Delapan: Lean

558 94 3
                                    

Untuk sesaat, Vio terpaku. Saat anak-anak rambutnya yang mencuat keluar helm menampar kelopak mata gadis itu, barulah kesadaran penuhnya kembali. Orang mana pun yang berani seenaknya menyentuh Vio adalah bajingan. Alih-alih meronta, Vio melakukan perlawanan dengan penuh perhitungan.

Tubuh ramping itu menghentak, seketika membuyarkan fokus si Pengemudi. Vio menghadapnya—mendekatkan tubuh mereka rapat sebelum menghantam tangki motor. Akibatnya tubuh itu terlempar keras ke jalan karena mereka tengah berada dalam kecepatan tinggi. Laki-laki itu mengerem di detik yang sama saat Vio terjatuh. Gusar, dia memutar Icon Sheene—nya.

Mereka kini saling berhadapan—seseorang bermata hijau yang tengah menyelidik, juga Vio yang seolah menantangnya tanpa rasa takut.

Tidak membiarkan keheningan datang, si Mata hijau menderukan keras-keras tunggangannya. Racauan Icon Sheene memang lebih mampu mengintimidasi Vio sekarang dibanding Agustanya. Mungkin karena baru kali ini Vio melihatnya.

Persis seperti yang diceritakan, batin sang Laki-laki bermata hijau yang diam-diam menyeringai di balik kaca helm yang gelap. Dia tidak mudah ditaklukkan.

Benak Vio condong menganggap laki-laki itu sebagai sumber bahayanya kali ini. Gadis itu menyingkap celananya lalu mengeluarkan sebilah besi yang kemudian memanjang otomatis. Sengaja menunjukkan kekesalannya, Vio bahkan melepaskan helmnya begitu saja juga melempar benda tersebut sembarangan. Rambut panjangnya sewarna cokelat nilon pun terurai lalu meliuk liar diterpa angin.

Dia masih belasan tahun namun telah teramat memesona.

Masih dengan tersenyum, laki-laki itu mengegas mesin motornya sembari memasang ancang-ancang untuk bergerak maju.

Tak disangka-sangka, seseorang lagi hadir memecah ketegangan di sana. Debu dan pasir berterbangan kala roda pada Tiger laki-laki itu meluncur miring di hadapan Vio. Dia berhenti sengaja menghalangi pandangan Vio. Gadis itu seketika membelalak mengenali sosoknya.

“Ada apa ini?” Tatapan Viktor tajam menusuk pada si Pengemudi Icon Sheene.

Pengganggu, batin laki-laki di hadapan mereka yang tidak senang. Menimbang sebentar, dia pun melepas helmnya. Dia tersenyum saat mendapati gadis yang beberapa saat lalu ada dalam dekapannya mencuri lihat dari belakang Viktor.

“Apa kalian saling kenal?” Laki-laki itu bertanya saat balas memandang Viktor. Santai, dia tidak lagi memegangi stang. Helmnya menjadi tumpuan bagi kedua siku.

Viktor dan Vio sama-sama diam. Dia terlihat begitu ramah. Sama sekali tidak ada guratan-guratan ancaman saat Vio merasakannya beberapa menit yang lalu. Lagipula, apa maksud dari debaran-debaran aneh yang dirasakan gadis itu kini?

Mata hijaunya seperti permukaan telaga pada bukit yang dingin. Sorotnya tidak tajam namun kuat. Melihat Vio yang diam, dia tampak begitu menikmatinya. Setidaknya dia tahu persis kalau gadis yang telah dia rengkuh itu sedang meneliti tampilannya dari ujung kepala sampai kaki. Hal yang sama juga dilakukan Viktor—meski mungkin dia hanya bertanya-tanya kenapa si Mata hijau tersebut tidak pernah dia lihat sebelumnya.

Do I know you?” tanya Vio.

No,” balas laki-laki itu. “But I do know you.” Senyumnya mengulas simpul. Melihat Vio mengernyit karena tidak menyukai suasana di antara mereka, dia menghela napas panjang. “Aku tidak bisa membiarkan begitu saja seorang gadis terluka karena kecelakaan seperti tadi. Karena itu aku berniat membawamu ke tempat awal. Kau bisa singkirkan tongkatmu itu, Nona. Atau kau lebih suka aku memanggilmu Lily?”

Dia tahu nama tengah Vio? Gadis itu lagi-lagi mengernyit.

“Karena sepertinya kau lebih suka laki-laki ini yang menolongmu… Tak apa-apa, aku pamit duluan,” katanya sengaja menambahkan nada kecewa yang sangat kentara dibuat-buat.

Amarella [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang