..Ai berada?"

●●●

Rafael berlari kecil di sekeliling taman di dekat rumah keluarga Vessalius tadi.

Sejujurnya, ia masih bingung. Selama ini ia mengira Annalesse adalah seorang anak tunggal, tapi informasi yang baru saja didengarnya itu sangat mengejutkannya.

Bila selama ini mereka kembar itu berarti dugaannya selama ini benar. Pantas saja aku merasa setiap kali bertemu dengannya dia seperti orang yang berbeda.

Rafael semakin pusing ketika memikirkannya. Apa ini berarti selama ini mereka berdua mempermainkanku?

Tidak. Rafael harus bertanya langsung pada Anna nanti. Ia tidak boleh terlalu cepat menarik kesimpulan. Karena ia bukanlah orang yang ceroboh.

Tapi, saat ini ada satu orang yang lebih penting untuk ditemuinya.

Satu orang yang bila memang benar, maka akan menjadi jawaban atas semua masalah ini.

Termasuk jawaban atas masalah hatinya.

Rafael semakin kesal ketika ia tak juga menemukan sosok yang dicarinya.

Dimana kau...dimana kau?

Ia harus menemukannya. Harus.

Hingga akhirnya matanya menemukan sosok yang sangat dikenalinya sedang duduk di salah satu bangku taman bersama....

Sial. Rafael mengepalkan kedua buku jarinya dan berderap menuju kedua orang itu.

"Sedang apa kalian di sini?"

●●●

Suara itu mengejutkan Javier dan Abigail seketika.

Keduanya langsung menoleh ekarah sumber suara dan mendapati Rafael Standford berdiri tak jauh dari tempat duduk mereka.

Lelaki itu lalu mendekat dan mencengkram kerah Javier dan tanpa aba-aba mengayunkan tinjunya ke pipi laki-laki itu.

"Apa yang kau lakukan padanya?" Teriak Rafael.

Untung saja hari ini suasana taman cukup sepi jadi tidak ada orang yang memerhatikan mereka.

Ketika hendak mengayunkan tinjunya sekali lagi, seseorang menahan lengannya. "Jangan..." teriak Abigail.

Seketika Rafael menoleh dan mendapati wanita itu menatapnya dengan mata melebar.

"Hentikan Rafael. Jangan sakiti dia."

Jujur saja, mendengar gadis itu lebih memilih untuk melindungi Javier membuat hati Rafael sakit.

Tapi, tidak. Ia tidak boleh terlihat lemah.

Ia laku mencampakkan dengan kasar tangan Abigail yang memegangi tangannya.

"Kenapa kau tidak mendengarkan peringatanku, Anna?" Tanya Javier. "Bukankah aku sudah mengatakan padamu kalau selama tiga..ah tidak, selama dua bulan ini kau akan tetap bersamaku dan menjadi milikku? Selama itu pula kau tidak boleh berdekatan dengan pria lain! Termasuk dia!" Katanya sambil menunjuk Javier yang sudah bangkit berdiri.

"Dia bukan barang, bro." Kata Javier, berdiri di depan Abigail, seperti berusaha melindunginya. "Kau tidak bisa memperlakukannya seenaknya."

"Persetan dengan omonganmu. Go to hell!" Rafael hendak mendorong Javier supaya menyingkir.

Tapi tidak seperti sebelumnya, kali ini Javier sudah lebih siap. Jadi ketika Rafael hendak mendorongnya, lelaki itu tetap bergeming.

"Menyingkir atau kupatahkan tiap tulang yang ada di tubuhmu!"

Javier tetap diam.

"Baiklah bila kau memaksa." Rafael lalu merogoh sesuatu dari dalam saku jasnya, dan dengan pelan, ia mengeluarkan sebuah revolver dari dalamnya.

Abigail terkesiap kaget. "A..apa yang kau lakukan? Cepat turunkan benda itu!" Kata Abigail ketika Rafael mengangkat moncong revolvernya dan mengarahkannya pada Javier.

"Tidak sampai kau mau ikut denganku sayang." Kata Rafael dengan mata tetap fokus pada Javier.

"Tidak, kau tidak boleh." Javier menggenggam erat tangan Abigail dan membisikkan kata-kata menenangkan ke telinga gadis itu. "Tidak apa-apa Ai. Aku akan baik-baik saja."

Melihat hal itu membuat Rafael menjadi semakin marah. Entah kenapa ia merasa seluruh tubuhnya seolah terbakar api cemburu. "Kemari sayang, sebelum aku menembaknya."

Abigail melihat Javier dan Rafael bergantian.

Setelah satu tarikan napas, akhirnya ia sudah membuat keputusan.

To be continued.

Between Us (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang