Maya menekuri ponsel yang ada dimejanya. Hatinya bimbang antara menerima atau mengembalikan ponsel dari Yudha itu. Dia merasa bersalah karena dia juga ikut andil dalam peristiwa kecelakaan yang membuat dia di omelin semua orang dan membuat ponselnya harus masuk kotak penyimpanan barang - barang kenangannya.
"Ponsel itu bisa kebakar lama - lama kamu lihatin gitu. Kamu tahu tatapanmu itu seperti sinar laser yang bisa melelehkan semua hal yang kamu pandang," seru sebuah suara memecah lamunan Maya. Maya cuma menoleh sekilas, lalu memandang ponsel itu lagi. Dia menarik nafas panjang, ketika tadi Yudha meminta maaf, seharusnya dia juga meminta maaf. Tapi jujur, dia tidak berani. Belum berani mengaku tepatnya.
"Saya minta maaf, karena saya bu guru terluka, karena saya ponsel bu guru rusak dan tidak bisa di perbaiki. Saya benar - benar tidak sengaja dan saya menyesal," Permintaan maaf dari Yudha kembali terngiang. Pada saat itu Maya hanya bisa terdiam tanpa bisa bersuara. Ribuan kata yang telah tersusun di kepalanya, menguap seketika takkala dia mendapati ekspresi muka Yudha yang benar - benar penuh penyesalan.
"Seingat saya, saya sudah meng-klakson berkali - kali. Tapi bu guru mungkin tidak mendengar atau bu guru lagi fokus melihat anak - anak yang mau menyeberang juga, makanya bu guru tidak mendengar." Maya gelagapan mendengar penuturan Yudha. "Tapi untung bu guru tidak apa - apa. Motor saya cuma menyenggol tangan bu guru saja, bukan menabrak," Lanjut Yudha.
"Eh i iya pak.." Suara Maya muncul juga walau dengan terbata - bata. Maya akhirnya bisa bernafas lega saat deringan ponsel Yudha menyelamatkannya dari suasana yang awkward. Yudha yang sesaat lalu menerima panggilan dari ponselnya, segera pamit dan meninggalkan Maya dengan seuntai senyum yang tak lepas dari bibirnya.
"Hei, pagi - pagi udah melamun. Jauh dari rezeki tau," pukulan pelan di bahunya membuat Maya tersadar dan kembali ke dunia nyata. "Yuk, ke kelas. Uda bell !" Ajak pak Hedra sambil mendahului Maya keluar ruangan. Maya tersenyum dan kemudian bangkit dari duduknya lalu melangkah keluar.
Matahari sudah merangkak naik saat Yudha dengan lesu memandangi layar ponselnya. Sudah lima hari sejak pertengkarannya dengan Luna yang membuat hubungan meraka berakhir kala itu terjadi. Rasa rindu akan sosok Luna tak bisa ia elakkan. Jujur, sampai sekarang Yudha masih mencintai Luna dan menginginkannya, menginginkannya untuk selalu bersamanya. Luna dengan sifat arogan dan dominannya tak membuat Yudha lantas dengan cepat melupakan dan mengenyahkan dari hatinya. Luna telah bertahta di hati Yudha, jauh sebelum Luna menjadi pacar Yudha. Yudha ingat bagaimana dulu jatuh bangunnya untuk mendapatkan Luna, membuat gadis itu mau mengatakan 'ya' saat Yudha menyatakan perasaannya.
"Aahhh.." Yudha mengacak rambutnya frustasi, matanya tak lepas dari layar ponselnya yang menampilkan sosok Luna yang tertawa lepas sambil berlari di pantai. Anak rambutnya sebagian berkibar tertiup angin dan menutupi sebelah pipinya. Tangannya mengetik sesuatu tapi kemudian dihapusnya lagi. Entah sudah berapa kali dia melakukan itu, bukan dia tidak punya keberanian untuk sekedar menanyakan kabar Luna lewat pesan, tapi dia sedang berusaha untuk bisa benar - benar melepaskan cintanya pada Luna. Dia ingin melihat Luna bahagia seperti yang dia mau.
"Kalau ingin melupakan seseorang, jangan liatin fotonya terus - terusan gitu. Kalau caramu seperti itu kamu nggak akan bisa move on," kata Singgih saat melihat Yudha galau.
"Saya cuma rindu, bang." Yudha beringsut untuk memberi tempat Singgih duduk.
"Wajar kalau rindu. Kenapa nggak kamu telpon saja ?" Tanya Singgih hati - hati.
"Nggak bang, saya mau berusaha untuk tidak berharap lagi." Jawab Yudha pelan. Singgih tersenyum tipis sambil menepuk bahu Yudha.
"Saya yakin kamu bisa, anggap saja kalian bukan jodoh," lanjut Singgih lantas berdiri. "Saya kesana dulu, di panggil danton." Tanpa menunggu jawaban Yudha, Singgih sudah berjalan meninggalkan Yudha yang masih sibuk menggalau. Kabar putusnya hubungan Yudha dan Luna sudah menyebar ke seantero batalyon. Maklum mereka adalah pasangan yang sangat banyak menyita perhatian karena perbedaan sifat yang mencolok. Sebagian malah justru senang mendengar hubungan mereka telah berakhir, mereka berharap Yudha secepatnya mendapat pengganti yang lebih mengerti dengan keadaan Yudha.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU PAK TENTARA ( HERO )
RastgeleKetika tinggal selangkah lagi mereka menuju bahagia, sebuah insiden menghancurkan kebahagiaan mereka. Bukan karena orang ketiga, tapi Yudha yang tak menginginkanya. Tak ada seorangpun yang akan bisa menebak kejadian yang akan datang. Sekaran...